Kejagung Berpotensi Merusak Nama Prabowo, Semua Fraksi DPR Pertanyakan Kasus Tom Lembong

Kejagung Berpotensi Merusak Nama Prabowo, Semua Fraksi DPR Pertanyakan Kasus Tom Lembong Jaksa Agung (Jagung) S.T Burhanuddin didampingi jajarannya saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Palemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024). Foto: RM.id

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Kasus pemeriksaan Thomas Trikasih Lembong atau oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat kritik dari semua fraksi di Komisi III DPR RI. Apalagi Kejaksaan langsung menahan .

Dalam pandangan yang mengemuka, para anggota DPR RI itu menilai bahwa langkah Kejagung memeriksa dan menahan itu berpotensi merusak nama baik Presiden Prabowo karena masyarakat akan beranggapan bahwa Prabowo menggunakan hukum sebagai alat politik.

Baca Juga: Disebut Gibran dalam Debat Cawapres, Simak Sosok Tom Lembong Co-Captain Timnas AMIN

"Terkesan terburu-buru Pak Jaksa Agung, dalam artian proses hukum, publik harus dijelaskan dengan detail konstruksi hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Pak Jaksa Agung jangan sampai kasus ini menggiring opini yang negatif kepada publik dan beranggapan pemerintahan Pak Prabowo Subianto menggunakan hukum sebagai alat politik," tegas Anggota Komisi III DPR Muhammad Rahul mewakili Fraksi Gerindra dalam rapat kerja dengan Kejagung di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

adalah mantan Menteri Perdagangan (periode 2015-2016) pada era Presiden Jokowi. Namun ia berseteru berat dengan Gibran Rakabuming Raka saat debat Pilpres 2023. Saat itu Gibran merendahkan Calon Wakil Presiden A Muhaimin Iskandar yang berpasangan dengan Annies Baswedan. Gibran mempertanyakan bahwa Muhaimin menyontek materi debatnya dari . Saat itu memang menjadi tim Anies-Muhaimin. Terutama konsultan debat.

pun kemudian buka suara. Bahwa Jokowi pun juga menyontek dari saat debat pilpres melawan Prabowo Subiannto. Karena merupakan salah satu tim pemenangan Jokowi dalam Pilpres sebelumnya.

Para ahli hukum menillai Kejaksaan Agung (Kejagung) memproses kasus dugaan korupsi impor gula Tom Lembang karena balas dendam politik. Maklum, pada era Presiden Jokowi banyak yang beranggapan bahwa hukum dijadikan alat politik.

Muhammad Rahul mengatakan Kejagung dalam memproses kasus seperti tidak profesional. Ia minta Kejagung harus profesional dalam menangani perkara.

Legislator dari Dapil Riau itu mengingatkan Kejagung harus menjelaskan pelaksanaan tugas dan penegakan hukumnya harus selaras dengan cita-cita politik hukum pemerintahan sekarang.

"Indonesia memerlukan persatuan Indonesia yang kuat tetap menjunjung tinggi tegaknya hukum," tegas Rahul seperti dilansir Rakyat Mereka.

Sikap politik senada disampaikan Fraksi PKS, M. Nasir Djamil. Ia mengatakan bahwa dalam pidana terdapat doktrin asas pembuktian. Dia melihat Kejagung dalam memaparkan terkait bukti kasus dugaan korupsi itu masih lemah.

"Bukti dalam pidana itu harus lebih terang dari cahaya, saya pikir kita tahu semuanya kenapa? Karena memang bangunan hukum ini bangunan yang sangat spesifik, tidak semua orang bisa mengakses bangunan hukum ini, hanya orang-orang tertentu yang bisa mengakses. Oleh karena itu penegakan hukum yang berkeadilan, humanis, akuntabel, transparan, dan modern itu menjadi semacam harapan bagi masyarakat," jelas Nasir.

Anggota DPR asal Aceh itu mengingatkan penegakan hukum juga harus menjunjung tinggi aspek keadilan. Termasuk yang dilakukan Kejagung terhadap .

"Dalam kasus yang disampaikan oleh Saudara Rahul tadi misalnya, kasus yang menimbulkan banyak pertanyaan di tengah masyarakat," tegasnya.

Nasir mempertanyakan mengapa Kejagung memanggil dan langsung melakukan penahanan.

"Itu menimbulkan spekulasi publik dan itu kemudian ya dikhawatirkan, mencederai citra Presiden Prabowo Subianto yang ingin menegakkan hukum seadil-adilnya," ungkap Nasir.

Hinca Pandjaitan yang mewakili Fraksi Partai Demokrat mengatakan bahwa pihaknya banyak menyerap aspirasi dari masyarakat bahwa kasus sarat dengan nuansa politik. Dia meminta Kejagung untuk profesional dalam mengusut kasus ini.

"Kami merasakan mendengarkan percakapan di publik penanganan, penangkapan kasus itu, sarat dengan dugaan balas dendam politik. Itu yang kami dengarkan itu yang kami rekam. Karena itu kami sampaikan harus dijelaskan ini kepada publik lewat Komisi III ini supaya betul-betul kita dapatkan sekarang," kata Hinca.

Begitu juga Fraksi Nasdem. Rudianto Lallo yang mewakili Nasdem mengingatkan Kejagung bahwa hukum seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan. Dia mencium kasus itu berbanding terbalik dengan asas tersebut.

"Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba dinyatakan tersangka. Tentu memunculkan persepsi di publik, apakah kasus ini murni penegakan hukum atau jangan-jangan kasus ini orderan, pesanan? Karena yang kita takutkan adalah muncul persepsi di publik, persepsi di masyarakat bahwa penegakan hukum ini selalu tendensius. Hanya menarget orang-orang tertentu, menarget kasus lama. Nah, itu kita tidak mau, Pak. Saya percaya, Pak Jaksa Agung selalu meluruskan dan memurnikan penegakan hukum," kata Rudianto.

Ia juga menekankan Kejagung banyak memproses kasus kelas kakap tetapi sifatnya represif sensasional.

"Heboh luar biasa tetapi kadang dalam proses penanganannya orang-orang yang disebut aktor terlibat kadang-kadang dipersempit, bukan diperluas," jelasnya.

Mewakili Fraksi PAN, Sarifuddin Sudding berharap jangan sampai Kejagung tebang pilih dalam kasus yang menjerat .

"Semua pihak yang terlibat dalam kasus itu harus mendapat perlakuan yang sama jangan ada proses seleksi, Pak Jaksa Agung," kata Sudding.

Dari Fraksi PKB, Abdullah mempertanyakan keseriusan dan keprofesionalan Kejagung dalam mengusut kasus dugaan korupsi ini.

"Jangan menindaklanjuti kejahatan tersebut hanya karena ada pesanan atau ada dorongan dari orang luar," ujarnya.

Baggaimana tangaapan Jaksa Agung ST Burhanuddin? Ia tak menjelaskan secara rinci soal dasar hukum impor gula yang menyebabkan menjadi tersangka. Dia hanya mengatakan penetapan tersangka dalam kasus impor gula telah melalui proses dan tahapan yang rigid. Dia juga mengatakan penetapan seseorang untuk dijadikan tersangka bukan hal yang mudah.

“Kami hanya Yuridis dan itu yang kami punya. Untuk menetapkan orang menjadi tersangka itu tidak mudah,” kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.

Burhanuddin juga menyampaikan pihaknya telah melalui proses serta tahapan yang rigid saat menetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi impor gula. “Tidak mungkin kami menentukan orang lain menjadi tersangka tanpa melalui proses. Ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” kata dia seperti dilansir Tempo.

Dia memastikan apa yang telah dilakukan tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dalam menangani kasus impor gula tersebut dengan cara hati-hati. “Untuk detilnya nanti bisa Pak Jampidsus yang menjelaskan,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO