Ilustrasi. Foto: Ist
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Para pecandu atau penyalahguna narkoba tetap memiliki keleluasaan untuk mengajukan tahapan rehabilitasi, meski tertangkap tangan dengan barang bukti narkotika. Rehabilitasi narkoba merupakan salah satu upaya pengobatan dari ketergantungan, sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 pasal 1 angka 13.
Upaya rehabilitasi dilakukan melalui assessment BNN sebagai leading sector penanganan narkoba. Balai Besar Rehabilitasi BNN (Babes Rehab BNN) melayani pecandu yang datang secara sukarela maupun yang berkasus hukum setelah ditangkap kepolisian.
Kasus terbaru terjadi pada FD (18), warga Wonokusumo Jaya, Surabaya, yang ditangkap Satresnarkoba Polres Mojokerto pada 30 Oktober 2025. Seperti diberitakan sebelumnya, pihak keluarga sempat meminta FD dilepas, namun Panti Rehabilitasi Al-Kholiqi menyarankan agar tetap menjalani rehabilitasi.
“Iya mas, saya diperintah oleh Pak Eriek selaku Kasatresnarkoba Polres Mojokerto untuk komunikasi. Jadi FD itu kami rehab selama 3 hari sedangkan untuk biaya rehabilitasi bukan Rp20 juta tapi di bawah Rp10 juta,” kata Aris Teguh, Divisi Hukum Panti Rehabilitasi Al Kholiqi.
BANSAONLINE.com kemudian mempertanyakan prosedur rehabilitasi yang seharusnya berdasarkan hasil asesmen terpadu (TAT). Asesmen TAT sangat penting karena menentukan apakah pelaku termasuk pecandu yang wajib direhabilitasi, atau pelaku kejahatan yang harus dipenjara.
Asesmen ini merujuk pada peraturan bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNN.
“Jadi untuk pelaku yang ditangkap oleh Polres Mojokerto Kabupaten untuk assessment tidak masuk ke kami. Yang masuk ke kami adalah hanya Polres Mojokerto Kota, kalau Kabupaten harusnya masuk assessment ke BNNP Jatim (provinsi) Surabaya Tandes,” ucap Humas BNNK Mojokerto, Badrun.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Panti Rehabilitasi Al-Kholiqi belum memberikan jawaban resmi apakah FD telah melalui asesmen TAT dari BNNP Jatim. (rus/*)













