
SEMARANG, BANGSAONLINE.com - Berita KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) – kiai sepuh dan kharismatik - mencium tangan KHA Hasyim Muzadi yang dilansir pertamakali BANGSAONLINE.com telah menghebohkan jagat ulama –terutama para kiai dan warga NU. Sebagian besar kiai dan warga NU mengapresiasi dan memuji karena menunjukkan tingginya akhlak kiai.
Meski demikian ada saja beberapa orang “sakit hati” dan tak rela Mbah Moen mencium tangan Kiai Hasyim Muzadi. Ini terbaca dari komentar mereka yang panas hati, baik di grup WhatsApp (WA) NU maupun media sosial.
”Nyosor,” demikian komentar pedas salah satu dari mereka yang ternyata pendukung berat KH Said Aqil Siradj. Bahkan ada yang meragukan keaslian foto Mbah Moen ketika bangsaonline.com melansir adegan tersebut.
“Fotonya gak asli. Mungkin itu bukan Mbah Moen,” komentarnya.
Benarkah Mbah Moen, Pengasuh Pondok Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah itu mencium tangan Kiai Hasyim Muzadi yang usianya lebih muda? (BACA: "Ngumpulke Balungpisah Warga NU", Mbah Moen Cium Tangan Kiai Hasyim Muzadi)
Inilah kesaksian KH Fadlolan Musyafak, kiai muda jebolan Universitas Al-Azhar Mesir yang kini Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama (MUI) Jawa Tengah dan Katib Syuriah PWNU Jawa Tengah kepada bangsaonline.com.
”Saya kan termasuk yang ngundang,” kata Kiai Fadlolan kepada bangsaonline.com sembari tersenyum.
Kiai Fadlolan selain menyaksikan langsung peristiwa tersebut memang termasuk panitia pengundang dalam acara Halal Bihalal “Ngumpulke Balungpisah Warga NU” di Fakultas Kedokteran Unwahas Semarang, Ahad 17 Juli 2016 lalu.
Kiai Fadlolan yang Pengasuh Pondok Ma’had Walisongo Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang itu bercerita bahwa peristiwa tersebut bermula ketika Kiai Hasyim Muzadi berpidato di depan para kiai NU dalam acara Halal Bihalal “Ngumpulke Balungpisah Warga NU” di Fakultas Kedokteran Unwahas Semarang.
”Saat itu ada seorang professor dari UIN Walisongo datang terlambat. Tiba-tiba menghampiri Kiai Hasyim Muzadi dan salaman di podium,” tutur Kiai Fadlolan yang alumnus Pondok Pesantren Al-Ma’ruf Bandungsari Grobogan Jawa Tengah.
Kiai Hasyim Muzadi – tutur Kiai Fadlolan – lalu tertawa dan berkomentar. ”Inilah orang NU. Selain NU tidak ada gaya begini ini (sudah terlambat tapi masih berusaha salaman dengan kiai yang lagi pidato di podium-red),” kata Kiai Hasyim Muzadi sembari tertawa.
Kiai Hasyim Muzadi yang mantan ketua umum PBNU dua periode itu lalu bercerita tentang peristiwa KHR As’ad Syamsul Arifin, kiai kharismatik yang dikenal sebagai santri Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari.
Suatu ketika, tutur Kiai Hasyim Muzadi, Kiai As’ad hadir ke dalam suatu acara. Dalam acara tersebut sedang menyanyikan lagu Indonesia Raya. ”Ketika Kiai As’ad masuk ruangan spontan dirijen dan peserta berhenti (menyanyi) menyalami Kiai As’ad,” kata Kiai Hasyim Muzadi yang disambut tawa para kiai yang hadir.
Kiai Hasyim Muzadi kemudian melanjutkan pidatonya. Namun berselang sekitar 15 menit tiba-tiba Mbah Moen datang dan masuk ke arena acara halal bihalal. Kiai Hasyim Muzadi yang sedang pidato spontan meletakkan mikrofon dan turun dari panggung menyambut Mbah Moen. Suasana jadi haru. Apalagi Mbah Moen langsung mencium tangan Kiai Hasyim Muzadi sambil mengatakan, “Fadlolan-fadlolan, Pak Hasyim mau datang ya…!.” Adegan itu disaksikan para kiai yang hadir dengan suasana haru.
Ketika giliran berpidato, Mbah Moen menyampaikan bahwa Kiai Hasyim Muzadi masih satu rumpun keluarga dengan dirinya dari jalur ibu. ”Kiai Hasyim Muzadi itu paman saya, saudara sepuh saya, paklek saya,” ungkap Mbah Moen.
Mbah Moen selama ini punya pandangan bahwa dalam agama Islam jalur darah (keluarga) harus didahulukan daripada ilmu. Artinya, kita harus lebih dulu menghormati orang tua kita, baru setelah itu kita menghormati guru. Karena itu ia sangat menghormati Kiai Hasyim Muzadi.
Sekitar 20 menit Mbah Moen berpidato Kiai Hasyim Muzadi pamit pulang. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu lalu menuju podium mencium tangan Mbah Moen. Lagi-lagi acara halal bihalal itu diliputi suasana haru.
“Jadi itulah krononologisnya,” tutur Kiai Fadlolan, lulusan S-2 dan S-3 jurusan Ushul Fiqh dan Fiqh Madzhab Universitas Al-Nilain Sudan. Kader NU yang kini merintis Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan di Semarang ini heran kenapa ada yang tak ikhlas Mbah Moen cium tangan Kiai Hasyim Muzadi. Padahal sebagian besar kiai dan warga NU malah memuji dan dianggap sebagai bagian dari budaya luhur NU yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi. (ma)