Tafsir An-Nahl 97: Indonesia, Negeri "Kakehen Cangkem"

Tafsir An-Nahl 97: Indonesia, Negeri "Kakehen Cangkem"

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Man ‘amila shaalihan min dzakarin aw untsaa wahuwa mu/minun falanuhyiyannahu hayaatan thayyibatan walanajziyannahum ajrahum bi-ahsani maa kaanuu ya’maluuna.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Ayat yang sedang kita kaji (97) bicara soal hidup multi bagus (hayah thayyibah). Siapa pun orangnya, asal mau beriman dan beramal salih akan mendapatkan servis mahabesar itu. Saking seriusnya Jaminan Tuhan ini, hingga promosi ayat disebut jenis kelamin, pria (min dzakar) maupun wanita (aw untsa). Penyebutan jenis kelamin ini jarang ada dalam kitab suci. Selain sangat serius, universal, juga menyentuh individu tanpa diskriminitas apa-apa.

"hayah thayyibah" itu tidak sekedar mendapatkan apa yang harap, tapi juga terhindar dari apa yang tidak diharap. Petani yang menginginkan hasil tanamannya bagus (thayyibah), maka harus mematuhi rukun dan syarat bertani. Mengusahakan sesuatu agar tanaman tumbuh subur, seperti pengairan cukup, pupuk dan lain-lain. Tapi juga harus mencegah pengganggu dan perusak, seperti menyemprot hama dan melindungi dari iklim yang ekstrim, entah bagaimana caranya.

Begitulah tamsilan jika seseorang ingin hidup super bagus (hayah thayyibah), maka tidak hanya mengusahakan peningkatan servis saja, melainkan juga mencegah pengganggu. Tak beda dengan negara, tidak hanya mengupayakan pertumbuhan ekonomi, menekan laju inflasi, mengidealkan kurs mata uang, gini rasio dan lain-lain, melainkan juga mencegah kemafsadahan yang bisa merusak tatanan, baik moral, ekonomi maupun perdaban. Isue paling populis hari ini adalah perang melawan narkoba.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Diskusi kecil menyoroti perang melawan narkoba, negeri ini dianggap terlalu lemah dan banyak pertimbangan. Soal gembar-gembor, ikrar dan sesumbar dibanding dengan pelaksanaannya gak sumbut, tidak sebanding. Dibanding dengan negeri tetangga, Filipina, negara kecil yang masih ruwet dan tidak semapan Indonesia, gembar-gembornya biasa, tapi pengamalannya luar biasa.

Bahwa benar, BNN, Polisi, Kehakiman sudah bekerja melawan narkoba, tapi apa prestasinya? Ya ada, tapi jentik. Sudah diputus hukuman mati, ternyata gagal dan ditunda dengan sekian alasan. Dan itu tidak hanya sekali. Hingga beban negara makin berat. Biasanya lebih membidik gembongnya dan lama sekali, hingga masih bisa leluasa melanjutkan bisnis perdagangan dalam waktu sangat lama yang dikendalikan dari balik jejuri penjara. Mana ada negara macam begini.. ?.

Dari sekian penjahat narkoba yang tertangkap, sungguh sangat sedikit yang dihukum mati. Tapi kalau yang diduga teroris, serius menembaknya bukan main, sampai diuber-uber ke semak-semak. Bahkan sekedar diduga saja, dengan bukti ada bendera di kamarnya, poster tokoh, buku keislaman sudah cukup digelandang ke pengadilan.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Bandingkan dengan Filipina, sejak presiden Rodrigo Duterte kemarin menjabat, dia langsung menyatakan perang melawan narkoba dan dibuktikan. Kini, tercatat sudah 665 tersangka narkoba ditembak mati tanpa ampun. Mereka itu kebanyakan tersangka pengedar dan sedikit dari bos dan bandar. Bagi Filipina, apapun peran mereka dalam narkoba dianggap sama. Tidak ada bos dan tidak ada pengedar, kurir atau apa. Tidak pakai logika "otak intelektual di balik ini dan itu". Meskipun ada bos, tapi kalau pengedarnya tidak jalan, ya gagal. Lha wong itu kerja tim. Tidak pula diterima alasan, "tidak tahu, itu koper titipan teman, kami ini hanya korban, dll.". Ya. begitulah kalau sudah ketangkap.

Lahiriahnya terbukti sebagai salah, ya vonis bersalah dan langsung ditembak mati setelah siap segalanya. Begitulah hukum formal dan hukuman atas pelaku narkoba di Filipina. Soal esensial, soal hakekat persoalan, itu urusan Tuhan. Manusia itu punya keterbatasan dan diamanati hukum oleh Tuhan sesuai keterbatasannya, yakni berupaya secara maksiamal bidang lahiriah saja. Dan syari'at islam-pun demikian. "umirna nahkum bi al-dzawahir wa Allah yatawalla al-sara'ir".

Tindakan Rodrigo menuai kritik pedas dan bertubi-tubi dari PBB, tapi tidak digubris. Lalu diancam, bahwa persoalan itu hendak diangkat ke mahkamah internasional sebagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Tapi sang presiden tidak bergeming, malah balik mengancam: "Jika tuan-tuan tetap mengkritik kami berperang melawan narkoba menurut cara kami sendiri, maka Filipina akan keluar dari keanggotaan PBB". PBB kini, kelihatannya diam.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Teman di sebelah menimpali, "Ya, mestinya penegak hukum di negeri ini bersikap tegas dan berani, tidak usah banyak pertimbangan. Pertimbangan memang penting, tapi penyelidikan, penyidikan, persidangan kan sudah final dan sudah berjalan sangat-sangat lama. Penegak hukum kita ini orangnya pinter-pinter, tapi kok lemot dalam hal mengambil keputusan. Hal itu mengundang rasan-rasan di kalangan rakyat. Dikatakan sebagai orang bodoh, pastilah marah. Dianggap tidak tegas, pastilah tersinggung. Dianggap mendapat sesuatu, malah tidak terima dan bahkan menuntut balik.

Teman itu diam sebentar, lalu berkomentar nyelekit dengan nada jengkel "Wong-wongane negoro iki podo kakehen cangkem". Maksudnya, orang-orang hukum negeri ini terlalu banyak ngomong. Soal melihat bahaya narkoba dan bahaya teroris, rupanya presiden Filipina itu lebih pinter ketimbang penguasa negeri ini. Bahaya teroris mudah diminimalisir dan hanya sedikit nyawa, andai ada korban. Tapi bahaya narkoba, begitu komplek dan menyakitkan. Bayangkan, sekitar 45 orang mati setiap hari karenanya. Artinya, dalam satu tahun korban narkoba ada sekitar 16 ribu lebih nyawa melayang secara menyedihkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO