JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Fatwa tersebut tak urung memantik reaksi dari sejumlah kalangan lantaran masyarakat saat ini membutuhkan pelayanan kesehatan yang murah.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan masih akan menyelidiki lebih lanjut soal fatwa MUI yang menyatakan penyelenggaraan BPJS Kesehatan tak sesuai dengan prinsip syariah. Jusuf Kalla mengaku belum membaca secara keseluruhan soal fatwa tersebut.
Baca Juga: Peserta JKN di Ngasem Kediri Tunjukkan Kiat Sehat dengan Olahraga
"Saya memang belum baca, tapi yang dimaksud halal itu jelas, agama Islam itu sederhana. Selama tidak haram ya halal," kata Kalla, di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rabu (29/7).
"Pertanyaannya apanya yang haram. Itu masih kami kaji," imbuh Kalla.
MUI menyatakan penyelenggaraan BPJS Kesehatan tak sesuai dengan prinsip syariah. Pemerintah diminta untuk membenahi pelaksanaan BPJS Kesehatan ini agar lebih syariah.
Baca Juga: Terbantu Kacamata Gratis, Didik Warga Kota Kediri Puas dengan Layanan JKN
Fatwa itu diputus pada sidang pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia V tahun 2015 yang berlangsung di Pesantren At-Tauhidiyah pada 7-10 Juni lalu. Putusan dikeluarkan pada 9 Juni.
Dalam keputusan tersebut, Islam bertujuan untuk merealisasikan jaminan yang bersifat umum dan mencakup semua umat Islam. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup dalam keadaan aman, damai, dan saling menolong. Sejumlah hadis yang dilampirkan juga menyatakan hal serupa.
MUI juga merujuk pada ijma ulama, dalil aqli, AAOIFI Tahun 2010 Nomor 26 tentang Al-Ta'min Al-Islamy; Fatwa DSN MUI Nomor 21 tentang pedoman asuransi syariah; Fatwa DSN-MUI Nomor 52 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi syariah dan reasuransi syariah; dan Fatwa DSN-MUI Nomor 43 tentang ganti rugi (ta'widh). Semuanya merujuk pada asuransi yang adil merata untuk semua penduduk tanpa pengecualian. Asuransi juga harus menjamin hal-hal pokok, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, sarana kesehatan, dan pengobatan agar terpenuhi.
Baca Juga: Ingin Melahirkan Normal Tanpa Rasa Sakit? RSU Kusuma Pamekasan Perkenalkan Metode ILA WELA
Sementara itu, Kementerian Agama meminta Majelis Ulama Indonesia memberikan penjelasan soal fatwa bahwa Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak sesuai syariah. Seluruh unsur terkait diminta untuk dilibatkan agar fatwa MUI berdasarkan pertemuan para ulama itu bisa dipahami masyarakat.
Direktur Urusan Agama dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Muchtar Ali mengatakan, MUI diharapkan bisa memberikan penjelasan itu pada tanggal 6 Agustus mendatang.
"Saya usulkan ada rapat klarifikasi di MUI pada 6 Agustus mendatang, kami berharap rapat juga mengundang BPJS Kesehatan," kata Muchtar seperti dilansir CNN Indonesia, Rabu (29/7).
Baca Juga: Anti Belang, ini Tips Memilih Sunscreen untuk Kulit Sensitif
Muchtar sendiri sudah mencoba meminta klarifikasi soal fatwa ini ke MUI. Ini menurutnya perlu dilakukan karena fatwa MUI menyangkut kepentingan umum, khususnya umat Islam. Dari hasil klarifikasi kepada MUI, sejauh ini baru dinyatakan bahwa yang jadi sorotan MUI adalah soal tunggakan iuran BPJS Kesehatan.
"Terutama bagi masyarakat miskin, mereka yang menunggak dikenai bunga," kata Muchtar. Menurutnya ini jelas memberatkan masyarakat tidak mampu. Apalagi selama ini sistem bunga dalam Islam dilarang karena sama dengan riba.
Di sisi lain, Ketua Bidang Fatwa MUI Ma'ruf Amin mengatakan, meski dinyatakan tak sesuai kaidah syariah, masyarakat dipersilakan menikmati pelayanan BPJS Kesehatan karena dalam kondisi kedaruratan.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim dan Menteri Kesehatan Resmikan Layanan Imunoterapi Kanker di RS Bhayangkara
''Alasan penerapan kondisi darurat, lantaran program saat ini sedang berjalan dan dinikmati masyarakat serta merupakan program wajib dari pemerintah, maka disebut dalam kondisi darurat," katanya. (tic/mer/sta/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News