SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Rencana penyusunan peraturan daerah (Perda) tentang perlindungan tenaga kerja jauh dari harapan. Sampai saat ini draf peraturan tersebut belum juga masuk ke program legislasi daerah (Prolegda) DPRD Jatim. Sehingga mustahil bisa dipercepat pembahasannya.
Lambannya proses ini dipicu oleh tarik ulur legislatif dan eksekutif. Eksekutif misalnya, berharap agar raperda tersebut menjadi inisiatif DPRD. Alasannya, ekeskutif tidak memiliki anggaran cukup untuk menyusun payung hukum tersebut. Sementara, kalangan legislatif sendiri belum merespon usulan tersebut.
Baca Juga: Reses, Ketua DPRD Jatim Serap Aspirasi Masyarakat di Griya Bakti Prapen Indah
“Kalau memang menjadi inisiatif DPRD tentu akan lama. Sebab, usulan perda ini harus mendapat persetujuan 100 anggota DPRD dulu. Padahal, perda ini mendesak diberlakukan untuk melindungi tenaga kerja lokal dari serbuan tenaga kerja asing,” tegas Anggota Komisi E DPRD Jatim, Agatha Retnosari, Senin (7/9).
Sebagaimana desakan banyak pihak, Perda tersebut sudah bisa diberlakukan pada Januari nanti. Ini karena Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah mulai berlaku akhir tahun ini. Sehingga payung hukum tersebut bisa memproteksi serbuan tenaga asing.
“Nah, kalau sekarang saja belum masuk Prolegda. Lalu kapan membahasnya. Bisa-bisa pertengahan tahun depan baru selesai. Sementara, tenaga kerja asing sudah menyerbu Jatim. Saat ini saja sudah ada 14.000 pekerja asing yang mengusai industri di Jatim,” imbuh politisi PDI Perjuangan ini.
Baca Juga: Ketua DPRD Jatim Pimpin Upacara Hari Pahlawan 2024 di TMP Sepuluh Nopember 1945
Sesuai gagasan Pemerintah Provinsi Jatim, Perda perlindungan tenaga kerja tersebut akan mengatur tentang syarat penggunaan bahasa daerah (Jawa dan Madura) dan bahasa Indonesia bagi tenaga asal luar negeri. Artinya, mereka yang tidak bisa menguasai dua bahasa tersebut tidak akan bisa masuk ke Jatim. Terutama untuk jenis pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Gubernur Jatim Soekarwo sendiri memandang penting dua syarat tersebut. Sebab, bila tidak, maka warga lokal Jatim akan kalah bersaing. Sehingga berimbas pada pengangguran. “Karena itu, mau tidak mau aturan ini harus diberlakukan. Menakertrans memang meniadakan syarat bahasa Indonesia itu. Tetapi tidak untuk Jatim. Jadi silahkan masuk ke Indonesia. Tetapi khusus ke Jatim jangan,” tegas orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut. (mdr/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News