Penggalan Sejarah Tersimpan di Masjid Agung Lamongan

Penggalan Sejarah Tersimpan di Masjid Agung Lamongan ?GENTONG SEJARAH – Gentong bersejarah yang ada di halaman Masjid Agung Lamongan. foto : haris sugianto/BANGSAONLINE


Selain berkaitan dengan syiar Islam, juga menjadi tempat penyimpanan sejumlah benda terkait dengan sejarah sebuah wilayah atau daerah. Di Masjid Agung Lamongan, anda bisa melihat dua buah gentong air terbuat dari batu yang diletakkan di kedua sisi gapura pintu tersebut.

Konon gentong itu milik putri kembar kerajaan Kediri, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi kala hendak melamar putra kembar Bupati Lamongan, Panji Laras dan Panji Liris. “Memang Masjid Agung Lamongan tidak lepas dari sejarah kerajaan-kerajaan masa lalu, misalnya kerajaan Kediri dan Kerajaan Majapahit,“ cetus anggota Tim Penggali Sejarah Masjid Agung Lamongan, Dedik Wijayanto kepada HARIAN BANGSA.

Konon, rencana pernikahan putri kembar kerajaan Kediri dengan dua putra kembar Bupati Lamongan itu dimaksudkan sebagai upaya Adipati Kediri menjalin koalisi dengan wilayah di pesisir utara Jawa. Niatan itu ditanggapi dengan bimbang oleh Bupati Lamongan, menerima ataukah menolak lamaran itu.

Bupati Lamongan lalu mengajukan tiga syarat, pertama, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi harus mau memeluk Islam. Kedua, pihak keluarga mempelai wanita lah yang harus datang melamar kepada pihak keluarga mempelai pria. Ketiga, nantinya pihak mempelai perempuan harus datang dengan membawa hadiah berupa gentong air dan alas tikar yang kedua-duanya harus terbuat dari batu.

Singkat cerita, syarat itu dipenuhi oleh Adipati Kediri dan menyuruh kedua putrinya untuk datang melamar ke Lamongan, sehingga mau tak mau Bupati Lamongan akhirnya bersedia untuk melaksanakan pernikahan tersebut. Namun pernikahan akhirnya batal karena Panji Laras dan Panji Liris, putra kembar Bupati Lamongan menolaknya. Lantas terjadilah perang antara Kerajaan Kediri dan Kadipaten Lamongan.

Berdasarkan catatan sejarahnya, Masjid Agung Lamongan didirikan tahun 1908 didirikan oleh Mbah Yai Mahmoed d imana saat itu Lamongan dipimpin seorang adipati bernama Adipati Aryo Djojodinegoro. Masjid yang dibangun jugasebuah yang tidak bisa dilepaskan dari tata ruang kota kala itu dimana alun-alun sebagai pusat dikelilingi oleh pusat pemerintahan, pusat keramaian, keamanan dan keadilan.

Banyak kendala saat pembangunan ini mulai dari letaknya yang berdekatan langsung dengan sungai yang pasti kebanjiran saat sungainya meluap hingga dibongkar pasangnya pondasi menghadap ke kiblat hingga pendanaan yang memakan biaya cukup besar.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO