JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa sejauh ini belum ada indikasi kuat kerugian negara dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Maka dari itu KPK akan mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut program Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait hal itu. Penegasan ini disampaikan KPK terkait hasil kajian atas audit BPK.
"Data BPK belum cukup indikasi kerugian negara. Jadi penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukumnya. Nah oleh karena itu jalan satu-satunya kita lebih baik mengundang BPK, ketemu dengan penyidik kami," kata Agus di sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6).
Baca Juga: KPK Diminta Jangan Hancurkan BPK Demi Ahok
"Kalau dari situ (hasil pemeriksaan) kan berarti (kasus) sudah selesai. Perbuatan melawan hukumnya selesai," imbuhnya.
Agus mengatakan, KPK akan segera mengundang BPK, "Dalam waktu dekat inilah (mengundang BPK), apakah minggu depan atau minggu berikut, pokoknya sebelum Hari Raya," imbuhnya.
Agus menjelaskan proses pengusutan kasus ini KPK berlangsung lama karena perlu pendapat ahli. Dia mengaku ada beberapa ahli yang didatangkan KPK misalnya dari UI, UGM, dan MAPI.
Baca Juga: Ahok Marah dan Usir Wartawan karena Ditanya Aliran Dana Rp 30 M ke Teman Ahok
"Mengundang itu, dan menyandingkan dengan temuan-temuan BPK. Nah tapi kami perlu hati-hati tidak semua saran kita putuskan iya. Makanya tadi saya bilang mau ketemu lagi dengan satu instansi, itu kita pengen undang BPK untuk ketemu dengan penyidik kita," tuturnya.
Sedangkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, BPK memaparkan temuan ada kerugian negara 190 miliar. Namun dari pendapat ahli yang dihimpun KPK tak ada.
"Dari penilai independen, ada selisih dari harga yang dibayarkan pemprov sekitar 10 miliar. Dari 90 miliar hasil penilaian independen ada 10 miliar, mana yang benar nanti kita telaah," kata Alex.
Baca Juga: Sebut Tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus Sumber Waras, Rachmawati: KPK jadi Ayam Aduan Penguasa
Seperti diketahui, hasil audit BPK menyebut pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras terindikasi merugikan negara hingga Rp 191 miliar. Temuan tersebut tertera dari hasil audit BPK terhadap pembelian sebagian lahan rumah sakit itu pada APBD Perubahan 2014.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh pimpinan KPK belum final. Dia mengaku tak kaget dengan ungkapan KPK yang menyebut kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak ada kerugian negara.
"Dari sejumlah pertanyaan anggota komisi III tadi, termasuk meja pimpinan, kami menghendaki kasus ini dituntaskan," kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6).
Baca Juga: DPR Pertanyakan Mata Hati Pimpinan KPK Terkait Kasus RS Sumber Waras
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, sebelumnya pimpinan KPK di bawah komando Taufiqurrahman Ruki meminta BPK melakukan audit terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Kemudian BPK bekerja audit investigasi, hasilnya ada kerugian negara. Dengan dasar itu maka kita mendorong KPK melanjutkan penyelidikan ini sesuai dengan kerja BPK," jelasnya.
Oleh karena itu, Bambang menegaskan, jika KPK berhasil membuktikan tidak ada kerugian negara atau tindakan melawan hukum, maka bisa dikatakan jika BPK telah melakukan tindakan tidak terpuji. Dalam artian BPK melakukan kecerobohan dalam melakukan perhitungan dan proses audit investigasi. Jika itu yang terjadi, Bambang meminta agar pimpinan BPK diganti.
Baca Juga: Nyali Ahok Ditantang, Jangan Banyak Komentar, Gugat BPK ke Pengadilan
"Kalau KPK menemukan bukti tidak ada pelanggaran kerugian negara, maka yang brengsek adalah BPK-nya. Tapi kita belum bisa menyatakan BPK brengsek, karena masih belum ada kesimpulan akhir. Sekarang tinggal KPK membuktikan tesisnya tidak ada perbuatan melawan hukum di proses jual beli itu," ungkapnya.
Bambang juga berujar bahwa berdasarkan pengalaman sepanjang sejarah KPK, temuan BPK itu pasti ada konsekuensi hukumnya. Pasti menguatkan temuan awal dari KPK.
"Saya duga Pak Ruki itu menemukan adanya dugaan kuat awalnya, sehingga meminta audit investigasi BPK untuk menguatkan. Kalau sekarang hasilnya justru menganulir atau melemahkan, ini yang tidak beres," bebernya.
Baca Juga: Ahok Terus Tumpahkan Kekesalannya Usai Diperiksa KPK: BPK, Lu Kira Gue Takut!
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman menyimpan berbagai pertanyaan. Menurut dia, penjelasan hukum bukan satu-satunya ukuran untuk menentukan apakah korupsi atau tidak.
Kemudian dia juga mempertanyakan mengapa KPK di era Ruki merasa perlu kirim surat pada BPK untuk dilakukan audit investigatif.
"Apa untuk kepentingan politik pribadi-pribadi di situ? Sudahkah KPK masuk angin atau takut? Kita enggak tahu. Kami berpandangan tidak adanya pelanggaran hukum bukan satu-satunya kriteria untuk tetapkan perkara korupsi. Apakah tidak ada perbuatan melawan hukum maka tidak ada indikasi korupsi? Tidak," jelas Benny.
Baca Juga: Ahok Beber Pemeriksaan oleh Penyidik KPK: Lucu Banget Pertanyaan Penyidik
Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok semringah mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pembelian Rumah Sakit Sumber Waras bersih dari dugaan korupsi.
"Saya berterima kasih, berarti KPK bekerja secara profesional,” kata Basuki di Balai Kota, Selasa ini. “Saya enggak punya salah kok.”
Ahok dipanggil beberapa kali oleh KPK saat penyelidikan. Menurut dia, tidak ada yang salah dalam pembelian lahan rumah sakit tersebut. Rumah sakit seluas 3,1 hektare itu dibeli pemerintah Jakarta pada 2014 seharga Rp 775 miliar. BPK menyatakan nilai tersebut terlalu mahal Rp 191 miliar dibanding harga yang diajukan Ciputra setahun sebelumnya.
Baca Juga: 12 Jam Diperiksa Terkait Kasus RS Sumber Waras, Ahok: BPK Menyembunyikan Kebenaran
BPK juga menyatakan tanah Sumber Waras berada di Jalan Tomang Utara dengan nilai jual Rp 7 juta. Sedangkan Ahok memakai harga tanah Rp 20 juta sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan di Jalan Kyai Tapa. “Yang menentukan posisi sertifikat bukan saya. Yang menentukan zonasi dan NJOP juga bukan saya. Peninggalan dari dulu itu," tuturnya.(tic/mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News