GRESIK,BANGSAONLINE.com-Pemotongan Dana Transfer Daerah Dianggap Mengancam Layanan Publik, Ning Lia Desak Pemerintah Pusat Tinjau Ulang
Pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat dinilai dapat mengganggu layanan dasar di daerah.
Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, meminta pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan tersebut saat berkunjung ke UPT SDN 13 Gresik pada Rabu (19/11/2025).
Dalam kunjungan itu, Ning Lia meninjau proses pendidikan inklusi dan menemukan beberapa anak kehilangan status Penerima Bantuan Iuran (PBI) akibat pemotongan anggaran.
“Alokasi TKD Kabupaten Gresik terpotong Rp571 miliar bisa berpotensi mengancam kualitas layanan publik, terutama sektor pendidikan dan jaminan kesehatan bagi kelompok rentan,” kata Ning Lia.
Ia menilai pemotongan TKD mengganggu stabilitas fiskal daerah dan berdampak langsung pada layanan non-infrastruktur seperti pendidikan inklusi.
Ning Lia mencontohkan SDN 13 Gresik yang terpaksa membatasi penerimaan anak berkebutuhan khusus (ABK) karena anggaran terbatas dan kurangnya guru pendamping khusus.
“Tidak bisa semua daerah dipukul rata. Kepala daerah pasti berpikir bagaimana strategi agar jangan sampai di akhir tahun tidak ada dana untuk kondisi darurat,” ujar Lia Istifhama, senator terpopuler Jawa Timur versi ARCI.
Ia menegaskan bahwa dana mengendap di daerah merupakan bentuk kehati-hatian fiskal, bukan ketidakefisienan.
Di sektor sosial, pemotongan TKD turut berdampak pada jaminan kesehatan warga miskin yang sebelumnya ditanggung PBI.
“Implikasi pemotongan TKD sangat nyata. Warga yang sebelumnya sudah di-cover, kini terancam kehilangan jaminan kesehatan. Ini menjadi problem sosial kita bersama,” tegas Ning Lia.
Ning Lia menilai kebijakan pemotongan TKD harus ditinjau ulang karena berpotensi mengurangi anggaran pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar lainnya.
Ia mendorong Presiden Prabowo Subianto dan kementerian terkait membuka dialog dengan daerah dan mengevaluasi indikator penganggaran yang digunakan.
“Meningkatkan kualitas SDM adalah pondasi negara. Jangan sampai pendidikan inklusi dan kesehatan masyarakat menjadi korban kebijakan fiskal yang tidak mempertimbangkan kondisi lapangan,” pungkas putri KH Maskur Hasyim tersebut.
Kepala SDN 13 Gresik, Sri Endriana, menyampaikan bahwa kebutuhan pendidikan ABK sangat kompleks dan membutuhkan SDM serta fasilitas memadai.
“Pemindahan kewenangan dari provinsi ke kabupaten juga membuat beberapa pos bantuan hilang. Sedangkan kami diwajibkan menerima inklusi namun tidak ada penganggaran BOS, padahal untuk menangani anak inklusi ini sangat dibutuhkan SDM dan fasilitas penunjang,” tandasnya. (mdr/van)













