Tarif BPJS Kesehatan Naik, Anggota Komisi IX Sidak RSU Dr Soetomo

Tarif BPJS Kesehatan Naik, Anggota Komisi IX Sidak RSU Dr Soetomo dr. Karolin Margret Natasa saat jenguk balita gizi buruk

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kenaikan tarif BPJS Kesehatan pada 1 April mendatang membuat anggota DPR RI dari Komisi IX, dr. Karolin Margret Natasa melakukan Inspeksi Mendadak (sidak) ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Sabtu, (12/02).

Pasalnya, Peraturan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan baru saja ditetapkan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan mandiri, untuk kelas 3 yang awalnya 15.500 menjadi 30.000, dan kelas 2 dari 42.500 menjadi 51.000 dan kelas 1 dari 59.500 menjadi 80.000.

Baca Juga: Mahasiswa dari Madiun Bagikan Pengalaman Bergabung dengan JKN: Lebih Tenang Hadapi Biaya Kesehatan

Anggota DPR RI dari Komisi IX, dr. Karolin Margret Natasa mengatakan, sosialisasi terkait dengan kenaikan tarif tersebut belum merata.

"Oleh karena itu kami berharap sosialisasi tersebut gencar dilakukan pihak BPJS Kesehatan dan dengan kenaikan tarif tersebut, semoga ada peningkatan pelayanan," kata perempuan yang menangani masalah kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi di Komisi IX DPR RI itu.

Lebih lanjut, Karolin mengatakan, RSUD Dr. Soetomo sebagai RS rujukan terbesar, skema pembiayaannya belum memadai karena penyakit yang ditangani RSUD Dr. Soetomo dalam kondisi yang jauh lebih berat dibanding yang lain.

Baca Juga: Meskipun Terlindungi Program JKN, Mahasiswi dari Malang ini Tak Lengah Menjaga Kesehatan

"Kami juga berharap dengan kenaikan tarif ini juga memberikan perhatian khusus kepada tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien supaya mendapat kesejahteraan," ujar perempuan yang akrab dipanggil Karoline tersebut.

Selain sidak tentang kenaikan tarif BPJS, Karolin menjelaskan juga fokus pada gizi buruk. "Pasien gizi buruk itu pasti lama dirawat di RS, nah otomatis pembiayaan BPJSnya juga banyak, Rumah sakit akan kesulitan menutupi defisit biayanya," ungkap Karolin.

Dengan melihat kondisi di lapangan, Karolin akan memberikan masukan kepada pemerintah.Karolin melanjutkan, fokus lainnya yakni terkait anemia di Indonesia.

Baca Juga: Polri Uji Coba Syarat Kepesertaan Aktif JKN bagi Pemohon SIM di Malang Raya

"Sebanyak 40 persen perempuan di Indonesia mengalami anemia. Sedangkan kondisi anemia sebelum hamil dan melahirkan merupakan kondisi yang berbahaya bagi ibu. Ada indikasi terjadinya komplikasi pada saat kehamilan dan kelahiran," terang Karolin.

Karolin menyatakan bahwa PDI Perjuangan sesuai dengan perintah ibu Megawati soekarno Putri memberikan perhatian khusus dan akan membuat gerakan khusus untuk sadar gizi, peduli gizi, dan gizi yang murah melalui program kedaulatan pangan dari bahan-bahan yang ada di Indonesia sehingga generasi penerus bangsa terpenuhi kecukupan gizinya.

Di tempat yang sama, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Jamaludin mengatakan,besaran iuran peserta JKN mandiri (PBPU) dalam perpres itu ditentukan tanpa melalui pembahasan yang melibatkan para pemangku kepentingan.

Baca Juga: Sinergi BPJS Kesehatan dan Poltekkes Malang Sukseskan Program JKN

Selain itu, besaran iuran yang ditetapkan dalam perpres itu tidak memenuhi unsur gotong-royong, ada ketidakadilan. Kenaikan iuran PBI tidak signifikan seperti kenaikan iuran PBPU. Seharusnya besaran iuran PBI sama dengan iuran kelas III PBPU, yakni Rp 30.000 per orang per bulan, bukan Rp 23.000 per orang per bulan seperti sekarang. "Kebanyakan peserta PBPU juga kurang mampu, "tutup Jamaludin. (sby7/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO