BANGSAONLINE.com – Cerita ini merupakan kelanjutan dari bagian satu dan dua yang berjudul, “Pengalaman Tersesat di Gunung Arjuna: Gara-Gara Rasa Penasaran? (1)” dan “Pengalaman Tersesat di Gunung Arjuna: Jalurnya Hilang? (2)”.
Agar paham dengan alur cerita, maka kami sarankan untuk membaca dari bagian satu di sini.
Baca Juga: Pengalaman Tersesat di Gunung Arjuna: Jalurnya Hilang? (2)
Sebelum summit
Saya tidak ingin melewatkan indahnya Lembah Kidang begitu saja. Oleh karena itu, kami memutuskan berhenti sejenak sambil menikmati pemandangan yang begitu luas.
Untuk menuju Puncak Ogal-agil (nama puncak Gunung Arjuna), masih dibutuhkan waktu kurang lebih 4 jam dari Lembah Kidang. Itu estimasi kami, sebagai pendaki yang jalannya seperti, keong.
Baca Juga: 4 Istilah Lucu Para Pendaki saat di Gunung
Jalurnya sudah pasti naik turun. Seingat saya terdapat empat bukit, atau mungkin lebih tepat disebut gundukan untuk menuju Puncak Ogal-agil. Gundukan pertama, kedua, ketiga (Pasar Setan), dan gundukan keempat (puncak).
Empat gundukan itu memang menjadi PR, karena nanti waktu turun dari puncak, kami masih harus naik turun gundukan itu lagi.
Singkat cerita, kami telah berhasil sampai di gundukan ke tiga, yakni tempat yang disebut orang-orang Pasar Setan. Di gundukan ini juga terdapat petilasan, yang hingga saat ini saya belum tahu, itu petilasan siapa.
Baca Juga: Baru Pertama Mendaki Gunung? Siapkan 5 Hal ini Sebelum Berangkat
Puncak!
Akhirnya, kami berhasil sampai di Puncak Ogal-agil, puncak tertinggi Gunung Arjuna. Alhamdulillah.
Baca Juga: Bolehkah Menggunakan Celana Jeans saat Mendaki Gunung?
Terkait rasa penasaran saya sebelumnya, pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa kemungkinan orang-orang yang tersesat karena bingung mencari jalan saat di Lembah Kidang. Mengingat Lembah tersebut sangat luas dan saat itu masih dipenuhi semak belukar.
Karena dari pos 1 hingga pos 3, jalurnya hanya satu, dan sangat jelas. Sehingga sangat kecil kemungkinan orang tersesat.
Setelah mengabadikan momen dan menikmati camilan, kami langsung bergegas untuk turun, karena waktu tengah menunjukkan pukul 4 sore, yang berarti tak lama lagi matahari akan terbenam.
Baca Juga: Mengapa Disarankan untuk Tidak Mendaki di Malam Hari?
Seperti yang saya katakan sebelumnya. Gundukan ini memang benar-benar menjadi PR, kita masih harus naik lagi untuk turun dari puncak.
Saya benar-benar lelah, karena hanya saya dan Nyoman yang membawa perbekalan summit hingga sampai puncak. Tak hanya itu, semua peralatan termasuk tenda juga saya bawa sampai puncak. Karena Erwan, sebagai tim yang lebih tua meminta agar semua peralatan dibawa. Ia khawatir barang hilang jika ditinggal.
Saat akan turun dari puncak, saya melihat ada jalur lain di gundukan ke tiga, yakni jalur melipir sehingga tidak perlu naik gundukan tersebut. jalur itu tampak jelas sekali, melipir dari samping gundukan ke tiga hingga sampai di gundukan ke dua.
Baca Juga: Rawan Bencana, Bolehkah Mendaki Gunung di Musim Hujan?
No debat, ini bonus! langsung saja saya lewat sana. Saat itu, saya berada di posisi paling depan dan Nyoman tepat di belakang saya.
“Nang ndi, Thon? (Kemana, Thon)?” tanya Nyoman.
