JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tewasnya terduga teroris Siyono (39), usai ditangkap Densus 88 pada Jumat 11 Maret 2016 lalu, memunculkan beragam tanya. Penyebabnya, saat dijemput Densus pada Selasa 8 Maret usai salat maghrib di dekat rumahnya, warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten itu tampak sehat.
Hal ini berdasarkan pengakuan saksi mata saat penangkapan. “Kematian Siyono, jelas menyisakan banyak pertanyaan. Oleh karena itu, patut dilakukan pengusutan serius terhadap operasi Densus ini,” ujar Komisioner Komnas HAM Siane Indriane di Jakarta, Minggu (13/3) dikutip dari okezone.com.
Baca Juga: Ponpes As Sunnah Bantah Keterlibatan dalam Kasus Terorisme di Kota Batu
Alasan Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto, korban tewas karena kelelahan setelah berkelahi dengan Densus 88 di dalam mobil, juga patut diragukan. Sebab selama ini, ujar Siane, semua orang juga tahu Densus 88 saat bekerja.
Tidak ada ceritanya, ada terduga yang dapat lolos dari kawalan Densus. Setelah ditangkap dengan cara kasar, biasanya terduga langsung diborgol, dilakban mukanya. Bahkan, kaki dan tangan terduga, 100 persen tidak mungkin dapat bergerak bebas, karena memborgol kaki dan tangan adalah standar baku Densus 88.
“Tentu saya tidak mudah percaya dengan perubahan karakter Densus 88 yang tiba-tiba menjadi tidak ganas. Jadi kalau sampai ada terduga teroris lepas dari kawalan, apalagi berani melawan petugas Densus 88 seperti Siyono, ini adalah sebuah fenomena baru. Boro-boro berkelahi,” tegasnya.
Baca Juga: Pascapenangkapan Teroris di Kota Batu, Tim Gabungan Temukan Bahan Kimia Pembuat Bahan Peledak
Bahkan, terduga teroris menggerakkan tangan saja, imbuh dia, kemungkinan sudah ditembak mati karena dianggap melawan, lantaran ini adalah kejahatan extra ordinary crime. Kejahatan tingkat tinggi, yang risiko dari kejahatannya dapat membunuh banyak orang.
“Maka dari itu, kebiasaan Densus, adalah bermain keras dan ganas, jika tidak mau saya sebut kejam. Densus sering memberlakukan diskresi. Korban dari pengadilan di luar Gedung Pengadilan juga sudah banyak,” terangnya.
Sementara jenazah Siyono telah dipulangkan ke kampung halamannya dini hari kemarin. Suara takbir menggema saat mobil ambulans yang membawa jenazah dari Jakarta tiba sekira jam 02.00 WIB. Isak tangis keluarga Siyono pun pecah.
Baca Juga: Imbas Penangkapan Terduga Teroris, Pemerintah Desa Junrejo Minta Warga Selektif soal Tamu
Sempat terjadi ketegangan antara Kepolisian dan ormas keagamaan yang berjaga di kediaman Siyono. Mereka menolak kedatangan aparat dari Polres Klaten. Bahkan, mereka sempat membentuk pagar betis agar aparat tak mendekat ke kediaman Siyono.
Untungnya, ketegangan itu tak berlanjut ke bentrokan fisik setelah Sekretaris Islamic Studies and Action Centre (ISAC) yang juga ditunjuk sebagai juru bicara keluarga Siyono, Endro Sudarsono, berhasil meredam ketegangan.
Juru bicara keluarga, Endro Sudarsono mengatakan, hingga saat ini pihak keluarga belum menerima surat penangkapan dari polisi menyusul tuduhan keterlibatan Siyono dalam jaringan Jamaah Islamiyah.
Baca Juga: Densus 88 Tangkap Terduga Keluarga Teroris di Villa Junrejo Kota Batu
“Sampai kembalinya jenazah Siyono ke rumah orang tuanya, keluarga sama sekali belum menerima konfirmasi surat penangkapan, apalagi keterangan resmi sebab musabab kematian Siyono," jelas Endro pada wartawan di Klaten, Jawa Tengah.
Menurut Endro, Siyono ditangkap oleh pihak aparat yang berwajib pada Rabu 9 Maret 2016 sekira pukul 18.30 WIB. Selang beberapa hari kemudian, pada Jumat 11 Maret 2016, pihak keluarga menerima kabar kematian Siyono dari aparat kepolisian.
"Padahal saat ditangkap kondisi Siyono dalam keadaan sehat dan tidak ada gejala penyakit jantung ataupun paru-paru," ungkapnya. Untuk itu, pihak keluarga melalui ISAC akan menanyakan sebab pasti kematian Siyono saat menjalani proses pemeriksaan.
Baca Juga: Bakesbangpol Trenggalek Gelar Seminar Antiradikalisme
Sebelumnya, keluarga terduga teroris Siyono yang dibekuk tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri di Klaten pada 9 Maret lalu, terkejut saat petugas kepolisian mendatangi kediamannya.
Kaget semakin bertambah, saat keluarga mendengar teriakan Suratmi (39) istri terduga teroris Siyono. Keluarga baru tahu apa yang terjadi, saat Suratmi mengatakan kalau suaminya meninggal dalam pemeriksaan di Polda DIY.
"Polisi datang ke rumah. Mereka mengaku dari Densus. Memberitahukan kalau Siyono meninggal saat diperiksa di Polda DIY," ungkap kakak Siyono, Wadiyono, pada wartawan di Klaten, Sabtu (12/3) dikutip dari okezone.com.
Baca Juga: Densus 88 Gelar Sosialisasi Kebangsaan di Lamongan
Menurut Wadiyono, Densus tiba di kediaman Siyono di Dukuh Brengkungan RT 11/05 Desa Pogung, Kecamatan Cawas, sekira pukul 9.00 WIB tadi. Densus meminta agar ia bersama istri Siyono, ikut ke Rumah Sakit Kramat Jati, Jakarta. "Untuk keperluan identifikasi. Kami diminta ikut. Sekalian untuk keperluan mengambil jenazah," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News