
GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur YLBH FT, Andi Fajar Yulianto, menyatakan bahwa perusahaan penahan ijazah karyawan yang telah resign (keluar) dapat dilaporkan dengan tuduhan tindak pidana, serta digugat perdata.
"Ruang hukum sangat terbuka lebar jika ada karyawan yang ijazahnya ditahan perusahaan setelah tak bekerja lagi dengan melaporkan tindak pidana atau gugatan perdata," ujarnya kepada BANGSAONLINE.com, Selasa (29/4/2025).
Sebenarnya, kata Fajar, polemik penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan sudah lama dilakukan secara diam-diam. Hal ini karena telah terjadi kesepakatan para pihak (dalam hal ini perusahaan dan karyawan).
"Boleh-boleh saja perusahaan memakai dalil penahanan karena adanya kesepakatan dan dianggap sebuah 'Pakta Sun Servanda'. Namun kami meyakini kesepakatan apapun bentuknya hampir pasti ini sebuah kesepakatan yang tidak seimbang baik dari segi kebatinan, maupun kemampuan," katanya.
"Dalam kondisi ini, karyawan dalam posisi yang lemah, atau perusahaan telah memanfaatkan suatu keadaan ketidakseimbangan ini, maka hal demikian perusahaan dapat digugat secara perdata melalui jalur gugatan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)," imbuhnya.
Di sisi lain, lanjut Fajar, jika penahanan ijazah terdapat unsur kesengajaan dengan melawan hak, dan nyata-nyata perusahaan tidak ada hak atas obyek tersebut, perusahaan dapat diduga keras terpenuhi unsur tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 372 KUHP.
Bahkan, bisa masuk dalam unsur tindak pidana penggelapan dengan pemberatan dalam Pasal 374 KUHP tentang penggelapan barang karena ada hubungan kerja, atau pelanggaran kepercayaan dengan ancaman pidana 4 tahun penjara.
"Belum lagi jika penahanan ijazah tersebut dengan adanya intimidasi, minta imbalan seperti uang dan ancaman lain sehingga karyawan dengan terpaksa menyerahkannya maka hal ini sangat jelas memenuhi unsur sebuah tindak pidana pemerasan sebagaimana dimaksud pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara," urai Fajar. (hud/mar)