Pelarangan Sound Horeg Dinilai Rugikan Masyarakat

Pelarangan Sound Horeg Dinilai Rugikan Masyarakat Ilustrasi. Foto: Instagram

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pelarangan jasa persewaan sound system yang dikenal sebagai sound horeg dinilai berdampak sosial cukup besar, khususnya bagi masyarakat bawah. Larangan tersebut berpotensi menambah angka pengangguran dan menghilangkan sumber penghasilan bagi pengusaha hingga para karyawan.

David Steven, selaku pemilik Blizzard Audio, menyebut di Kabupaten Malang saja terdapat sekitar 1.200 pelaku usaha sound system, dan tiap pelaku usaha mempekerjakan setidaknya 10 orang.

“Kalau ditambah anak dan istri, yang kehilangan nafkah dari pelarangan sound horeg ini bisa puluhan hingga ratusan ribu orang. Ini hanya di wilayah Kabupaten Malang,” ujarnya, Minggu (27/7/2025).

Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu menyatakan kesiapan untuk dibina, dan menyatakan selama ini kegiatan hiburan menggunakan sound horeg berlangsung secara kondusif dan terbatas di jalan kampung. Namun setelah terbitnya fatwa haram dari MUI Jawa Timur, Polda Jatim mengeluarkan imbauan pelarangan.

Kendati demikian, dampaknya di Kabupaten Malang dinilai tidak terlalu signifikan. Sebab masyarakat setempat tetap menerima keberadaan sound horeg sebagai hiburan murah meriah, bahkan pemesanan masih penuh hingga bulan November.

“Pasca adanya fatwa MUI Jatim dan imbauan pelarangan dari Polda Jatim, setidaknya sudah ada 4 pembatalan order. Saya berharap ini tidak berlanjut, kasihan para karyawan yang hidupnya bergantung dari bisnis ini,” kata pria yang meneruskan usaha keluarganya sejak 1971.

Secara terpisah, Gus Kholili Kholil, pengasuh Pondok Pesantren Al Amiroh di Bangil, Kabupaten Pasuruan, menilai bahwa sound horeg merupakan bagian dari kreativitas lokal masyarakat Jawa Timur. 

Menurut dia, jika kekuatan suara dianggap berlebihan, masih bisa diatur sesuai kebutuhan. Ia beranggapan, fatwa haram terhadap sound horeg perlu dijelaskan secara rinci agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

“Fatwa haram itu berlaku pada pihak yang meminta fatwa, tidak berlaku mengikat secara umum untuk seluruh umat Islam. Tetapi lebih sebagai panduan moral dan etika yang sifatnya anjuran,” ucap alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, itu. (mdr/mar)