JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Retribusi parkir berlangganan yang kini diketahui menuai polemik di Kabupaten Jombang ternyata menyumbang Rp 6,9 miliar kepada PAD (Pendapatan Asli Daerah) pada tahun 2015. Sedangkan sepanjang tahun 2016 hingga bulan Agustus sudah mencapai Rp 4,8 miliar.
Tak pelak perolehan yang besar ini, selain bersumber dari retribusi murni parkir berlangganan, juga disinyalir hasil pungutan para Jukir (Juru Parkir) yang beroperasi di lapangan. Di mana para Jukir memungut uang dari pengendara meskipun sudah berlangganan yang seharusnya bebas biaya parkir.
Baca Juga: Viral Nominal Parkir Ngawur Jombang Fest, Panitia Minta Berlakukan Tarif Sesuai Ketentuan
”Untuk tahun 2015 dari sektor retribusi parkir ini sebesar Rp 6.921.139.000. sedangkan tahun 2015 sudah ada Rp 4.889.584.500,” kata Eka Suprasetya, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Jombang kepada Bangsaonline.
Menurut Eka, PAD dari retribusi parkir itu termasuk kategori menengah keatas dibanding sektor lainnya. ”Ini nilainya sudah miliaran, termasuk masih cukup tinggi dibanding lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, besarnya PAD dari parkir berlangganan ini menuai sorotan dari Direktur Kopiah Nusantara, Mahmudi Faton. Menurutnya, nominal yang mencapai miliaran itu bisa jadi juga dari pungutan para Jukir kepada pengendara yang sebenarnya sudah berlangganan.
Baca Juga: Tewaskan 6 Orang, Dishub akan Tutup Perlintasan Kereta Api di Jabon Jombang
”Kami sudah mengetahui bahwa Jukir memungut biaya meskipun kepada pengendara yang sudah ikut parkir berlangganan. Apalagi ada kabar para Jukir ditarget setoran oleh dinas. Apakah mungkin itu juga dimasukkan dalam PAD, ini perlu dijelaskan secara terbuka oleh Dishub Jombang,” katanya, kamis (29/9).
Ia menilai, realisasi parkir berlangganan di kota santri masih penuh dengan kebobrokan. Sehingga perlu dievaluasi dan diawasi penerapannya.
”Pemkab Jombang ini ganas sekali, memberlakukan parkir berlangganan kepada semua jenis kendaraan. Padahal belum tentu semua jenis kendaraan parkir di area berlangganan. Semisal sepeda motor maupun kendaraan pribadi yang jarang bahkan tidak pernah ke parkir di area berlangganan itu kan tetap bayar retribusinya setiap tahun saat pengurusan pajak kendaraan,” beber Mahmudi.
Baca Juga: Puluhan Sopir Bus dan Kru Dites Urine di Terminal Kepuhsari Jombang
Pengurus LBH (Lembaga bantuan Hukum) PC GP Ansor Jombang inipun meminta Pemkab membatalkan Peratuan Daerah (Perda) tentang parkir berlangganan tersebut. ”Karena ini tidak banyak manfaatnya kepada masyarakat. Lebih baik tidak usah diberlakukan. Perdanya dicabut saja, sebelum Kemendagri yang membatalkannya seperti di beberapa daerah lain yang sudah dibatalkan,” pungkas Mahmudi.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemungutan uang kepada pengendara meskipun sudah memiliki stiker parkir berlangganan diakui Jukir (Juru Parkir) di Kabupaten Jombang. Pemungutan biaya itu dilakukan Jukir karena harus setoran kepada SKPD tertentu. Pengakuan ini disampaikan langsung salah satu jukir di pusat kota santri.
Menurut Jukir yang enggan namanya disebut itu, selain setor tiap bulan, mereka juga harus rela dipotong gaji setiap bulannya. Potongan gaji bagi jukir antara Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu. Tergantung lokasinya, untuk yang beroperasi di jalan KH. Abdurrachman Wahid (Gus Dur) dipotong Rp 70 ribu. Sedangkan potongan bagi jukir yang beroperasi di Jalan A Yani Rp 100 ribu.
Baca Juga: Tolak SSA, Ratusan Warga Jombang Gelar Demo di Jalan RE Martadinata
"Itu sudah biasa. Kami ditarget, kami juga harus setoran. Sedangkan gaji kami juga dipotong sesuai area parkir berlangganan," kata salah satu Jukir di Jl Gus Dur sembari kembali meminta namanya tidak dipublikasikan. Mirisnya, dari jukir yang ber-SK maupun masih binaan, gaji bulanannya sangat minim sekali.
Bahkan jauh dari UMK Jombang. Gaji bagi Jukir yang sudah punya SK tiap bulan Rp 350 ribu, sedangkan yang binaan Rp 250 ribu. Masing-masing akan dipotong antara Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu. Kondisi inilah yang membuat para Jukir memungut biaya dari para pengendara. ’’Kami tidak pernah menentukan tarif. Kalau di kasih ya, syukur. Kalau tidak, ya tidak apa-apa, pokoknya kami tidak memaksa,’’ beber lelaki asli Kabupaten Jombang ini.
Imam Sudjianto, Kepala Dishub Jombang terkesan menyepelekan persoalan tersebut. "Terserah lah, saya no comment," katanya saat dihubungi Bangsaonline, Selasa (27/9) malam lalu.(rom)
Baca Juga: Menguak Praktik Pungli di Kota Santri (9): Bupati Jombang Bidik Tiga SKPD
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News