JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku ingin mendengar sikap tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam revisi UU KPK.
"Saya ingin dengar posisi dan pandangan Presiden Jokowi," kata SBY saat "kopi darat" dengan netizen dalam membahas revisi UU KPK di Rafless Hills, Cibubur, Sabtu (20/2/2016).
Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY
Menurut SBY, dia serta seluruh masyarakat di Indonesia berhak mengetahui sikap Presiden mengenai revisi UU KPK secara utuh. Apalagi, revisi UU KPK ini merupakan isu yang sangat sensitif dan kini sudah mendapat penolakan dari masyarakat luas.
"Sikap Presiden diperlukan supaya kalau bangsa ini berjalan di tengah-tengah kebingungan, ada jalan yang ditunjukkan. Ada pelita yang bisa menerangi," kata ketua umum DPP Patai Demokrat itu.
Dalam "kopi darat" tersebut, netizen yang hadir juga sempat menyindir ketidaktegasan Jokowi soal revisi UU KPK. Salah satu netizen, Hari, meminta Jokowi segera menentukan sikap sehingga tak ada polemik berkepanjangan.
Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY
"Pernyataan Presiden mendukung revisi UU KPK asal menguatkan itu pernyataan yang bersayap," kata Hari.
Netizen lain, Fadli, mengaku senang bisa berdiskusi langsung dengan SBY. Dia bahkan mengaku lebih memilih berdiskusi dengan SBY ketimbang Jokowi.
Sebab, SBY dianggap memiliki sikap tegas untuk menolak revisi ini, sementara Jokowi sampai saat ini sikapnya belum jelas. "Jadi, maaf kalau saya curhatnya ke akun Bapak, bukan ke Jokowi," kata dia yang disambut tepuk tangan netizen lain serta kader Partai Demokrat.
Baca Juga: Minta Dukung Prabowo, SBY: Negara Kacau Jika Banyak Matahari
Acara "kopdar" ini digelar setelah sebelumnya SBY meminta pendapat netizen mengenai revisi UU KPK melalui akun Twitter dan Facebook-nya.
Hadir 26 netizen terpilih dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Purwokerto, Lumajang, dan Surabaya. Setiap netizen diberi kesempatan satu per satu untuk menyampaikan pendapatnya.
Hampir seluruh netizen yang hadir menolak revisi UU KPK karena dianggap melemahkan. Mereka yang setuju dengan revisi UU KPK juga meminta agar draf yang ada saat ini diubah.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Nobar Final Four Proliga 2024 Bareng SBY dan AHY di GBT
Fraksi Demokrat sendiri sebelumnya menjadi salah satu fraksi yang menyetujui revisi UU KPK dalam rapat Badan Legislasi dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi, Rabu (10/2/2016).
Saat itu, hanya Fraksi Gerindra yang menolak revisi UU KPK karena dianggap dapat melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Namun, setelah itu, SBY menginstruksikan Demokrat untuk menolak revisi tersebut. Sidang paripurna penetapan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR rencananya akan digelar pada Selasa (23/2/2016).
Baca Juga: Hadiri Silaturahmi Kebangsaan di Rumah Prabowo, Khofifah: Jatim Jantung Kemenangan
Dalam acara kopi darat dengan netizen itu SBY berbagi cerita semasa dirinya menjadi orang nomor satu di Indonesia. SBY mengungkapkan di antara semua presiden yang berkuasa selama era reformasi, dirinya lah yang paling merasakan betul pahitnya dalam menumpas korupsi.
Bagaimana tidak, selama 10 tahun menjadi presiden tidak sedikit menterinya yang berurusan dengan KPK. Bahkan, Aulia Pohan yang merupakan besannya juga terjerat kasus korupsi.
"Dari presiden-presiden yang memimpin era reformasi dari Habibie, Gus Dur, Megawati dan saya, saya yang paling merasakan getir atas gerakan antikorupsi dan dampak eksesnya," kata SBY.
Baca Juga: SBY Ikut Kritisi Presiden Jokowi: Rakyat Alami Tekanan dan Kesulitan
Meski demikian, SBY mengaku sama sekali tidak pernah berniat menggunakan kekuasaannya untuk melemahkan KPK. Sebagai orang yang duduk di pucuk kepemimpinan, dirinya sadar harus memberi contoh yang baik bagi rakyatnya.
"Saya harus adil. Boleh tanya Taufiequrachman Ruki, Antasari Azhar dan Abraham Samad. Saya harus mencegah untuk melakukan campur tangan, misalnya presiden jangan disentuh, jangan sentuh ini atau sentuh dia saja karena itu lawan politik. Tidak pernah, never ever!" tegasnya.
SBY tetap pada sikapnya untuk tetap mendukung kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Tidak pernah sedikit pun terlintas dalam benaknya untuk melemahkan kewenangan apalagi posisi lembaga yang kini dipimpin oleh Agus Rahardjo tersebut.
Baca Juga: Kampanye Akbar di Malang, Prabowo dan SBY Joget Bareng
"Memberantas korupsi tidak semudah membalikkan tangan tapi gerakan anti korupsi tidak boleh melemah apalagi dibatasi undang-undang atau campur tangan kekuasaan. Meskipun jadi korban, tapi saya mendorong suksesnya pemberantasan korupsi. Tekad saya enggak berubah," ujar SBY.
"Saya yakin rakyat Indonesia ingin negara makin bersih dan bebas dari korupsi," imbuhnya.
SBY makin mantap menolak revisi UU KPK terutama setelah mendengar
suara para netizen.
"Mendengar aspirasi netizen yang mewakili seluruh
rakyat Indonesia, kami Partai Demokrat menolak draf revisi UU KPK dan akan
menyampaikan hal ini saat rapat paripurna minggu depan," ucap SBY.
Baca Juga: Demokrat Kampanye Akbar di Tapal Kuda, SBY Motivasi Pengurus dan Kader untuk Perbanyak Kursi
Menurut dia, seharusnya perbaikan yang dilakukan memperkuat KPK agar lembaga itu makin kuat dan efektif. "Saya adalah salah satu orang yang sangat menghormati KPK. Saya die hard untuk KPK. Semua yang saya sampaikan niat saya untuk kebaikan," ujar SBY.
Kakek tiga cucu itu pun meminta agar revisi UU KPK tidak dilakukan secara tergesa-gesa apalagi dengan melalui voting. "Saya memohon, memohon adalah hak saya. Saya memohon presiden atau pemerintah untuk tidak tergesa-gesa memutuskan revisi ini, apalagi melalui voting. Masalah ini terlalu besar dan bahaya untuk ditetapkan melalui voting," ucap dia.
Jika keputusan revisi UU KPK diputus melalui voting, menurut dia, kemungkinan suara DPR akan terbelah sehingga nantinya yang berkuasa atau kuat yang akan menang. "Perkuatlah kebenaran. Sebenarnya, bola itu (revisi UU KPK) masih di Senayan. Oleh karena itu pemerintah belum memberikan komentar-komentar atau tanggapannya," tutur dia.
"Saya berpandangan, kalau kita membahas isu seperti revisi UU KPK ini, kita harus lebih rasional dan jangan terlalu emosional. Jangan melihatnya hitam putih, apalagi terbelah. Semua berangkat dari niat yang benar," kata SBY.
SBY yakin Presiden Jokowi juga menginginkan yang terbaik untuk negeri ini. Sama seperti dirinya. "Pesan saya terakhir kepada KPK, jagalah amanah karena KPK mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat," SBY menandaskan.
Setidaknya, ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP 3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik. Poin-poin inilah yang dianggap melemahkan KPK.
Sementara Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan yang selama ini terdepan dalam mendukung revsisi UU KPK menegaskan, KPK tidak perlu minta izin dari pihak luar untuk melakukan penyadapan, seperti yang diisukan belakangan ini.
Luhut mengatakan, yang diatur dalam revisi UU KPK itu tentang penyadapan adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). "Bicara mengenai penyadapan, itu tidak ada yang harus minta izin dari luar. Penyadapan itu tetap dalam kewenangan KPK, hanya buat SOP," katanya dilansir detikcom dan CNNIndonesia di kediamannya, Jl Mega Kuningan Barat, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (20/2/2016).
Pernyataan Luhut ini tentu berbeda dengan draft revisi UU KPK selama ini. Draft UU KPK jadi kontroversial karena untuk menyadap KPK harus seijin pengadilan. Draft itu lalu berubah harus seijin Dewan Pengawas.
Luhut juga menegaskan, untuk melakukan penyadapan, adalah mutlak keputusan internal KPK. "Tidak ada harus izin pengadilan. Harus di internal KPK semua. Sekarang mereka punya SOP," jelas Luhut yang kini termasuk menteri paling banyak dikecam netizen di dunia maya karena dianggap melemahkan KPK.
Luhut juga mengatakan kenapa sampai sekarang Jokowi belum bersikap. "Jadi kalau ada yang bilang Presiden kenapa belum bersikap? Itu karena (draft revisi UU KPK) belum sampai ke beliau. Kita tunggu, kalau selesai rapat paripurna sudah selesai dan dikirimkan ke presiden, nanti presiden akan pelajari. Dan dalam waktu dekat akan diumumkan. Kalau mempelemah KPK akan diganti," tambah Luhut.
Begitu juga SP3. "Selama ini dia (KPK) tidak berhak beri SP3. Tapi kalau orang itu meninggal, sekarat atau koma, bagaimana?" kata Luhut.
Luhut juga mengatakan soal Dewan Pengawas KPK. Menurut dia, Dewan Pengawas KPK akan diisi oleh orang-orang profesional yang tak berkepentingan dalam politik. "Itu seperti dewan etik, memberikan teguran pada hal-hal yang bertentangan dengan kerja mereka. Itu orang-orang yang punya reputasi, yang senior, tidak punya cawe-cawe politik," katanya.
Di sekeliling Jokowi sendiri terjadi pro-kontra. Luhut dan Partai PDIP terdepan mendukung revisi UU KPK. Sementara juru bicara Presiden Johan Budi dikenal menolak revisi UU KPK. Dari sekian parpol hanya Gerindra, Partai Demokrat dan PKS yang secara terang-terangan menolak revisi UU KPK. Yang lain sepeti PKB, Golkar, Hanura, Nasdem, PPP mendukung revisi UU KPK yang dianggap melemahkan gerakan anti korupsi itu. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News