GRESIK, BANGSAONLINE.com - BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) PT GM (Gresik Migas) tahun 2016 ini menghadapi masa sulit. Betapa tidak, untuk menjaga agar 'dapur tetap ngebul' saja susah. Terhitung sejak Januari 2016, PT GM sudah merugi hingga Rp 435 juta se bulan.
Sebenarnya, buntunya jalan GM dimulai tahun lalu. Terhitung sejak Mei 2015, sudah tidak lagi bisa menyerap atau menjual 14 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) dari total 17 MMSCFD pasokan gas yang diberikan PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Baca Juga: Gelar Khotmil Quran dan Santunan Yatim Piatu, Bu Min Hadiri Peringatan HUT PT Gresik Migas ke-14
Menurut direksi PT GM, kesulitan yang dihadapi PT GM ini setelah mencuatnya kasus suap di PT Media Karya Sentosa (MKS) yang melibatkan Fuad Amin (mantan Bupati Bangkalan) yang kasusnya kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) yang sudah habis 31 Desember 2015 lalu, alurnya gas dari PHE WMO selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diberikan ke Gresik Migas. Kemudian oleh Gresik Migas dijual ke PT Surya Cipta Internusa (SCI).
Oleh SCI gas diteruskan ke MKS hingga akhirnya sampai pada end user, yaitu PT PLN Pembangkit Jawa Bali (PJB) Unit Pelayanan (UP) Gresik. "Karena MKS terkena kasus, gas tidak terserap," ujar Hariyadi, Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Gresik Migas, saat hearing dengan Komisi B DPRD Kabupaten Gresik, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Perombakan Jajaran Direksi dan Komisaris Gresik Migas Hanya Lewat RUPS, Ini Penjelasan Prisdianto
Selain itu, pada 23 Oktober 2015, terbit Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 37 Tahun 2015, tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi. Aturan itu mengharuskan trader seperti Gresik Migas harus memiliki infrastruktur atau pipa hingga end user.
"Mestinya dalam aturan, PJBG harus kembali dibahas enam bulan sebelum kontrak habis. Tapi, saat pertengahan tahun lalu diajukan untuk pembahasan, Dirjen Migas (Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi) tidak merespon. Tiba-tiba muncul Permen itu," ungkapnya.
Bahkan, tambah dia, sampai kontrak PJBG habis tanggal 31 Desember 2015, belum ada persetujuan dari Dirjen Migas untuk PJBG. Dan dari informasi yang didapat Global Energi dari Direktur Utama (Dirut) PT Gresik Migas, legal pasokan gas yang diberikan PHE WMO kepada Gresik Migas hingga saat ini bukan PJBG, tapi Kesepakatan Bersama (KB).
Baca Juga: RUPSLB Gresik Migas, Nadir Jabat Komut, Habibullah Dirut
Permen itu imbasnya pada seluruh BUMD bidang migas. Padahal, Gresik Migas satu-satunya BUMD yang memiliki Gas Matering Station (GMS) di Sidorukun, Gresik. "Lainnya sama sekali tidak punya infrastruktur itu, dan mereka sudah pada mati," terangnya.
Akibatnya, suplai gasnya sedikit. "Pasokan gasnya turun drastis dari 17 MMSCFD menjadi 3 MMSCFD," ujar Prisdiyanto Wiwoho, Divisi Teknis dan Operasioal PT Gresik Migas.
Selain pasokan sedikit, tambah dia, margin yang diterima Gresik Migas juga sangat tipis. "Saat ini PHE WMO meminta harga 7,99 dollar AS (Amerika Serikat) per MMBTU, tapi bagi kami itu terlalu mahal. Harga pada kontrak sebelumnya saja 7,11 per MMBTU," ujarnya.
Baca Juga: DPRD Gresik Agendakan Perubahan Propemperda Status PT. Gresik Migas
Tapi, lanjut Prisdiyanto, untuk kepentingan tagihan saat ini menggunakan harga 7,45 dollar AS per MMBTU. "Padahal kita menjualnya dengan harga 8,1 dollar AS. Marginnya hanya 0,65 dollar AS pe MMBTU," jelasnya.
Prisdiyanto menambahkan, kesepakatan harga dengan PHE WMO yang nantinya muncul akan berlaku surut. "Jadi jika nanti deal 7,65 dollar AS per MMBTU, kita tinggal menambah kekurangannya saja," terangnya. "Sampai sekarang penagihan kita pada SCI 8,1 dollar AS," tandasnya kembali.
Menurut dia, anjloknya pasokan gas yang diterima Gresik Migas dari PHE WMO karena tahun lalu tidak mampu menyerap semua."Tahun 2014 sebenarnya kita dapat additional 8 MMSCFD, yang kemudian kontrak additional itu habis. Jadi tinggal 17 MMSCFD tahun 2015. Tapi dari 17 MMACFD itu, 14 diantaranya melalaui MKS. Dan MKS tersandung masalah," terangnya.
Baca Juga: Perjanjian Jual Beli Gas BUMD PT GM dan PHE WMO Berakhir
Meskipun tidak terserap, ujar Prisdiyanto, pihaknya tetap diminta membayar pinalti. "Karena pasokan kita sekarang sangat seledikit, 14 MMSCFD gas yang tidak terserap sejak Mei tahun lalu kita minta kembali, ini masih kita lobi," katanya.
Saat ini dia meminta Kepala Daerah dan Legislatif menggunakan kekuatan politisnya untuk melobi PHE WMO agar mau menambah pasokan gas dan memberikan harga murah.
Sementara itu, Nurdin Saini, Staf Khusus Keuangan Bidang Keuangan PT Gresik Migas, mengungkapkan, saat ini Gresik Migas akan mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah tiap bulannya."Dengan suplai gas 3 MMSCFD dan margin cuma 0,65 dollar AS per MMBTU, kita rugi Rp 435 juta setiap bulan. Ini mengacu pada anggaran operasional tahun 2015 sebesar Rp 890 juta per bulan," katanya.
Dia menjelaskan untuk Break Even Point (BEP) atau impas, Gresik Migas harus mendapatkan suplai 10 MMSCFD, jika margin yang diperoleh hanya 0,65 dollar AS per MMBTU.
Satu lagi yang menjadi masalah bagi Gresik Migas, tambahnya, jika PHE WMO memberikan pasokan lebih, harganya harus di bawah 7,99 dollar AS per MMBTU. "PGN (Perusahaan Gas Negara) saja mendapat harga 8 dollar AS per MMBTU dari PHE WMO, jika kita dapat harga segitu, tidak mungkin PGN mau membeli gas dari kita yang harganya lebih mahal dari KKKS," tandasnya.
Saat ini saja, terangnya, SCI berkenan membeli gas dari Gresik Migas karena belas kasihan. "SCI sebenarnya mendapat pasokan dari Blok Kangean cukup besar dengan harga hanya 8 dollar AS per MMBTU, tapi mereka mau rugi membeli gas kita dengan harga 8,1 dollar AS. Sistemnya subsidi silang," terangnya.
Sementara Dirut PT GM, Bukhari, mengaku masih terus melobi Dirjen Migas agar PHE WMO memberikan suplai lebih besar, minimal sama dengan kontrak PJBG sebelumnya, yaitu 17 MMSCFD. "Pembahasan terakhir dengan Dirjen Migas 2 Februari 2016, dari total produksi Blok WMO sebesar 140 MMSCFD, sekitar 10-15% sudah dialokasikan untuk ektraksi LPG/Proyek Nasional. Sisanya akan dialokasikan ke PLN, BUMD Gresik Migas, dan PGN. Untuk yang tiga terakhir baru diusulkan alokasinya ke Menteri ESDM, dimana BUMD tetap berharap kontrak yang sama dengan sebelumnya. Kita tunggu putusan finalnya," ujar Bukhari.
"Keputusan paling cepat dua minggu setelah usulan dimasukkan ke Menteri," sambungnya.
Sementara Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Gresik, Faqih Usman pesimistis Gresik Migas bisa bertahan. "Kalaupun mendapat pasokan lebih, mau dijual ke siapa gasnya. Tahun lalu saja gas sebesar 14 MMSCFD tidak bisa terjual, apalagi saat ini harga yang diberikan PHE WMO makin tinggi," ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Saat ini, lanjutnya, Komisi B meminta manajemen Gresik Migas untuk melakukan efesiensi, termasuk mengepras gaji direksi. "Bayangkan, gaji direktur di Gresik Migas Rp 50 jutaan tiap bulannya, bandingkan dengan pejabat di Pemkab Gresik, Kepala Dinas saja hanya Rp12,5 juta," terang Faqih. "Setidaknya efesiensi itu mengurangi kerugian tiap bulannya hingga ada solusi berikutnga," cetusnya.
Jumanto, Anggota Komisi B DPRD lain mengungkapkan, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gresik Migas terus turun. "Tahun lalu target sumbangan PADnya Rp15 miliar, tapi hanya terealisasi Rp 9 miliar. Untuk tahun ini, target PADnya turun menjadi Rp 5 miliar ," katanya.(hud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News