“Melipir, Nyo. Ini ada jalan melipir, gak perlu lewat Pasar Setan (gundukan ke tiga),” jawab saya.
Baca Juga: Cara Packing Carrier, Tak bikin Pegal dan Antibasah Saat Hujan
Nyoman setuju, dan mengikuti saya. Di tengah perjalanan saat melipir, tiba-tiba Erwan teriak.
“Thon! Sulthon! Nang ndi!? Ayo balik!” teriak Erwan.
“Loh ayo, Mas. Tak enteni kene, (tak tunggu sini),” sahut saya kepada Erwan.
Baca Juga: Sering Dianggap Sama, ini Perbedaan Gunung dan Bukit yang Perlu Diketahui
Toh saya lebih dulu dari Erwan. Sedangkan dia masih jauh di belakang, bahkan saya sudah di tengah perjalanan melipir melewati gundukan ke tiga. Tapi dia tidak peduli dengan jawaban saya. Yang dia mau, saya harus kembali saat itu juga. Kenapa? Karena ternyata, dia melihat saya sedang berjalan menuju jurang!
Saya tidak sedang pergi ke jurang! Saya berjalan melewati jalur yang jelas, dan jalur ini benar-benar nampak. Buktinya? Nyoman setuju dan mengikuti saya. Benar, dia juga melihat jalurnya!
Karena Erwan masih marah-marah. Pada akhirnya Nyoman memutuskan untuk mengalah dan memilih untuk putar balik. Baiklah, tidak masalah. Saya akan tetap melanjutkan lewat jalur ini, toh sebentar lagi sampai.
“Thon! Cepet balik!” teriak Erwan lagi.
“Loh ayo, Mas. Nek balik yo tak enteni kene (kalau balik ya tak tunggu sini),” jawaban saya tetap sama.
“Kon lapo nang jurang iku!? (kamu ngapain ke jurang!?)” tanya Erwan dengan nada tinggi.
Saya bingung, apa yang dimaksud Erwan. Tapi saya tidak ingin berdebat lebih lama, dan saya akan menuruti perkataannya.
Lantas, apa yang terjadi? Setelah saya balik badan, tiba-tiba jalur yang saya lalui hilang dan tertututup pepohonan! Bingung? Sudah pasti! Seketika saya berzikir, karena saya paham betul keadaan itu. Ini sangat tidak wajar.
“Ampun, Mbah. Ampun,” ucap saya dalam hati.
Yang bisa saya lakukan saat itu hanyalah menerobos jalan yang tertutup pepohonan. Untungnya pepohonan itu tidak tinggi, sehingga saya masih bisa melihat posisi Erwan dan Nyoman.
Tidak hanya itu. Hal aneh lainnya adalah, tiba-tiba posisi saya berada di belakang. Padahal, Erwan belum jalan sama sekali, dan saya sudah berjalan jauh di depan Erwan.
Nyoman melihat wajah saya dengan tatapan heran. Seakan dia tahu, ada hal aneh yang terjadi pada diri saya.
“Ono opo, Thon? (ada apa),” tanya Nyoman perlahan, setelah saya berhasil kembali ke jalur utama.
“Sek, engkuk ae ceritane (sebentar, nanti saja ceritanya),” jawab saya berbisik.
Kami melanjutkan perjalanan dengan suasana hening. Dan saya, tidak berani menceritakan apa yang terjadi saat masih di lokasi tersebut.
Setelah sampai bawah, baru saya berani menceritakan apa yang saya alami saat di Pasar Setan. Bagaimana tanggapan Erwan? Ternyata ia bercerita bahwa saat itu Erwan melihat saya sedang berjalan menuju jurang.
Saya jadi berpikir, apakah saya melakukan kesalahan? Apakah salah seseorang penasaran? Apakah rasa penasaran saya menyinggung penunggu gunung?
Yang jelas, tidak ada sedikit pun niatan menyepelekan atau merendahkan. Namun, itu semua menjadi pengalaman bagi saya. Dan yang terpenting, kami semua berhasil pulang dengan selamat. (msn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News