Labuhan Kuning Bangkalan Bangkit Lewat Wisata Mangrove dan Energi Konservasi PHE WMO

Labuhan Kuning Bangkalan Bangkit Lewat Wisata Mangrove dan Energi Konservasi PHE WMO Andy Ermawati dan Kiki Rizki dari K3S Kalimantan dan Sulawesi, mengambil sampel daun mangrove yang digunakan sayur atau lalapan, saat melakukan kunjungan lapangan dan Lokakrya PPM 2025, di lokasi Wisata Mangrove Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Rabu (22/10/2025).

BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Suara ombak kecil menyapa pesisir Labuhan Kuning, Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu. Di bawah rindang pohon cemara, aroma laut kini berpadu dengan wangi kopi dari warung sederhana milik Sa’diyah (70), warga setempat yang kini menikmati hidup baru berkat transformasi pesisir desanya.

12 tahun lalu, pantai di belakang rumah Sa’diyah hanyalah hamparan pasir kusam penuh sampah. Ia hidup dari menjual ikan, berangkat dini hari ke pasar Tanjung Bumi dan Banyuates demi menghidupi tiga anaknya setelah ditinggal suami. Pendapatannya tak lebih dari Rp200 ribu per hari, dengan perjalanan berjam-jam yang melelahkan.

“Kalau berangkat pagi, bisa pulang siang. Kalau tidak kuat jualan, ya tidak makan,” kenangnya.

Namun sejak 2014, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) West Madura Offshore (WMO) bersama SKK Migas melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) menggulirkan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di pesisir Labuhan Kuning. Kawasan kumuh itu disulap menjadi ekosistem mangrove dan terumbu karang yang kini menjadi destinasi wisata edukatif.

“Kami berkomitmen menjaga keseimbangan antara produksi energi dan kelestarian alam. Konservasi keanekaragaman hayati menjadi fokus kami, terutama di daerah pesisir yang kritis,” kata Manager Field PHE WMO, Nofrie Nianta Charitapermana.

Mahasiswa Universitas Palacky Cekoslovakia, melakukan penanaman mangrove dan bersih bersih sampah, Labuhan Mangrove kini menajdi laboratorium mangrove untuk riset biodiversitas dan energi berkelanjutan, Selasa (24/09/2024).

Lebih dari 70.000 bibit mangrove ditanam, terumbu karang ditransplantasi, dan pelatihan pembibitan digelar, alhasil, air laut yang dulunya keruh kini jernih, ikan kembali, dan burung migran rutin singgah setiap musim. 

Program ini bukan hanya menanam pohon, tetapi juga menanam harapan dan semangat tumbuh bersama.

Moh. Sahril (54), Ketua Pokdarwis Payung Kuning, mengelola kawasan konservasi ini menjadi wisata mangrove. Ia bersama warga membangun jembatan bambu, homestay, dan pelatihan pemandu lokal.

“Sebelas tahun lalu saya pesimis tempat ini bisa seperti sekarang. Tapi setelah PHE WMO membantu, saya sadar: di tanah sendiri pun bisa sejahtera,” ujarnya.

Saat ini, Labuhan Kuning menjadi destinasi favorit pelajar, peneliti, dan wisatawan dari berbagai daerah hingga luar negeri. Bahkan peneliti dari Belanda, Bas van Balen, telah tiga kali datang meneliti burung migran seperti raja udang biru, cucak kutilang, dan trinil dari Siberia.

Dampak konservasi juga terasa di darat. Para ibu mengolah mangrove menjadi kopi dan urap, lalu menjualnya secara daring. 

Sa'diyah saat melayani pengunjung di area wisata mangrove, menjadi simbol kemandirian perempuan pesisir, sebagai wujud dampak ekonomi dari konservasi mangrove dan terumbu karang yang diinisiasi oleh PHE WMO.

Sa’diyah kini meraup omzet Rp300-800 ribu per hari, bahkan mencapai Rp15-20 juta per bulan. Rumahnya pun disulap menjadi homestay bagi peneliti dan mahasiswa.

“Sekarang saya kerja dari jam tujuh pagi sampai empat sore. Tidak seberat dulu, tapi rezekinya malah lebih banyak,” ujarnya sembari tersenyum.

Hari ini, ia dan para pedagang di area wisata Labuhan Mangrove menatap laut yang bersih dan tenang. Di matanya terpantul cahaya jingga yang menembus celah mangrove, seolah menjadi simbol energi yang tak pernah padam.

“Sekarang laut ini bukan lagi tempat saya mengais nasib, tapi tempat saya bersyukur,” tuturnya lirih.

Labuhan Kuning telah menjadi bukti bahwa Energizing Indonesia bukan sekadar slogan, tapi napas kehidupan yang nyata. Energi itu mengalir dari akar mangrove hingga ombak, dari tangan perempuan tua hingga semangat anak muda, dari bumi Madura hingga ke seluruh Indonesia.

“PHE WMO memberikan energi baru bagi kehidupan warga Labuhan. Bukan hanya pemberdayaan ekonomi, tapi juga pendidikan dan keberlanjutan lingkungan,” ucap Sahril.

Kolaborasi antara SKK Migas-PHE WMO dan KKKS Kalimantan dan Sulawesi bersama warga Labuhan menumbuhkan energi dari akar, Rabu (22/10/2025).

Pemerintah Desa Labuhan menetapkan wilayah ini sebagai Desa Wisata Mangrove melalui Perdes Nomor 45/433.408.12/VII/2022. Ekosistem laut, darat, dan udara menyatu, menjadikan kawasan ini ruang hidup bagi semua makhluk dan ruang belajar bagi manusia.

Peneliti dari ITS, Farid Kamal Marzuki, mengapresiasi inisiatif PHE WMO.

“Pertumbuhan terumbu karang sangat pesat. Tapi ke depan, perlu terumbu karang buatan dari bahan beton yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas elemen (pemerintah, akademisi, masyarakat, media, dan korporasi) agar semangat Energizing Indonesia benar-benar menjadi energi bersama untuk masa depan.

“Menjaga lingkungan tidak bisa dilakukan satu pihak. Kapasitas pengelola wisata juga harus ditingkatkan agar bisa melakukan monitoring mandiri,” pungkasnya. (uzi/mar)