JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tujuh Delegasi Muslim Indonesia menemui Presiden Israel Reuven Rivlin di kediamannya, Beit HaNassi, Talbiyah, Yerusalem. Kedatangan mereka diprakarsai oleh Australia/Israel & Jewish Affairs Council (AIJAC).
Dikutip dari Merdeka.com, Kedatangan mereka diterima langsung oleh Rivlin. Para delegasi dan kepala negara Yahudi itu membicarakan hubungan antara Umat Islam dan Yahudi. Dia juga berharap Indonesia bisa membuka kerja sama dan saling berinteraksi di masa mendatang.
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Dilansir dari Israel Ministry of Foreign Affairs, pertemuan itu berlangsung pada Rabu (18/1/) lalu.
"Saya yakinkan kepada Anda bahwa di Yerusalem, kota Tuhan, semua orang bisa beribadah sesuai dengan keyakinannya. Dan Israel akan terus membela hak ini, tidak peduli apapun propaganda anti-Israel tentang hal ini. Selama ini, propaganda yang selama ini muncul untuk memprovokasi dunia Islam terhadap Israel," kata Rivlin, demikian dikutip dari Times of Israel, Kamis (19/1).
Menurut Rivlin, di negaranya kehidupan antar umat beragama Samawi sangat harmonis. Dia menyebut, demokrasi yang dibangun di Israel tak hanya bagi Yahudi, tapi juga semua agama.
Baca Juga: Setahun Tragedi Genosida, API Palestina Jatim Bakal Gelar Aksi di Surabaya dan Malang
"Nenek moyang saya percaya, seperti saya, bahwa kita semua bisa tinggal di sini bersama-sama. Kami percaya di Israel sebagai negara demokratis dan Yahudi, bukan demokrasi hanya untuk orang-orang Yahudi. Ada demokrasi untuk semua orang," tambahnya.
Sambutan hangat yang diterima para delegasi ini membuat Profesor Istibsjaroh mengaku tersanjung bisa diundang secara langsung ke Israel.
"Sebagai Presiden Institut Pendidikan Tinggi, dan sebagai ketua di Dewan Islam dan mantan senator Republik Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau, dan terbang antar pulau bisa memakan 10 jam. Di sana juga memiliki keberagaman agama dan budaya, tapi kami semua satu sebagai warga Indonesia," katanya.
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
Kehadiran warga Indonesia di Israel sendiri bukan hal yang asing. Beberapa waktu lalu publik juga dihebohkan kedatangan wartawan asal tanah air menemui Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu di kantornya.
Sejumlah pengusaha juga dipergoki menghadiri perayaan kemerdekaan Israel yang digelar Kedutaan Besar Israel di Singapura.
Sejak berdiri sebagai negara berdaulat, Indonesia belum pernah membuka atau berhubungan langsung dengan Israel. Namun, di masa Orde Baru Indonesia pernah membeli pesawat tempur secara rahasia dari negara itu.
Baca Juga: Gus Nasrul: Banyak Sarjana Muslim yang Belum Paham Salat
Mulai 1999, yakni era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Indonesia tak lagi mengambil sikap bermusuhan, namun tetap tidak membuka kantor perwakilan di negara itu.
Di sisi lain, kunjungan delegasi tersebut banyak menuai kritik. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi memastikan kunjungan Ketua Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga MUI, Prof Istibsjaroh, ke Israel tanpa izin.
"Iya benar dan kunjungan beliau tanpa sepengetahuan pimpinan MUI," kata Zainut dilansir merdeka.com, Jumat (20/1).
Baca Juga: Sinergitas Pendidikan Non-Formal, MUI Kabupaten Pasuruan Gelar Lokakarya
Kepergian Istibsjaroh, menurut Zainut, telah menyalahi kebijakan organisasi. MUI pun sangat menyesalkan kunjungan tersebut.
"MUI melarang semua pengurusnya untuk berkunjung ke negara Zionis dengan atau tanpa dalih apa pun," tegasnya.
Menurutnya, MUI sebagai salah satu representasi umat Islam Indonesia berkomitmen mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Hal tersebut sesuai dengan semangat konstitusi, yakni menolak segala macam bentuk penindasan dan penjajahan.
Baca Juga: Judi Online Jadi Bahasan Ormas Islam di Kabupaten Pasuruan
"Israel adalah negara agresor dan penjajah yang selama ini berbuat zalim terhadap rakyat Palestina," tandasnya.
Sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang luar negeri, KH. Muhyidin Junaidi mengatakan, kehadiran warga negara Indonesia atas undangan Presiden Israel merupakan upaya adu domba sesama umat Islam. Sebab di antara mereka yang diundang hadir adalah Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga MUI, Prof. Istibsyarah.
"Kunjungan tersebut menciptakan pro-Kontra di kalangan tokoh dan pimpinan ormas Islam dan berpotensi mengadu domba sesama umat Islam di Indonesia," katanya dilansir Republika.co.id.
Baca Juga: Gus Nasrul Sebut Indonesia Darurat Konten Medsos
Ia pun memandang kunjungan itu melanggar kode etik diplomacy international. Menciderai perasaan bangsa Indonesia dan juga merusak upaya Organisasi Konferensi Islam (OKI) menerapkan two states policy atau kebijakan dua negara.
Muhyidin mengakui lobi Israel dan mitra Yahudi terus diintensifkan secara masif dengan berbagai cara dari yang halus sampai yang serampangan. Karena dunia internasional, melalui pertemuan 17 menteri luar negeri di Prancis jelas menyepakati dan mendorong agar two states policy segera dilaksanakan.
Tapi Israel tetap keras kepala dengan sikapnya tak pernah mengakui resolusi apapun yang dikeluarkan PBB, selama itu merugikan Yahudi.
Baca Juga: Salam Lintas Agama Dihukumi Haram Tak Terkait Intoleran
"Singkatnya kunjungan warga negara Indonesia bertemu Presiden Israel secara tak langsung mendukung kebiadaban Israel dan genosidanya kepada bangsa Palestina," ujarnya. (merdeka.com/republika.co.id)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News