Ta​nya-Jawab Islam: Bagaimana Hukum Kencing sambil Berdiri?

Ta​nya-Jawab Islam: Bagaimana Hukum Kencing sambil Berdiri? Dr. KH Imam Ghazali Said.

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Ass. Wr. Wb. Yang kami hormati dan taati Dr. KH. Imam Ghazali, MA. Saya mau nanya; di berbagai keterangan dikatakan bahwa apabila kencing berdiri di dalam jeding (kamar mandi) walaupun dalam keadaan tertutup, maka bisa menyebabkan disiksa di kuburan, sebab kencingnya belum tuntas. Nah, kalau saya justru sebaliknya artinya kalau kencing sambil duduk justru masih keluar lagi air kencing itu walau sedikit. Mana yang benar? (Hamba Allah, Surabaya)

Jawab:

Banyak orang masih menganggap bahwa kencing beridiri atau membuang air seni dengan cara berdiri itu biasa-biasa saja. Mereka mengira bahwa perilaku semacam ini tidak akan ada efek atau akibat fatal dari sisi kesehatan, sosial, agama dan sisi-sisi lainnya.

Padahal secara norma sosial kita sering mendengar pepatah “Guru kencing beridiri, murid kencing berlari”. Pepatah ini memberikan informasi bahwa kencing berdiri adalah akhlak yang tidak baik dalam kehidupan. Dan jika ada seorang pendidik yang melakukan perbuatan ini, maka murid-muridnya akan melakukan yang lebih tidak baik lagi. Fenomena ini adalah teguran sosial, hingga perihal cara membuang air seni pun harus menjadi pusat perhatian dalam mendidik akhlak murid-murid.

Dari sisi kesehatan, kencing berdiri juga mengakibatkan beberapa macam penyakit. Hasil penelitian medis menyebutkan bahwa kencing berdiri merupakan salah satu penyebab utama penderita kencing batu dan juga salah satu penyebab lemah syahwat bagi sebagian kaum pria.

Dari sisi agama, air seni itu sendiri najis, maka dalam setiap ibadah wajib suci dari segala najis, di antaranya dari air seni itu sendiri. Kedua, air seni itu juga dapat mengakibatkan orang disiksa di alam barzakh (kubur). Ibnu Abbas melaporkan sebuah hadis bahwa:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

“Rasul berjalan dan melewati dua makam, lalu Beliau bersabda bahwa keduanya ini disiksa bukan karena dosa besar. Kemudian Beliau melanjutkan sabdanya: iya meraka disiksa, orang yang pertama karena suka menebar fitnah dan adu domba dan orang yang kedua karena tidak menutupi ketika kencing. Kemudian rasul mengambil pelepah kurma dan memotongnya menjadi dua lalu ditancapkan pada dua makam tersebut sambil berdoa semoga dua pelepah kurma ini selama masih basah akan meringankan siksanya”. (Hr. Bukhari:1378)

Dari hadis ini para ulama berbeda pendapat perihal hukum kencing berdiri. Ulama golongan pertama bahwa yang dimaksud dari hadis di atas adalah bukan cara kencing berdirinya, tapi karena tidak mensucikan dirinya dari air kencing tersebut, sebab air kencing itu najis, maka harus dibersihkan dan disucikan setiap kali membuang air seni. Pendapat ini diperkuat dengan redaksi laporan hadis yang lain dengan menggunakan kata “la yastabri’u” tidak bebas dari najisnya, artinya belum disucikan.

Dan juga diperkuat lagi dengan hadis laporan Khuzaifah bahwa:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ لَقَدْ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا

“Aku melihat rasul berjalan menuju tempat pembuangan umum milik kaum (WC Umum), kemudian beliau kencing dengan berdiri”. (Hr. Bukhari:2471). Pada laporan hadis lain “Rasul ke WC Umum di belakang dinding, ketika selesai kencing menunjukku, lalu aku membawakan air untuk rasul bersuci dan berwudhu”. (Hr. Bukhari:225)

Dari keterangan ini dapat difahami bahwa inti dari membuang air seni adalah mensucikannya setelah kencing dari najis, baik itu berdiri maupun jongkok. Dan memang kencing berdiri itu percikannya akan lebih banyak mengenai anggota badan dari pada jongkok. Dan peristiwa rasul yang di WC umum zaman dulu tentu tidak sebersih sekarang, maka berdiri akan lebih terjaga dari najis, yang penting setelahnya membasuh semua badan yang terkena percikan najis itu.

Kedua, ulama yang memberikan arti bahwa yang dilarang itu adalah kencing berdiri. Sebab dengan kencing berdiri itu dapat dipastikan najisnya akan banyak mengenai anggota badan terutama kaki. Alasan kedua adalah orang yang kencing dengan berdiri tidak dapat menjaga auratnya atau menutupinya kecuali pada tempat khusus seperti WC.

Pandangan ini juga diperkuat dengan hadis laporan Aisyah yang menyatakan :

قَالَتْ عَائِشَةُ مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقْهُ مَا بَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا مَا بَالَ مُنْذُ أُنْزِلَ عَلَيْهِ الْقُرْآن

“Siapa yang memberitahu kamu bahwa Rasul kencing berdiri, maka jangan dipercaya itu. Rasul itu tidak pernah kencing beridiri sejak Alquran diturunkan padanya”. (Hr. Ahmad:25596)

Maka, pandangan ini pun mendapatkan legitimasi hadis yang menyatakan bahwa rasul tidak pernah kencing berdiri.

Dari dua pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa, pendapat yang mengatakan bahwa kencing itu yang terpenting adalah terbebas dari najis, maka barang siapa yang buang air seni harus bersuci darinya. Dengan berdiri atau jongkok itu adalah kondisional, yang terpenting adalah terhindar dari najis. Pandangan ini berorientasi pada hukum fiqih.

Dan pendapat yang mengatakan bahwa kencing itu tidak boleh dengan berdiri, karena pasti akan terkena najis dan juga tidak pernah dicontohkan rasul. Pandangan ini berorientasi pada akhlak atau cara yang baik.

Oleh sebab itu, Bapak dapat melakukan kencing dengan berdiri atau pun jongkok, yang terpenting adalah setelah kencing harus membersihkan semuanya dari najis. Wallahu a’lam.