SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di sejumlah daerah di Jawa terus mengalami peningkatan. Namun belum satupun daerah yang dinyatakan KLB (kejadian luar biasa). Menyikapi fakta itu, Komisi E DPRD Jatim menilai, Dinkes Jatim kurang tanggap dalam melakukan langkah antisipatif. Bahkan yang terjadi Dinkes Jatim lambat dalam melakukan koordinasi dengan Dinkes Kabupaten/Kota untuk melakukan berbagai upaya meminimalisir jumlah kasus DBD, imbasnya jumlah kasus DBD semakin menyebar dan bertambah.
Anggota Komisi E, dr. Benjamin Kristianto menegaskan fakta di lapangan jumlah kasus DBD di sejumlah daerah terus meningkat, misal di Sidoarjo tercatat 21 kasus pada Januari 2015, sementara tahun ini naik menjadi 45 kasus. Sedangkan di Kota Probolinggo, kasus DBD tahun ini mencapai 47 kasus dibandingkan bulan sama tahun 2015 sebanyak 20 kasus. Fatalnya lagi, dari 38 kabupaten/kota di Jatim kasus DBD sudah mencapai ribuan dan puluhan orang meninggal dunia akibat terjangkit DBD.
Baca Juga: Berhasil, Jatim Jadi Provinsi Tingkat Penularan Covid-19 Terendah se-Indonesia
"Berbagai fakta itu menunjukkan kalau Dinkes Jatim lambat dalam melakukan berbagai upaya penekanan penyebaran, misalnya dengan fogging massal di beberapa daerah yang sudah ditemui adanya kasus DBD, agar tidak semakin bertambah jumlahnya. Tidak hanya itu, sosialisasi pembersihan lingkungan dengan melakukan 3M yaitu menutup, menguras dan mengubur untuk menekan penyebarluasan nyamuk Aedes aegypti, juga kurang gencar dilakukan," ungkapnya, Senin (15/2).
Bahkan yang terjadi, ditegaskan politisi asal Gerindra ini, Dinkes terkesan menutup-nutupi dengan hanya menyampaikan jumlah kasus DBD turun dibanding tahun lalu. Faktanya, korban meninggal akibat DBD mencapai puluhan, dan itu menunjukkan adanya fenomena gunung es. Dimana dii permukaan jumlah kasusnya terlihat sedikit tapi yang sebenarnya jumlah kasus DBD sangat banyak.
"Yang harus diketahui juga sudah ada korban meninggal itu harusnya Jatim sudah ditetapkan KLB DBD. Namun pernyataan Dinkes Jatim, Jatim tidak KLB DBD, pernyataan itu diberikan agar tidak terlihat lemahnya koordinasi Dinkes Jatim dengan Dinkes kabupaten/kota dalam melakukan berbagai upaya antisipatif untuk menekan penyebaran kasus DBD," tegasnya.
Baca Juga: Tingkatkan Kesadaran Kanker Lewat Pink October
Sementara itu, Anggota Komisi E yang lain, Agatha Retnosari mengaku masih tingginya angka DBD di Jatim memperlihatkan jika upaya antisipasi melalui sosialisasi pencegahan tidak berjalan optimal. Padahal, mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Di sisi lain kalau upaya pencegahan dilakukan optimal, maka penyebaran DBD semakin minim. Selain itu, Rumah Sakit tidak terbebani melalui pasien BPJS.
"Seharusnya hal ini menjadi catatan dan evaluasi bagi Dinkes Jatim untuk memperbaiki kinerjanya ke depan. Artinya bagaimana Jatim bisa zero dari DBD, tentunya dengan terus melakukan sosialisasi terkait pencegahan DBD. Pasalnya, fogging hanyalah penyelesaian yang sifatnya jangka pendek," lanjut politisi asal PDIP ini. (mdr/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News