Koalisi Majapahit Dituding Jadi Begal Politik dalam Pilkada Surabaya

Koalisi Majapahit Dituding Jadi Begal Politik dalam Pilkada Surabaya

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pilkada Surabaya yang dijadwalkan pada 9 Desember 2015 dipastikan ditunda sampai 2017. Keputusan ini terjadi karena sampai batas waktu perpanjangan pendaftaran tanggal 3 Agustus 2015 hanya ada satu pasang calon yang mendaftar yaitu Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana yang diusung PDIP.

Sebetulnya, saat hari terakhir pendaftaran sempat muncul pasangan lain yang mendaftar yaitu Dhimam Abror Djuraid-Haries Purwoko yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Namun, saat proses pendaftaran di kantor KPU Surabaya, tiba-tiba Haries Purwoko menghilang setelah diketahui menerima telepon dari seseorang yang belum diketahui.

Baca Juga: Untuk Cawali Surabaya, Risma Dikabarkan Punya Dua Jago: Ery Cahyadi dan Hendro Gunawan

Kontan saja, Dhimam Abror yang dicalonkan sebagai Wali Kota kebingungan karena tanda tangan Ketua Pemuda Pancasila Surabaya itu diperlukan untuk berkas pendaftaran.

Akhirnya, sampai batas waktu yang ditentukan, KPU Surabaya memutuskan berkas pasangan Dhimam-Haries tidak bisa diterima karena kelengkapan persyaratan tanda tangan tidak bisa dipenuhi.

Terkait hal ini, Whisnu Sakti Buana mewakili calon incumbent yang mendaftar, menuduh Koalisi Majapahit sebagai biang kerok Pilkada Surabaya 2015 tidak bisa dilaksanakan.

Baca Juga: PDIP Minta Mahar Hingga Rp 10 M, Cawawali Surabaya Punya Uang Berapa?

Pasalnya, koalisi gabungan tujuh partai besar itu tidak memunculkan calon sebagai lawan yang nantinya sebagai lawan pasangan dari PDIP. "Dari dulu kan kita sudah memprediksi seperti itu. Mereka tidak mencalonkan agar pilkada ditunda. Lha masyarakat harus melihat ini sebagai langkah politik yang sangat merugikan masyarakat Surabaya," kata Ketua DPC PDIP Surabaya ini, Selasa (4/8).

Menurutnya, tertundanya pelaksanaan Pilkada Surabaya tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan strategi politik yang dilakukan PDIP. Dirinya menyebut kalau memang elektabilitas incumbent begitu tinggi, itu karena kinerja kepala daerah dianggap berhasil oleh rakyat.

"Kalau kerjanya sudah benar sehingga elektabilitas tinggi, lantas tidak ada yang berani disalahkan, itu kan tidak fakir. Apakah kalau ingin imbang, incumbent harus kerja setengah-setengah, kan tidak begitu, " terang putra tokoh PDIP Jatim, Soetjipto ini.

Baca Juga: PKB Intruksikan Kader Sosialisasikan Fandi Utomo sebagai Cawali Surabaya

Whisnu menyebut sikap Koalisi Majapahit tidak gentle karena tidak memunculkan calon.

"Sebagai parpol mereka seharusnya memunculkan calon, coba dihitung berapa kursi gabungan yang dimiliki di DPRD Surabaya. Mereka mewakili masyarakat Surabaya yang berhak memilih pemimpin daerahnya," katanya.

Sementara itu, AH Thony, ketua Pokja Sekretariat Bersama Koalisi Majapahit menilai, Pilkada Surabaya ditunda karena kesalahan PDIP sendiri. pihaknya balik menuduh partai yang dipimpin Megawati ini melakukan langkah politik di tingkat elit dan mencoba memecah belah koalisi Majapahit.

Baca Juga: Di Depan 700 Kiai MWCNU-Ranting NU se-Surabaya, Kiai Asep: Wali Kota Surabaya Harus Kader NU

"Saya tidak menuduh, tapi ya keputusan PAN dan Demokrat merekom calon lawan bukan kewenangan pengurus di tingkat kota. Artinya ada kekuatan politik yang lebih besar yang mengendalikan. Jadi bukan kesalahan Koalisi Majapahit, " katanya.

Pihaknya berdalih kalau sampai saat ini Koalisi Majapahit masih tetap solid. Pihaknya bersikeras keputusan tidak mencalonkan pasangan dikarenakan belum ada figur yang dianggap mampu bersaing.

"Kita sudah melakukan semua tahapan. Masak dipaksakan calon boneka sebagai pelengkap. Sama juga bohong dan menipu masyarakat Surabaya, " ungkap politisi Partai Gerinda ini. (lan/dur)

Baca Juga: Rekap Pilkada Surabaya Tingkat Kecamatan Selesai: Risma-Whisnu 86,35%, Rasiyo-Lucy 13,65%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO