JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wakil Ketua Umum Partai Hanura Nurdin Tampubolon menepis tudingan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein yang menyebut Menko Polhukam Wiranto adalah aktor di balik penangkapan belasan aktivis dengan tuduhan makar. Menurutnya, pernyatan Kivlan tak masuk akal lantaran Wiranto tidak memiliki hak membuat seseorang menjadi tersangka.
"Itu enggak benar lah. Kalau saya bilang bahwa Wiranto untuk jadikan tersangka enggak bisa diterima akal sehat. Seorang Menko Polhukam memang dia bawahi hukum dan keamanan, tapi enggak mungkin dia ingin orang jadi tersangka dan itu bukan hak dia lakukan itu, yang buat kepolisian," kata Nurdin di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip dari Merdeka.com, Rabu (11/1).
Baca Juga: Panglima TNI Dukung Penangguhan Penahanan Mantan Danjen Kopassus Sunarko
Nurdin menegaskan, penetapan tersangka belasan aktivis termasuk Kivlan menjadi wewenang Polri. Polri, kata dia, pasti memiliki dasar dan bukti untuk menetapkan Kivlan dan kawan-kawan menjadi tersangka.
"Saya kira yang buat tersangka itu intitusi. Kriteria sudah ada apa yang jadi ukuran sebagai tersangka sehingga itu menjadi hukum sebagai panglima berjalan," tegasnya.
Sebelumnya, tersangka kasus makar Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein menuding Menko Polhukam adalah salah satu pihak yang ingin menangkapnya. Tudingan itu dilontarkan Kivlan saat bertemu dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon untuk mengadukan kasus makar yang menjerat belasan aktivis.
Baca Juga: Praktisi Hukum Apresiasi Putusan MK Soal Delik Makar
"Saya merasa ada yang ingin saya ditangkap. Boleh jadi Wiranto. Boleh jadi lho ya," kata Kivlan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/1).
Kivlan menegaskan pihaknya tidak ada niat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Rencana aksi pada 2 Desember bertujuan menyampaikan petisi agar UUD 1945 dikembalikan untuk mengganti UUD hasil amandemen yang kini digunakan.
"Kami tidak menjual negara, apalagi menggulingkan pemerintahan dengan pasukan bersenjata. Kita hanya usul mengubah ketatanegaraan dan itu tak bisa dipidana," tegasnya.
Baca Juga: Curhat ke Dewan Soal Kasusnya, Rachmawati: Ini Grand Design untuk Bungkam Pejuang Demokrasi
Sementara permintaan Wakil Ketua DPR Fadil Zon yang meminta pihak kepolisian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), terhadap seluruh tersangka makar usai menerima Rachmawati Soekarnoputri di Gedung DPR direaksi Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan.
Dilansir Merdeka.com, Irjen M Iriawan menegaskan bahwa pihaknya tak akan terpengaruh dengan adanya aduan dari tersangka makar manapun.
"Itu hak Ibu Rachma ke DPR, karena di sana kan wakil rakyat. Kami kan sudah punya bukti," kata Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (11/1).
Baca Juga: Prabowo: Anak Proklamator Kok Dituduh Makar, Bangsa Asing Anggap Rakyat Indonesia Bodoh
Bahkan, Iriawan mempertanyakan balik pada Fadli Zon, bagaimana caranya untuk keluarkan SP3 tersebut. "Tolong jelaskan ke saya gimana SP3-nya? Hukumnya enggak bisa begitu, buktinya ada," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyarankan agar polisi menghentikan kasus makar yang dituduhkan kepada aktivis Rachmawati Soekarnoputri dan belasan tokoh lainnya. Masukan ini disampaikan setelah Fadli mendengar aduan Rachmawati dkk terkait kronologis, bukti-bukti dan keterangan yang membantah tudingan rencana makar pada 2 Desember 2016 lalu.
Dari penjelasan Rachmawati dan pendukungnya, Fadli menilai bukti dan tuduhan makar tidak cukup kuat sehingga polisi lebih baik memberhentikan proses hukum kasus tersebut.
Baca Juga: Polisi Temukan 3 Penyandang Dana Kasus Makar, Ratna Sarumpaet Minta Petinggi FPI Diperiksa
"Saya termasuk yang berpendapat kalau itu tidak ada bukti yang nyata, kalau itu dugaan-dugaan, analogi, mimpi, bayangan, sebaiknya dihentikan saja perkara ini," kata Fadli.
Menurutnya, rencana Rachmawati untuk menyampaikan petisi pengembalian UUD 1945 sebagai pedoman negara menggantikan UUD hasil amandemen sekarang ke MPR bukanlah tindakan makar. Fadli menilai jalur yang ditempuh belasan aktivis itu telah sesuai konstitusi.
"Apa yang mereka lakukan terbuka, dan melakukan konferensi pers dan datang ke MPR, menurut saya itu saluran-saluran yang konstitusional. Tidak ada gerakan yang inkonstitusional," tegasnya.
Baca Juga: Tommy Soeharto Bantah Danai Gerakan Makar
Untuk itu, Waketum Partai Gerindra ini meminta kepolisian agar mengeluarkan SP3 terkait kasus makar yang disangkakan kepada Rachmawati dkk.
Sementara Anggota Komisi III Fraksi Partai Gerindra Wenny Warouw menyarankan dibentuk Panitia Khusus untuk menelusuri kejanggalan kasus makar yang menyeret nama sejumlah tokoh. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan pimpinan DPR akan mempertimbangkan pembentukan pansus dalam rapat pimpinan.
"Nanti setelah audiensi diterima, kemudian dilaksanakan rapim yang harus diambil keputusan juga dari rapat dan seluruhnya bagaimana pembentukan pansus, panja dan sebagainya. Kita serahkan pada mekanisme yang ada," kata Agus di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1).
Baca Juga: Cari Bukti Ketelibatan Dugaan Makar, Polisi Obok-obok Rumah Rachmawati
Agus meminta Komisi III lebih dahulu membahas dugaan kesalahan prosedur dalam proses hukum atas kasus dugaan makar yang menjerat Rachmawati dan kawan-kawan.
"Sehingga perencanaan lebih lanjut kami serahkan ke yang menanganinya. Kalau hukum komisi III yang akan menangani," tegasnya. (merdeka.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News