40.000 Pejuang Indonesia Terbunuh di Surabaya, Prof Usep: Tapi para Kiai Menang Perang 10 November

40.000 Pejuang Indonesia Terbunuh di Surabaya, Prof Usep: Tapi para Kiai Menang Perang 10 November Para kiai dan nyai peserta istighatsah dan seminar pengusulan KH Abbas Abdul Jamil sebagai pahlawan nasional di Pendopo Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon Jawa Barat, Sabtu (17/5/2025). Foto: mma/bangsaonline

CIREBON, BANGSAONLINE.com – Prof Usep Abdul Matin, S.Ag, MA (Leiden), MA (Duke), Ph.D, guru besar sejarah peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkap bahwa sekitar 30.000 hingga 40.000 pejuang Indonesia terbunuh dalam pertempuran 10 November 1945 Surabaya.

“Tapi para kiai memenangkan perang 10 November 1945 di Surabaya,” ungkap Prof Usep Abdul Matin, Ph.D, dalam seminar pengusulan KH Abbas Abdul Jamil sebagai pahlawan nasional di Pendopo Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon Jawa Barat, Sabtu (17/5/2025).

Menurut Prof Usep, data itu diambil dari berita surat kabar terkemuka Amerika Serikat (AS) The New York Times yang terbit pada 12 November 1945. Jadi, berita besar tentang 40.000 pejuang Indonesia gugur dalam pertempuran 10 November 1945 itu muncul di surat kabar The New York Times, dua hari setelah peristiwa 10 November 1945 itu meletus.

Sekedar informasi, perang 10 November 1945 berlangsung selama 10 hari. The New York Times memberitakan pertempuran 10 November 1945 secara running news, yakni dari berbagai sisi dan terus menerus sesuai pekembangan peristiwa.

“Surat Kabar The New York Times (12 November 1945) mengutip para penerbang Belanda: sungai Kali Mas {lebar 20-35 meter} dipenuhi mayat orang Indonesia. Ada sekitar antara 30.000 dan 40.000 korban dari pasukan Indonesia dalam pertempuran 10 hari itu.,” ujar Prof Usep yang S2-nya lulusan dua universitas terkemuka yaitu Leiden University Belanda dan Duke University Durham, North Carolina, Amerika Serikat.

“Pasukan Inggris memulai serangan baru dari pusat kota menuju kawasan pemukiman Dermo {di tengah Kota Surabaya} untuk menyelamatkan sekitar 1.000 orang Eropa yang terjebak di sana,” tulis The New York Times saat itu, seperti dikutip Prof Usep.

Prof Usep Abdul Matin, S.Ag, MA (Leiden), MA (Duke), Ph.D, Foto: bangsaonline.

Prof Usep yang S3-nya lulusan Monash Unversity, Melbourne, Australia, itu mengungkapkan bahwa

Menurut Prof Usep, The New York Times edisi 20 November 1945 menyimpulkan bahwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya itu adalah perang besar antara Inggris {AFNEI) dan NICA melawan umat Islam yang memiliki fanatisme sangat besar terhadap agamanya (Islam).

Ini berarti pasukan Indonesia terdiri dari para santri yang dipimpin para kiai. Prof Usep menuturkan bahwa keterlibatan dan peran besar para kiai dan santri dalam pertempuran 10 November 1945 tidak hanya diberitakan surat kabar terkemuka luar negeri seperti The New York Times, tapi juga diberitakan secara terus menerus surat kabar dalam negeri seperti Kedaulatan Rakyat dan koran-koran lainnya.

Nah, diantara kiai atau ulama yang berperan penting dalam peristiwa 10 November 1945 itu adalah KH Abbas Abdul Jamil Buntet Cirebon Jawa Barat.

“Kiai Abbas Abdul Jamil salah satu komandan penting dalam perang 10 November 1945,” kata Prof Usep yang menyelesaikan S3 di Monash UniversityMelbourne Australia.

