
GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Fajar Trilksana (FT), Andi Fajar Yulianto, mengkritisi langkah polisi yang menyerahkan Kepala Desa Balikterus, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, AA (54), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus narkotika ke Badan Narkotika Nasional (BNN) Gresik untuk menjalani rehabilitasi. Ia menyayangkan keputusan tersebut.
"Walaupun Undang-Undang dan aturan menyediakan ruang untuk rehab, tapi saya menyayangkan sekali langkah Polres Gresik mengirimkan (menyerahkan) AA ke BNNK untuk direhab," ujarnya kepada BANGSAONLINE.com, Kamis (29/5/2025).
Menurut dia, tindakan AA yang diduga terlibat pesta sabu-sabu sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat negara dan kepala desa, serta merupakan bentuk pelanggaran hukum.
"Karena itu, sebuah preseden buruk ketika kasus narkoba yang menjerat AA kemudian yang bersangkutan hanya sekadar direhab oleh pihak berwajib," cetus Wakil Ketua DPD Golkar Gresik bidang hukum ini.
Fajar menegaskan bahwa AA, sebagai kepala desa, merupakan figur sentral di masyarakat dan seharusnya menjadi panutan bagi warganya.
"Sebagai kepala desa yang merupakan tokoh masyarakat, sudah seharusnya menjadi panutan dan suri tauladan dalam perbuatan serta integritasnya," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menilai tindakan AA dalam mengonsumsi sabu telah mencederai moral dan termasuk dalam kategori perbuatan tercela.
"Seyogianya AA segera mengajukan pengunduran diri secara hormat sebagai Kepala Desa Balikterus dan tidak melanjutkan kepemimpinannya, karena telah nyata melakukan perbuatan melawan hukum dan tercela," pungkasnya.
Sementara itu, Kasatresnarkoba Polres Gresik, Iptu Joko Suprianto, dalam rilis di Mapolres Gresik menyebutkan bahwa AA dijerat Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. Namun, pihak kepolisian memutuskan untuk menyerahkan AA ke BNN Gresik agar menjalani rehabilitasi.
"Keputusan ini berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 serta hasil asesmen awal yang merekomendasikan rehabilitasi sebagai pengguna, bukan pengedar," terang Joko.
Pertimbangan lainnya adalah jumlah barang bukti narkoba yang kecil, status AA sebagai pengguna non-residivis, serta tidak adanya indikasi keterlibatan dalam jaringan peredaran narkoba. (hud/mar)