KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Berbagai organisasi dan komunitas di Kabupaten Kediri menggelar upacara pengibaran bendera sang merah putih dalam ranga peringatan Hari Berdirinya NKRI, Minggu (18/8/2024).
Selain upacara, mereka juga mengikuti acara bedah buku “17 Agustus Negara Indonesia Belum Ada” dan syukuran hari berdirinya NKRI dengan selamatan, memberi tali asih kepada veteran, santunan anak yatim, pagelaran tari serta pentas musik.
Baca Juga: Kunjungi Situs Ndalem Pojok, Risma Teteskan Air Mata
Turut hadir Wakil Bupati Kediri, Dewi Mariya Ulfa, yang akrab disapa Mbak Dewi, bersama Camat Wates dan Kepala Desa Pojok serta tamu undangan lainnya.
Dalam sambutanya, Mbak Dewi yang kala itu hadir mewakili Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana nampaknya cukup mengapresiasi kegiatan yang dilakukan berbagai komunitas dalam rangka mensyukuri Kemerdekaan bangsa dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
“Pada tanggal 17 Agustus kemarin kita telah bersama-sama telah memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan dan pada hari ini kita memperingati berdirinya Negara Republik Indonesia,” ujar Mbak Dewi yang langsung disambut tepuk tangan hadirin.
Baca Juga: Pesantren Jatidiri Bangsa Kediri Telah Dibuka, Telan Biaya Pembangunan Rp2 Miliar Tanpa Proposal
Kushartono, Ketua Harian Situs Ndalem Pojok Persada Soekarno Kediri, mengucapkan terima kasih atas kehadiran orang nomor dua di Kabupaten Kediri itu.
“Kami mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran Wakil Bupati Kediri pada tasyakkuran Hari Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia 18 Agustus, di Situs Ndalem Pojok Persada Soekarno ini. Semoga bermanfaat," ucapnya.
Kushartono juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah memberikan doa dan dukungan hingga tasyakkuran Hari Kemerdekaan Bangsa dan Hari Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia berjalan lancar dan sukses.
Baca Juga: Pimpinan Gereja Ortodok Rusia, Apresiasi Pembangunan Pesantren Jatidiri Bangsa di Kediri
"Khusunya rohaniawan, para tokoh lintas agama, para sepuh, pinesepuh, para senior dan semua saja yang terlibat. Kami mohon maaf dan terima kasih,” kata Kushartono.
Dijelaskan olehnya, usai upacara bendera acara dilanjutkan dengan bedah buku ‘17 Agustus 1945 Negara Indonesia Belum Ada’ yang dihadiri oleh penulis buku Prof. Tries Edy Wahyono, Ki Jati Kusumo dan dimoderatori oleh Ki Hendro Widjanarko.
Menurutnya, puluhan guru sejarah di Kabupaten Kediri ikut menghadiri acara bedah buku yang juga bagian dari pelurusan sejarah tentang salah kaprah ‘17 Agustus 1945 sebagai proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia’.
Baca Juga: Samsul RWJ dan Puluhan Pengusaha Sound Horeg Deklarasi Dukung Dhito-Dewi
"Kami berharap, diskusi dalam bedah buku ‘17 Agustus 1945 Negara Indonesia Belum Ada’ ini menjadi pelurusan sejarah tentang kemerdekaan Bangsa Indonesia dan berdirinya NKRI ini," katanya.
Kushartono juga berharap, agar pemerintah segera menetapkan berdirinya NKRI sebagai hari besar nasional yang diperingati secara nasional.
“Penting karena kemerdekaan atas berkat rahmat Allah, begitu juga berdirinya negara, atas berkat rahmat Allah, karena itu bangsa yang beriman pada Tuhan, wajib mensyukuri dua peristiwa penting ini. Jangan sampai anak bangsa tidak tahu, kapan hari berdirinya negara,” paparnya.
Baca Juga: Situs Ndalem Pojok Gelar Diskusi di Hari Sumpah Pemuda 2024
Sementara itu, Prof. Tries Edy Wahyono menegaskan, bahwa 17 Agustus 1945 bukanlah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, karena pada tanggal itu negara Republik Indonesia belum didirikan. Menurut Prof. Tries, alinea kedua pembukaan UUD 1945 tegas menyebut bahwa ‘Bangsa Indonesia’ yang menggapai kemerdekaan, bukan Republik Indonesia.
“Pada alinea kedua Pembukaan undang-undang Dasar 45 bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Kenapa penyebutan kemerdekaan Republik Indonesia salah, Tries kembali menyampaikan, alasan sejak penjajahan oleh Portugis pada abad ke-15 disusul Spanyol hingga Belanda dan Jepang, maka yang dijajah adalah Bangsa Indonesia.
Baca Juga: Paguyuban Pendekar Nusantara Siap Menangkan Vinanda-Gus Qowim di Pilkada 2024
“Karena, Republik Indonesia belum ada. Republik Indonesia baru berdiri tanggal 18 Agustus 1945,” tambahnya.
Prof Tries menyampaikan, dalam rapat PPKI, sempat ada perbedaan pendapat antara dua pendiri negara: Soekarno dan Otto Iskandar Dinata saat membahas alinea ke-2 Pembukaan UUD 1945. Otto, lanjut Tries, meminta kalimat ‘ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia’ diganti ke depan pemerintahan. Namun, usulan Otto Iskandar Dinata ini ditolak oleh Bung Karno. Akhirnya, UUD 1945 ditetapkan sebagai konstitusi negara.
“Ini terjadi ketika sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, sesi pertama, pagi hari ketika membahas rancangan pembukaan undang-undang Dasar 1945,” ucap Prof. Tries.
Baca Juga: Situs Persada Soekarno dan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Syukuran Hari Pancasila Menggema di PBB
Kendati demikian, Tries menyebutkan, adanya empat rangkaian momentum. Dimulai dari pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang dibahas menjadi rancangan UUD 1945 pada 22 Juni 1945. Setelah itu, disusun menjadi teks proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, pembukaan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.
“Antara proklamasi dan pembukaan undang-undang Dasar 1945 ini memang kesatuan yang muncul secara legal formal sah. Dulu, Bung Karno mengatakan bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan 18 Agustus adalah anak kandungnya teks proklamasi,”pungkasnya. (uji/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News