Dosen dan mahasiswa ITS memberikan pelatihan cara kerja serta perawatan solar dryer kepada petani Mojorejo.
LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Sebagai wujud kontribusi nyata dalam pengembangan energi terbarukan di sektor pertanian, tim dari Laboratorium Rekayasa Energi dan Pengkondisian Lingkungan, Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menghadirkan inovasi alat pengering cabai berbasis energi surya (solar dryer) bagi petani di Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan.
Inovasi ini membantu masyarakat mempercepat proses pengeringan cabai sekaligus menjaga mutu hasil panen dengan biaya operasional yang rendah dan ramah lingkungan.
Dilaksanakan sejak September 2025, program Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) berjudul “Penerapan Teknologi Solar Dryer untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Pengeringan Cabai” ini dilaksanakan bersama masyarakat di Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan.
Sebagai salah satu sentra produksi cabai di wilayah tersebut, masyarakat Mojorejo masih mengandalkan metode pengeringan tradisional menggunakan sinar matahari langsung. Cara ini kerap terkendala cuaca dan membutuhkan waktu berhari-hari, sehingga berisiko menurunkan kualitas hasil panen.
Menjawab tantangan itu, tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berupaya menghadirkan inovasi teknologi tepat guna yang lebih cepat, higienis, dan berkelanjutan untuk mendukung produktivitas petani lokal.

Mengusung semangat inovasi energi bersih, tim ITS memperkenalkan solar dryer ramah lingkungan yang dirancang langsung dari hasil penelitian Laboratorium Rekayasa Energi dan Pengkondisian Lingkungan. Alat ini bekerja dengan memanfaatkan panas matahari melalui sistem solar collector yang mampu menjaga suhu pengeringan stabil di kisaran 50°C.
Tak hanya efisien dan hemat energi, rancangan ini juga dibuat sederhana agar mudah dioperasikan oleh masyarakat desa. Dengan teknologi tersebut, ITS berupaya membuktikan bahwa inovasi kampus dapat hadir sebagai solusi nyata untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Kegiatan yang dilakukan meliputi survei potensi energi surya, perancangan dan fabrikasi alat, uji performa di ITS, hingga instalasi di Desa Mojorejo. Tak berhenti di situ, tim juga memberikan pelatihan bagi warga mengenai cara pengoperasian dan perawatan solar dryer.
Berdasarkan hasil uji coba, alat ini mampu mengeringkan 10 kilogram cabai segar menjadi sekitar 1,67 kilogram cabai kering hanya dalam waktu 6–8 jam, jauh lebih efisien dibandingkan pengeringan tradisional yang memakan waktu hingga tujuh hari.
Selain mempercepat proses, inovasi ini juga membuka peluang bagi warga untuk mengembangkan produk olahan seperti chili oil dan cabai bubuk bernilai jual tinggi.

(Salah satu anggota tim Laboratorium Rekayasa Energi dan Pengkondisian Lingkungan ITS memberikan penjelasan mengenai cara penggunaan solar dryer kepada warga Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan)
Darmono, salah satu petani mitra di Desa Mojorejo, menuturkan, “Kehadiran teknologi solar dryer ini sangat membantu proses pascapanen. Saya harap inovasi ini dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan nilai jual cabai dan kesejahteraan petani setempat”.
Ketua tim pengabdi, Herny Ariesta Budiarti, S.T., M.T., menyampaikan harapannya agar inovasi ini dapat menjadi langkah awal kemandirian teknologi bagi masyarakat desa.
“Kami berharap solar dryer ini tidak hanya membantu petani Mojorejo dalam menjaga kualitas cabai, tetapi juga menjadi contoh penerapan energi bersih yang bisa direplikasi di daerah lain,” ungkapnya.
Ke depan, tim ITS berencana memperluas implementasi alat serupa pada komoditas pertanian lain sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).












