JEMBER, BANGSAONLINE.com - Bupati Jember dr Faida, cukup tenang menghadapi interpelasi DPRD. Dia menunjuk Assisten Administrasi Pemkab Jember Djoko Santoso, menghadiri sidang paripurna interpelasi, Senin (16/1). Dia ditunjuk membacakan pernyataan bupati, terkait polemik mutasi Sekretaris DPRD Jember menjadi Kepala Satpol PP tanpa persetujuan DPRD Jember.
Dalam pembacaan surat tersebut, Djoko sempat beberapa kali mengeluarkan suara cukup tinggi. Khususnya, pada point perundang-undangan. Bupati, melalui Djoko Santoso, juga menilai bahwa penggunaan hak interpelasi itu tidak perlu ditempuh DPRD Jember. Ia mengutip Undang Undang Pemerintah Daerah pasal 159 ayat 2. Di situ disebutkan, bahwa hak interpelasi memiliki batasan dan tidak bebas dilakukan oleh legislatif.
Baca Juga: Gelar Patroli, Satpol PP Jember Pastikan Tempat Hiburan Malam Tak Beroperasi saat Ramadan
"Hak tersebut hanya dapat digunakan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting, strategis dan berdampak pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika kebijakan (Bupati) ini hanya ditujukan pada satu orang dan kemudian berdampak pada sekelompok orang, maka hak interpelasi tersebut tidak memenuhi syarat," terangnya.
Tidak hanya itu, bupati juga sangat menyayangkan penggunaan hak interpelasi yang dilakukan oleh DPRD Jember. Pasalnya, kebijakan atau keputusan yang diambil oleh bupati, telah memiliki dasar hukum. Karena itu, bupati meminta agar DPRD menempuh jalur hukum, bukan jalur politis.
Usai membacakan pernyataan bupati, salah seorang anggota fraksi Gerindra, Siswono, yang mendapatkan giliran pertama bertanya, langsung mengungkapkan kekesalannya. Bahkan, dia sempat menggebrak meja karena menganggap legislatif telah dilecehkan.
Baca Juga: Sambut Ramadan, Pj Gubernur Jatim Gelar Pasar Murah di Jember
"Saya sepakat dengan apa yang disampaikan bupati mengenai perundang-undangan itu. Tetapi kami ini lembaga politik. Penyelesaian juga bisa lewat komunikasi politik," katanya.
Siswono yang juga Ketua Komisi C DPRD itu, juga geram dengan intonasi tinggi Djoko. Dia menilai, Djoko tidak memiliki sopan santun ketika berhadapan dengan legislatif.
"DPRD itu adalah lembaga yang terhormat. Apa maksudnya dengan penyampaian dengan intonasi yang tinggi itu?," katanya sambil menggebrak meja dan menunjuk Djoko yang masih berada di podium.
Baca Juga: Menteri PPPA Bahas Stunting di Jember
Sementara anggota fraksi PKB Ayub Junaidi menjelaskan, penggunaan hak interpelasi merupakan hak politik DPRD yang dilindungi secara konstitusional. Bahkan, untuk bisa menanyakan suatu kebijakan salah yang dilakukan eksekutif, DPRD memang harus menempuh jalur tersebut.
"Ini sebenarnya bukan hanya persoalan personal yaitu Sekwan (Sekretaris Dewan) saja. Tetapi juga merupakan akumulasi dari kesalahan bupati yang telah banyak melanggar undang-undang," kata Ayub yang juga merupakan Wakil Ketua DPRD Jember itu.
Ia mencontohkan, dengan terlambatnya penetapan Peraturan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Perda RPJMD), P-APBD 2016 dan APBD 2017.
Baca Juga: Factory Tour Bupati Jember ke PT Intidaya Dinamika Sejati
"Hal itu dikarenakan bupati Jember menabrak aturan perundang-undangan. Selain itu, bupati juga beberapa kali melakukan mutasi pegawai sebelum Perda OPD (Organisasi Perangkat Daerah) disahkan," jelas Ayub.
Pimpinan sidang, Thoif Zamroni, akhirnya membatasi anggota DPRD Jember yang bertanya berdasarkan masing masing fraksi. "Perwakilan fraksi silahkan diwakilkan beberapa orang saja. Selebihnya, silakan ditulis dan nantinya dihimpun oleh masing-masing fraksi," katanya.
Djoko Santoso pun enggan menjawab langsung beberapa pertanyaan fraksi. Ia memilih menghimpun seluruh pertanyaan untuk selanjutnya dijawab kembali oleh bupati. (jbr1/yud/rev)
Baca Juga: Bupati Jember Hadiri HUT ke-12 PT Rolas Nusantara Medika
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News