
KEDIRI, BANGSAONLINE.com – Laman resmi Kemdikbud menyebutkan bahwa Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno, lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901. Namun dalam diskusi kebangsaan pada malam tasyakuran hari lahir Bung Karno, di Situs Persada Soekarno Ndalem Pojok Kediri, dihasilkan kesimpulan bahwa Putra Sang Fajar tersebut lahir pada 6 Juni 1902 di Ploso, Jombang, Jawa Timur.
Dalam diskusi itu diungkapkan, bahwa berdasarkan data dan buku yang beredar, ada beberapa catatan yang berbeda-beda.
Ada yang menyatakan Bung Karno lahir di Blitar, ada yang menyebut di Surabaya, dan ada yang menyebut di Ploso Jombang. Begitu pula mengenai tahun kelahirannya, ada yang menyebut 1900, 1901, dan 1902.
Ari Hakim LC, moderator diskusi yang digelar pada Jumat (6/6/2025) malam, mengatakan bahwa diskusi berjalan baik tanpa ada perdebatan, karena data dan dokumen yang menyatakan Soekarno lahir pada 6 Juni 1902 di Jombang cukup kuat.
"Maka di akhir diskusi, kami simpulkan dan kami bacakan bahwa Bung Karno lahir 6 Juni 1902, di Ploso Jombang," kata Ari.
Dalam diskusi ini ada empat narasumber, yaitu Dian Sukarno, penulis buku Triligi Spiritualitas Bung Karno; Arif Yulianto, tim ahli Cagar Budaya Jombang; Ki Wisnu Ardianto, keluarga Bung Karno Blitar; dan Binhad Nurohmad, Inisiator Titik Nol Soekarno.
Dian Sukarno menceritakan perjalannya dalam menulis sejarah Soekarno. Mulai dari Kediri, Jombang, Surabaya, Mojokerto, Bandung, hingga Bali. Kemudian, Ki Wisnu mengungkapkan bahwa dirinya pada tahun 1980-an memang pernah mendengar kabar Bung Karno lahir di Ploso, kendati Wisnu cenderung netral dan tidak memihak Jombang maupun Surabaya.
Sementara Arif Yulianto, langsung memaparkan hasil kajian Tim Ahli Cagar Budaya Jombang yang telah merekomendasikan situs kelahiran Soekarno di Ploso Jombang.
Pembicara terakhir, Binhad, dengan membawa satu koper data, mengungkapkan sejumlah bukti berupa foto dan data-data Bung Karno lahir di Ploso, yang menurutnya waktu itu memang Ploso masuk wilayah Surabaya.
Data-data yang disampaikan para narasumber sangat detail dan tidak ada pihak yang membantah. Apalagi selain dokumen ITB dan tulisan tangan Ayah Bung Karno menyebutkan Soekarno lahir 6 Juni 1902 dan ditunjukkan foto tokoh yang menggendong bayi Soekarno dan yang mengubur ari-ari Bung Karno, sehingga semua data sangat jelas.
Muncul pertanyaan dari Kepala Bidang Sejarah Purbakala Disparbud Kabupaten Kediri, Eko Priyatno, yang menanyakan perihal tanggapan putra-putri Soekarno atas temuan ini.
"Lalu bagaimana dengan putra-putri Bung Karno?" tanya Eko yang hadir mewakili Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kediri.
Eko mengaku mendukung kajian ini, kendati ia berpesan atas nama pribadi bukan mewakili pemerintah.
Atas pertanyaan ini, Binhad mengungkapkan bahwa dirinya bersama Pemerintah Kabupaten Jombang sudah menemui Guruh Soekarno Putra selaku Ketua Yayasan Bung Karno di Jakarta.
"Kami sudah menghadap Mas Guruh, menyampaikan hasil kajian kami dan sempat terjadi perdebatan. Kemudian Mas Guruh menyampaikan bahwa pihaknya status quo," kata Binhad.
Artinya, sementara Mas Guruh tidak memihak, tidak membenarkan, juga tidak menyalahkan. Atas tanggapan Guruh Soekarno ini, menurut Binhad, kemudian Tim Jombang minta pandangan pakar sejarah nasional, Prof. Anhar Gongong, yang sempat menengok ke rumah kelahiran Bung Karno di Ploso Jombang.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ketua Harian Situs Persada Sukarno Kediri, Kushartono, yang turut mendampingi Prof. Anhar saat berkunjung ke Ploso.
"Waktu itu Prof. Anhar hadir di rumah kelahiran Bung Karno bersama Roso Daras. Beliau berdua menyatakan kalau memang kajian tim ahli sudah kuat, ya silakan ditetapkan saja," ucap Kushartono, menirukan ucapan Prof. Anhar.
Rangkaian Tasyakuran Hari Kelahiran Bung Karno di Kediri juga diisi dengan doa bersama lintas agama untuk bangsa dan negara, selamatan, santunan anak yatim dan fakir miskin, dan diakhiri dengan diskusi kebangsaan. (uji/msn)