BANGSAONLINE.com - Bagi kamu yang suka berkegiatan di alam, entah gunung maupun hutan, pastinya sering menjumpai berbagai jenis ular khususnya ular berwarna hijau. Ada 3 jenis ular hijau yang paling sering ditemui yaitu ular pucuk, ular hijau ekor merah, dan ular bajing.
Ketiga jenis ular tersebut memiliki warna yang mirip namun kadar bisanya berbeda. Ada yang berbisa rendah (low venom) hingga berbisa tinggi (high venom).
Baca Juga: Rawan Bencana, Bolehkah Mendaki Gunung di Musim Hujan?
Sedangkan edukasi terkait ular hijau ini masih minim, sehingga banyak masyarakat yang langsung membunuhnya ketika menjumpai ular hijau karena dinilai membahayakan. Padahal, tidak semua jenis ular hijau ini berbahaya, mengingat ular sebagai makhluk hidup yang menjadi salah satu rantai makanan di alam, maka perlu kita ulas lebih dalam apa perbedaan di antara ketiga ular ini. Simak sampai akhir untuk tahu lebih jelasnya.
Ular Pucuk (Ahaetulla prasina)
Yang pertama adalah Ahaetulla prasina atau lebih banyak dikenal masyarakat dengan nama ular pucuk. Ular ini sangat banyak popularitasnya di Asia Tenggara. Mempunyai ciri khas tubuh yang sangat ramping, dibagian kepala berbentuk meruncing seperti anak panah dengan pupil horizontal pada matanya. Ular ini memiliki panjang 1 meter atau bisa lebih jika berukuran dewasa. Hanya saja bagian tubuhnya tetap kecil walau tubuhnya memanjang.
Baca Juga: Cara Packing Carrier, Tak bikin Pegal dan Antibasah Saat Hujan
Ular pucuk suka memangsa cicak, burung, tikus dan katak yang berukuran kecil. Ular pucuk memiliki bisa yang tergolong rendah sehingga efek dari gigitannya jika terkena manusia hanya akan menimbulkan rasa gatal, sedikit bengkak, namun tergantung dari imun orang tersebut, jika orang tersebut imunnya sedang menurun, kemungkinan efek lain yang dirasakan akan terasa panas dingin pada tubuhnya, namun tidak sampai pada kematian.
Ahaetulla prasina aktif di siang hari, ketika merasa terancam, dibagian kepala akan membentuk huruf āSā yang menandakan bahwa dia siap menerkam. Walaupun demikian teman-teman tak perlu takut karena ular ini akan lebih memilih kabur jika bertemu dengan manusia.
Ular Bajing (Gonyosoma oxycephalum)
Baca Juga: Gak Mau Capek Mendaki? Ini Daftar Gunung yang Bisa Dilalui Menggunakan Kendaraan
Berikutnya adalah Gonyosoma oxycephalum atau banyak dikenal dengan nama ular bajing di kalangan masyarakat. Disebut ular bajing bukan karena bentuknya yang menyerupai bajing, melainkan karena ular ini suka memangsa bajing di alam. Selain bajing, ular ini juga memangsa burung dan tikus. Ular bajing mempunyai warna yang sama dengan ular pucuk, hanya saja warna hijau pada ular ini lebih tua dan dibagian ekor berwarna abu-abu.
Untuk ukuran, ular bajing mempunyai ukuran lebih besar, tidak seperti ular pucuk yang ramping, sedangkan panjangnya bisa mencapai 2 meter atau lebih. Ciri dari ular bajing, jika merasa terancam ia akan memipihkan bagian tubuhnya sehingga tampak gepeng. Mempunyai bisa rendah sama seperti ular pucuk, dan lebih suka aktif di siang hari.
Ular Hijau Ekor Merah (Trimeresurus albolabris)
Baca Juga: Panduan Lengkap Menuju Puncak Sejati, Gunung Raung: Transportasi, Biaya, dan Persyaratan
Yang terakhir adalah Trimeresurus albolabris, merupakan jenis ular yang mempunyai banyak sebutan dikalangan masyarakat. ada yang menyebut viper hijau, ular bangkai laut, ada pula yang menyebut ular hijau ekor merah. Ular ini jauh lebih berbahaya dari kedua ular di atas, karena kadar bisa dari ular hijau ekor merah ini termasuk tinggi, sehingga efeknya jika menggigit manusia akan fatal kalau penanganannya tidak tepat.
Walaupun berbisa tinggi, ular ini cukup anteng, namun bukan berarti tidak bisa agresif. Ciri yang paling mudah untuk memastikan bahwa ular hijau ini Trimeresurus albolabris adalah pada bagian ekornya berwarna merah.
Ular ini lebih suka hidup di pepohonan yang tidak terlalu tinggi, namun kadang bisa dijumpai di sawah atau rerumputan. Berbeda dengan kedua ular di atas, ular viper hijau merupakan hewan nokturnal atau beraktivitas di malam hari. Jika tergigit ular ini, salah satu langkah awal adalah dengan imobilisasi atau mengistirahatkan tubuh agar tidak terlalu banyak gerak. (msn)
Baca Juga: Tips Tokcer dari Pendaki Profesional ini Ampuh Cegah Kebelet BAB saat Mendaki Gunung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News