SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Zamrotuz Zakiya, warga perumahan Sekardangan Indah di Jalan Rambutan No 16, Kelurahan Sekardangan, Kecamatan Sidoarjo, jengkel kepada PT Avila Intra Makmur dan BPN Sidoarjo.
Pasalnya, ia merasa didholimi karena tanah miliknya hingga saat ini belum jelas statusnya. Zamrotuz Zakiya adalah istri almarhum Arbudiono. Sang suami merupakan anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo tahun 1992 silam.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Bupati Nonaktif Sidoarjo, Penasihat Hukum Klaim Puluhan Saksi Tak Berhubungan
Perempuan kelahiran 1959 itu menceritakan kronologi asal mula tanah itu didapatkan. Tanah seluas 260 meter persegi itu didapatkan saat almarhum suaminya mendapat jatah tanah kolektif yang diakomodir oleh pihak sekretariat DPRD Sidoarjo pada saat suaminya menjabat.
"Jadi pada saat itu, mendapat jatah tanah kavling bagi anggota DPRD yang aktif dan yang sudah meninggal dengan dikoordinir dari teman dengan harga murah dengan developer PT APIM," ujarnya dengan didampinggi putra pertamanya, Ario Budi Wibowo, saat berada di kediamannya, Senin (9/5).
Ia pun membeli tanah kavling itu dengan harga Rp 3 juta lebih pada tahun 1996 silam. Namun, dalam proses waktu, Zamrotuz berkeinginan menyertifikatkan tanah itu.
Baca Juga: Warga Krian Digegerkan Penemuan Wanita Bersimbah Darah Dekat Kandang Ayam
Proses pengurusan, pihaknya meminta kepada bos PT APIM, Sutjianto, agar mendapat sertifikat. Akhirnya Sutjianto memanggil Zamrotuz untuk datang ke notaris dibuatkan akta jual beli tanah. "Notarisnya bernama Pak Agus Wijaya lokasinya di Gedangan," ungkapnya.
Selanjutnya, pihak notaris lantas mengurus ke BPN Sidoarjo untuk pengajuan sertifikat pemisahan tanah. "Namun, saat bertanya mulai tahun 1996-2003, ia tidak pernah sama sekali mendapat jawaban dari pihak BPN maupun dari pihak PT.
Karena kesal bertahun-tahun belum juga ada kejelasan, ia berkali-kali melakukan somasi kepada PT dan pihak BPN Sidoarjo.
Baca Juga: Relawan Sahabat Baik Khofifah-Emil Targetkan Kemenangan 70 Persen Suara di Sidoarjo
Berkali-kali mendapat somasi, BPN akhirnya turun melakukan pengukuran. Namun, pihak BPN pada tahun 2008 memberitahu jika proses pemisahan tanah dari sertifikat induk itu tidak bisa dilanjutkan. Alasannya akta jual beli tidak ada dan bendel belum lengkap.
"Padahal, kami semua ada. Termasuk PBB juga sudah saya bayar tiap tahunnya mulai tahun 1997," ungkapnya.
Upaya tersebut tidak hanya berhenti di situ. Pada tahun 2010 silam Zamrotuz meminta tolong ke notaris untuk mengecek sertifikat tanah itu. Namun, hingga saat ini sertifikat itu juga belum ada kejelasan. "Kabar terakhir yang saya terima, sertifikat itu sudah jadi dan ada yang mengambil dan sudah masuk ke bank," ungkapnya.
Baca Juga: Gagas Kampanye Riang Gembira, Khofifah Berbagi BBM untuk Ratusan Ojol di Sidoarjo
Proses hampir 20 tahun lamanya sertifikat belum selesai, Zamrotuz merasa kesal. "Kita ini orang kecil. Minta tolong aja kok sulit. Sampai berapa lama saya itu menunggu," kesalnya.
Ia juga menyatakan akan mengambil upaya hukum untuk memperjuangkan haknya. "Ini hak kami. Apapun upayanya akan kami lakukan. Jelas semua bukti sudah ada," ungkapnya.
Terpisah, Kepala Subbag TU BPN Sidoarjo Lynda Nainggolan mengatakan, dirinya tidak berani komentar banyak. Hanya saja, Lynda menyatakan, intinya pemecahan sertifikat asal ada induk sertifikat.(nni/rev).
Baca Juga: Pegawai Bank BRI Sidoarjo Tersangka Korupsi Rekening Rp2 Miliar Divonis 3 Tahun Penjara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News