Menurut Prof Usep, Kiai Abbas adalah santri lulusan Pesantren Tebuireng yang sangat dipercaya Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Hadratussyaikh adalah pendiri NU sekaligus pendiri Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur yang dikenal luas sebagai pejuang kemerdekaan RI. Pada tahun 1964 Hadratussyaikh dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno. Begitu juga putranya, KH Abdul Wahid Hasyim, pada 1964 juga dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno.

Pertempuran 10 November 1945 pecah setelah Hadratussyaikh mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan umat Islam berjihad untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia melawan penjajah, terutama Inggris dan Belanda. Hadratussyaikh membahas Resolusi Jihad bersama para kiai Nahdlatul Ulama (NU).

Prof Usep menjelaskan kronologis meletusnya pertempuran 10 November 1945.

“Pada tanggal 6 November 1945, Sutomo, penyiar radio, menanyakan ke Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, kapan akan menyerang penjajah,” kata Prof Usep.

Menjawab pertanyaan arek Suroboyo yang namanya popular dengan panggilan Bung Tomo itu, Hadratussyaikh menyarankan, bahwa untuk menentukan hari H penyerangan terhadap penjajah agar menunggu datangnya seorang kiai dari Cirebon yaitu Kiai Abbas Abdul Jamil.

“Pada tanggal 10 November 1945 Kiai Abbas dan kontingennya tiba di Pesantren Tebuireng dan memutuskan tanggal 10 November 1945 sebagai hari H penyerangan terhadap Inggris/AFNEI/NICA,” kata Prof Usep yang bersama timnya berbulan-bulan mengumpulkan data sekaligus menulis profil Kiai Abbas Abdul Jamil.

“Sabtu menjelang fajar, 10 November 1945, Kiai Abbas Abdul Jamil, para kiai dan santri, berangkat dari Pesantren Tebuireng Jombang, ke Surabaya dengan (naik) kereta api Expres untuk melawan penjajah, sambil menyerukan tiga kali “Merdeka”. Perang terjadi selama 10 hari, mulai 10 November hingga 20 November 1945,” tambah Prof Usep.

Prof Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA. Foto: bangsaonline

Menurut Prof Usep, pengakuan internasional tentang sikap patriotik bangsa Indonesia dan konsolidasi tiga tokoh (Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, Bung Tomo dan Kiai Abbas Abdul Jamil) ini berasal dari kantor berita Belanda yaitu The Nederlands News dan sumber-sumber Belanda (Nederlands sources).

“Sumber-sumber ini menilai perang 10 hari itu sebagai organized action (tindakan terorganisasi) not accidental occurances (bukan kejadian yang tiba-tiba) yang dipimpin oleh para pemimpin ajaran Nabi Muhammad/Islam (Mohammedan religious leaders),” ujar Prof usep.

Menurut Prof Usep, Kiai Abbas Abdul Jamil bukan hanya ulama dari Pesantren Buntet tapi juga seorang nasionalis sejati yang terjun berjuang secara fisik. Selain itu Kiai Abbas juga seorang pemimpin tarikat yang punya pengaruh besar sehingga bisa menggerakkan masyarakat untuk melawan penjajah.

“Karena itu, Kiai Abbas Abdul Jamil sangat layak dianugerahi gelar pahlawan,” kata Prof Usep yang juga Ketua Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).

Menyimak pemaparan Prof Usep itu, Prof Dr Zainuddin Maliki yang juga hadir dalam acara seminar tersebu menilai bahwa Kiai Abbas Abdul Jamil sebagai pemimpin tarikat tidak hanya memotivasi jemaahnya untuk memburu surga tapi juga meggerakkan masyarakat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan RI.

Mantan anggota DPR RI yang juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu mengapresiasi upaya keras Prof Usep dalam menyusun buku profil Kiai Abbas Abdul Jamil yang banyak mencamtunkan sumber dari data primer. Sebagai akademisi, Prof Zainuddin Maliki merasakan bahwa untuk memburu data primer itu sangat sulit dan butuh biaya sangat besar. Apalagi jika sampai ke Leiden.

“Untungnya ada sponsornya. Yaitu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim,” tutur Prof Zainuddin Maliki yang disambut tawa para kiai peserta seminar.

Prof Zainuddin Maliki yang belakangan sering runtung-runtung bersama Kiai Asep dalam berbagai acara itu adalah pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Namun Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE mengelak. “Sponsornya ya Bu Doktor Khofifah Indar Parawansa,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu kepada BANGSAONLINE sembari tertawa.

Menurut Kiai Asep, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sangat peduli terhadap Kiai Abbas Abdul Jamil. “Karena, meski Kiai Abbas dari Jawa Barat tapi kiprah perjuangannya di Surabaya Jawa Timur,” kata Kiai Asep yang popular sebagai kiai miliarder tapi dermawan.

Kiai Asep menuturkan bahwa Gubernur Khofifah terus memantau perkembangan pengusulan Kiai Abbas sebagai pahlawan nasional. “Jadi Bu Khofifah sangat peduli dan perhatian sekali terhadap pengusulan Kiai Abbas sebagai pahlawan nasional,” kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu.

Seperti halnya Prof Zainuddin Maliki, Prof Kiai Asep juga memuji ketekunan Prof Usep. Bahkan Kiai Asep menilai bahwa profil Kiai Abbas yang ditulis Prof Usep itu adalah paling lengkap.

“Profil Kiai Abbas ini paling lengkap dan berdasarkan data-data primer yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Kalau yang baca buku profil ini kaum intelek, saya yakin pasti bisa memahami kualitas tulisan dan narasi yang ada dalam buku ini. Prof Usep sebagai penulis dan penyusun buku ini bisa mengkontruksi, menarasikan dengan baik dan obyektif,” kata Prof Kiai Asep Saifuddin Chalim yang mengaku lahir di Cirebon Jawa Barat itu.

Kiai Asep berharap seminar tentang perjuangan Kiai Abbas ini memiliki resonansi besar dan luas sehingga pihak terkait seperti TP2GP, Dewan Gelar dan staf kepresidenan mendengar dan tahu tentang kiprah perjuangan Kiai Abbas Abdul Jamil.

Pendapat senada disampaikan Ketua PWNU Jawa Barat KH Juhadi Muhammad. Menurut dia, perjuangan Kiai Asep sangat gigih dalam memperjuangkan kiai-kiai NU sebagai pahlawan nasional.

“Dulu Kiai Asep pernah menyampaikan kepada saya. Nanti setelah abah saya selesai kita akan perjuangkan Kiai Abbas sebagai pahlawan nasional,” ujar Kiai Juhadi Muhammad.

Kiai Juhadi Muhammad menuturkan, saat Kiai Asep memperjuangkan abahnya, KH Abdul Chalim, sebagai pahlawan sangat gigih. “Padahal waktunya sangat pendek,” kata Kiai Juhadi Muhammad. Sekitar tujuh bulan.

Tapi ternyata sukses. “Semua jalan ditempuh,” kata Kiai Juhadi lagi.

Karena itu Kiai Juhadi Muhammad sangat yakin Kiai Abbas juga lolos sebagai pahlawan nasional. Apalagi kiprah perjuangannya sudah disajikan secara lengkap dengan data-data primer.

“Tinggal menunggu kemauan politik pemerintah,” kata Kiai Juhadi Muhammad. Tentu dalam hal ini presiden.

Acara seminar ini diawali istighatsah. Acara yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB itu dihadiri para kiai-kiai Cirebon dan Jawa Barat terutama dari para dzuriah Kiai Abbas Abdul Jamil dan Pondok Pesantren Buntet Cirebon. Antara lain: KH Mustahdi Abdullah Abbas, cucu Kiai Abbas, KH Aris Nikmatullah yang kini pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren Buntet dan lainnya.

Tampak juga KH Husain Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Cirebon, Dr Saepulloh, Ketua PW Perguru Jawa Barat, Rais Syuriah PCNU Cirebon, KH Wawan Arwani Amin, Ketua PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie,

Juga Dr Achmad Rubaie Ketua Pencak Silat Tapak Suci PW Muhammadiyah Jawa Tmur, Achmad Fachruddinm Bendahara DPW PAN Jatim dan juga Muhammad Ghofirin, Sekretaris Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN).