Soal Honorer K2, Mendikbud Tak Beri Solusi, malah Salahkan Pemerintah Daerah

Soal Honorer K2, Mendikbud Tak Beri Solusi, malah Salahkan Pemerintah Daerah TAK LUPA: Meski dalam suasana demo, para guru tampak khusyuk melakukan salat jumlah di Lapangan Monas. Tampak aparat keamanan juga khidmat salam satu shaf (barisan). foto: merdeka.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Alih-alih memberikan solusi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan justru menyalahkan pemerintah daerah dalam hal rekrutmen guru. Menurutnya, Permasalahan guru honorer yang terjadi saat ini perlu disikapi dengan bijak oleh seluruh stakeholder pendidikan. Bukan hanya pemerintah pusat, namun juga tingkat pemerintah daerah, bahkan hingga sekolah dan juga para kepala sekolah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menuturkan, permasalahan guru honorer selama ini hanya dilihat di hilir, atau di ranah pemerintah pusat untuk melakukan pengangkatan. Padahal, hulu permasalahan guru honorer adalah pengangkatan atau rekrutmen masif yang dilakukan oleh kepala daerah atau sekolah tanpa melihat konsekuensi yang lebih jauh.

"Menyikapi masalah guru honorer ini, ke depannya perlu diatur bukan hanya di hilirnya. Melainkan di hulunya yakni saat rekruitmen guru honorer. Nanti bisa mengatur ini nanti ranahnya Kemenpan-RB," ujarnya.

Berdasarkan data Kemendikbud, dalam 15 tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah siswa sebanyak 17 persen, guru PNS 23 persen. Namun jumlah guru honorer meledak hingga 850 persen. Dari sebelumnya sebanyak 84.600 menjadi sebanyak 812.064 guru honorer. Kini, rata-rata guru honorer itu menuntut untuk diangkat menjadi PNS. Padahal, yang merekrut mereka bukanlah pemerintah pusat, melainkan pemda, kepala sekolah, dan yayasan pendidikan.

Masalah guru honorer tidak akan pernah selesai bila terus terjadi rekrutmen masif tanpa perencanaan yang baik. Apalagi, selama ini perekrutan guru honorer yang terjadi di daerah seringkali dikaitkan dengan pilkada daerah.

"Kami dari sisi Kemendikbud melihat yang terjadi saat ini adalah distribusi yang tidak merata. Jadi bukan harus mengangkat lagi guru, melainkan memastikan di setiap daerah yang kekurangan guru bisa dipenuhi. sedangkan di daerah yang kelebihan guru tidak perlu lagi melakukan rekrutmen," ujarnya.

Selain meminta seluruh stakeholder untuk menyikapi dengan bijak permasalahan guru honorer, Anies menuturkan Kemendikbud juga telah melakukan upaya pembenahan guru honorer atau non-PNS dengan meningkatkan anggaran insentif guru honorer.

Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria, meminta sejumlah kementerian terkait agar segera bertindak. Pemerintah, melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) mengusulkan dua solusi, pertama seleksi CPNS bagi mereka yang berusia di bawah 35 tahun. Kedua, melalui seleksi pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja (P3K) bagi yang berusia lebih dari 35 tahun.

"Itu kan solusi. Silakan saja pemerintah membuat satu kebijakan, yang penting masalah ini dapat teratasi," kata Riza seperti dilansir Republika, Jumat (12/2).

Riza meminta pemerintah pusat agar segera membuat regulasi kepada daerah ihwal perekrutan guru honorer. "Kalau perlu memberi sanksi bupati atau gubernur yang mengangkat honorer," jelasnya.

Selama ini, ia menilai, pemerintah pusat tidak mempunyai peranan kuat terhadap Pemda. Ditambah, kurangnya regulasi yang mampu membendung perekrutan tenaga honorer.

"Itu, memang menjadi masalah di setiap Pilkada. Kita juga sudah ingatkan setahun yang lalu, jangan sampai Pilkada menjanjikan begitu, jadi terlalu banyak diangkat honorer," jelasnya.

Sehingga, Riza meminta kepada Kemenpan dan Kemendagri agar segera membuat regulasi maupun surat edaran tentang larangan menerima guru honorer.

Riza menilai, usulan Kemendikbud agar guru honorer bersedia ditempatkan di daerah terdepan menjadi salah satu jawaban yang solutif. Mengingat, masih banyak daerah-daerah yang kekurangan tenaga pendidik.

"Di daerah perbatasan, bisa menjadi salah satu prioritas, kita serahkan kepada pemerintah untuk mencari solusi dan terobosannya. Karena ini memang menjadi tanggung jawab pemerintah," tuturnya.

Riza juga meminta pemerintah pusat agar memberikan sanki kepada pejabat di daerah termasuk kepala sekolah yang mengangkat guru honorer lagi. "Jangan ada diadakan lagi, karena yang ada saja belum bisa terselesaikan," kata dia melanjutkan. (ant/mer/trb/lan)

Sumber: antara/merdeka.com/tribunnews