>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 08123064028, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saat Kecil Saya Hina Allah dengan Kata Tak Pantas, Sekarang Saya Merasa Ketakutan
Kiai Ghazali Said yang terhormat, kebetulan saya pada bulan Ramadan ini sedang menyusui bayi yang masih berusia 9 bulan, sedangkan keponakan saya saat ini juga sedang hamil 7 bulan. Apakah wanita yang sedang hamil dan menyusui mendapatkan keringanan (rukhsah) untuk tidak berpuasa, dan bagaimana cara menggantinya? (Nur Azizah, Pakal, Benowo, Surabaya).
Jawaban:
Yang perlu Ibu pahami, di antara tujuan pemberlakuan hukum Islam itu adalah untuk memperoteksi jiwa manusia. Maksud proteksi jiwa adalah seluruh kegiatan harus menjamin kesehatan dan keselamatan jiwa mereka. Jika kesehatan bahkan jiwa terancam, maka pemberlakuan hukum Islam bisa ditunda, bahkan boleh tidak dilaksanakan. Dalam kasus ibu yang menyusui dan ibu yang hamil, jika mereka berpuasa, maka akan mengancam keselamatan bayi dan janinnya. Dengan alasan untuk menjaga kelangsungan hidup bayi dan janin, maka syariat Islam memberi keringanan untuk tidak melakukan ibadah puasa.
Baca Juga: Suami Abaikan Saya di Ranjang, Ingin Fokus Ibadah, Bolehkah Saya Pisahan?
Ini berdasakan hadis laporan Anas bin Malik bahwa Rasul SAW bersabda: “sesungguhnya Allah azza wa jalla memberi keringanan pada musafir untuk meninggalkan puasa dan mengqasar salat, juga memeberi keringanan pada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa.” (Hr. Muslim dan Ibn Majah).
Para ulama memahami ayat Alquran surat al-Baqarah 183 - 184 dan hadis di atas, bahwa masyaqqah karena bepergian, sakit, wanita menyusi dan hamil itu masuk dalam kategori masyaqqah. Karena itu mereka yang mengalami beberapa alasan di atas boleh untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadan. Tetapi, harus dengan dugaan yang kuat bisa berdasar advice dokter atau kebiasaan umum jika mereka berpuasa, akan mendapatkan bahaya bagi kesehatan dirinya atau janin dan bayinya. Bahkan jika yang terakhir ini kemungkinan besar akan terjadi, menurut sebagian fuqoha di antaranya Ibn Hazm justru wajib tidak berpuasa dalam arti puasa pada kondisi seperti itu berakibat dosa. Mereka tidak diberi beban mengqada atau membayar fidiah.
Sedangkan fuqaha yang berpendapat boleh tidak berpuasa teapi wajib qada sekaligus wajib membayar fidiah adalah Syafi’i, Sufyan, Malik dan Ahmad bin Hanbal. Mereka beralasan bahwa wanita hamil dan menyusui itu mendapat manfaat ganda: mandapat manfaat bagi dirinya sendiri dan manfaat bagi janin dan bayinya.
Baca Juga: Istri Sudah Saya Talak 3, Saya Ingin Menikahi Lagi, Apa Bisa?
Saya lebih cenderung untuk mengikuti pendapat terakhir ini, karena punya argument yang realistis dan rasional. Untuk itu saya sarankan ibu dan keponakan ibu itu untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadan kali ini, tetapi nanti di luar Ramadan harus mengqada sekaligus membayar fidiah. Satu kali tidak puasa senilai memberi makan satu orang miskin. Wallahu a’alam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News