
NGAWI,BANGSAONLINE.com - Puluhan orang menggelar aksi demonstrasi di halaman gedung DPRD Kabupaten Ngawi pada Kamis (16/1/2025).
Aksi ini dilakukan untuk menuntut keadilan atas kasus meninggalnya seorang wanita setelah menjalani operasi cabut gigi.
Nira Pranita Asih, warga Desa Gendingan, Kecamatan Widodaren, meninggal dunia pada April 2024 setelah menjalani operasi cabut gigi di salah satu klinik pada akhir tahun 2023. Pasca operasi, Nira mengalami infeksi yang berujung pada kematiannya.
Merasa ada unsur kelalaian, keluarga Nira melaporkan dokter yang menangani operasi tersebut ke pihak kepolisian dengan dugaan malapraktik.
Namun, hampir satu tahun setelah laporan dibuat, Polres Ngawi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus ini.
Terbitnya SP3 inilah yang memicu aksi demonstrasi di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi.
Kuasa hukum keluarga Nira, Bibih Hariadi, menyatakan terdapat kejanggalan dalam penerbitan SP3.
Menurut Bibih, SP3 dikeluarkan berdasarkan rekomendasi Majelis Disiplin Profesi (MDP) yang menyebutkan tidak ada pelanggaran prosedur dalam operasi tersebut.
“Penyidik sebenarnya telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk membuktikan adanya kelalaian,” ujar Bibih.
Aksi protes setelah terbitnya SP3 atas dugaan kasus malapraktik dokter gigi di Ngawi. Bibih juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan melanjutkan langkah hukum.
Mereka berencana mengadukan kasus ini ke Polda Jawa Timur, Propam Polda, Irwasda, Irwasum, hingga Mabes Polri. Selain itu, praperadilan atas SP3 juga akan diajukan ke Pengadilan Negeri Ngawi.
“Kami keberatan. Seolah-olah rekomendasi kode etik memiliki kedudukan lebih tinggi daripada hukum yang berlaku. Kami akan terus berjuang demi keadilan,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua DPRD Kabupaten Ngawi, Yuwono Kartiko, menyatakan bahwa pihak legislatif memiliki keterbatasan dalam menangani kasus hukum. Namun, DPRD berkomitmen untuk membantu melalui jalur yang tersedia.
“Sebagai bentuk empati dan dukungan, kami akan mengomunikasikan kasus ini ke Komisi III DPR RI. Namun, langkah tersebut adalah batas maksimal yang dapat kami lakukan mengingat keterbatasan wewenang kami,” ujarnya