Oleh: Salahuddin Wahid (Gus Solah)
1. Selasa 14/3/2017 lalu saya dan istri mengunjungi Pak Hasyim Muzadi yang sedang menderita sakit sejak awal Januari 2017. Saya melihat bahwa kondisi beliau saat itu amat parah. Istri saya mendapat informasi dari Bu Nyai Hasyim bahwa sejak sadar pada hari Senin 13/3/2017 beliau langsung minta pulang supaya bisa mendengar para santri mengaji al Qur'an. Saya melihat bahwa sakit beliau memang parah tetapi saya tidak menduga akan secepat itu wafatnya.
Baca Juga: Hadiri Halaqah Pesantren Al-Hikam, Ketua Wantimpres Bersyukur Dekat Kiai Hasyim Muzadi
2. Pak Hasyim Muzadi (HM) adalah kader NU yang betul-betul tumbuh dari bawah dan lintas organisasi intra NU (PMII dan Ansor). Sejak dari Ketua Ranting NU (tingkat terbawah), Ketua PCNU, Sekretaris, Wakil Ketua dan Ketua PWNU, Ketum PBNU dan Rais Syuriyah PBNU. Almarhum menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU untuk dua masa bakti (1999-2010). Tidak ada tokoh NU yang bisa menandingi prestasi itu dalam hal tingkatan pengurus dari bawah sampai akhir dan lintas organisasi. Kalau untuk masa bakti, Almarhum di bawah Gus Dur (15 tahun) dan Pak Idham Chalid (30 tahun).
3. HM pernah menyelenggarakan musyawarah internasional di Bogor untuk mempertemukan ulama Syiah dan ulama Sunni untuk menghentikan saling serang antara kelompok Syiah dan Sunni yang sudah berjalan selama berabad-abad. Di Amman sebelumnya pernah dikeluarkan pernyataan bersama dengan nada sama tetapi belum cukup berhasil. Di Indonesia masih cukup banyak umat Indonesia yang menolak keras kehadiran Syiah dan menganggap Syiah bukanlah bagian dari Islam.
4. Kepergian HM bukan hanya kehilangan bagi NU, tetapi juga bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Semua media (cetak, online, dan TV) meliput berita wafatnya HM secara luas. Harian Republika sehari setelah wafatnya, menulis satu halaman depan, satu halaman di dalam dan satu artikel tentang HM berjudul "Selamat Jalan Guru Bangsa" yang ditulis Prof Nasaruddin Umar. Koran Jawa Pos memuat 75% halaman depan dan satu artikel karya Prof Kacung Marijan.
Baca Juga: Ngaku Kiai Lasem, Nuduh Gus Dur Syiah, Ini Jawaban Penulis Ensiklopedi Gus Dur
5. Tidak mudah mencari pengganti HM karena almarhum bisa menjadi jembatan antar berbagai pihak dengan pemahaman keagamaan yang betul-betul wasatiyah dan disampaikan dengan bahasa yang mudah diterima berbagai pihak. Setahu saya HM juga aktif mengkampanyekan perdamaian dan kerukunan antar umat beragama ke berbagai negara.
6. Kekuatan utama HM adalah sikap dan ucapannya yang tidak memojokkan siapapun. HM memegang prinsip tetapi menyampaikannya dengan baik. Sebagai contoh, walau HM dekat dengan Syi'ah, tetapi tidak ada yang menuduh HM sebagai Syi'ah karena tahu batas yang tidak boleh dilampaui dalam sikap dan ucapan. Berbeda dengan pandangan masyarakat terhadap Prof Said Aqiel Sirodj (SAS), banyak warga dan tokoh NU yang "menuduh" (SAS) itu Syi'ah walaupun sudah dibantah berkali-kali.
7. Contoh lain ialah sikap HM terhadap FPI yang berbeda dengan Gus Dur (GD). Kita tahu bahwa ucapan GD terhadap FPI amat keras dan memojokkan. Itu dibalas oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) dengan ucapan yang sama kerasnya, bahkan mungkin lebih keras. HM tentu juga tidak suka terhadap sejumlah ucapan HRS, tetapi sikapnya terhadap HRS berbeda dengan GD. HM mengundang HRS dan memberi masukan supaya HRS mengubah sikap dan ucapannya. Bahkan HM tidak segan datang ke rumah HRS untuk memberi nasehat.
Baca Juga: Kiai Malik Madani: Dulu Saya Usulkan AHWA untuk Hadang Politisi Busuk, Tapi...
8. Kekuatan lain HM ialah kemampuan yang luar biasa dalam berpidato. Tugas sebagai muballigh telah dijalani HM sejak mahasiswa, lebih dari 50 tahun. HM dapat menjelaskan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang sederhana hingga mudah dipahami oleh masyarakat akar rumput. Setiap pidatonya pasti dibumbui dengan humor segar tetapi dibatasi jumlahnya, sehingga substansi pidatonya tetap terjaga.
9. HM berbeda dengan GD dan SAS dalam pemahaman keagamaan. GD dan SAS lebih bebas dalam berpikir -sengaja saya menghindari kata liberal karena kuatir dikaitkan dengan Jaringan Islam Liberal- dan ada kalanya sedikit melampaui batas dari pemahaman sesuai pandangan organisasi NU. Sebagai contoh: pada 2009 GD pernah memimpin kelompok yang mengajukan "yudicial review" terhadap UU tentang penistaan agama yang ditolak oleh MK setelah GD wafat. HM jelas mendukung UU tersebut.
GD mengusulkan pembatalan TAP MPRS No XXV/1966 tetapi HM tetap mempertahankan sampai akhir hayatnya. GD menganggap bahwa PKI bukan bahaya laten, tetapi HM punya pendapat sebaliknya. Pendapat SAS mungkin sama dengan GD.
Baca Juga: Haul ke-4, Empat Hikmah Tarbawi Abah Hasyim Muzadi
10. GD dan HM adalah dua tokoh yang punya peranan besar mencetak kader-kader NU masa kini. Saya melihat ada perbedaan kader yang mengikuti GD dengan yang mengikuti HM, sesuai dengan apa yang tertulis dalam alinea sebelum ini. Kader NU yang menganggap bahwa Ahok tidak menista Islam adalah kader yang lebih condong ke GD. Sedang yang condong kepada fatwa MUI adalah kader yang condong ke HM.
11. Sebetulnya sah-sah saja kalau ada perbedaan pendapat diantara tokoh-tokoh NU. Dulu Rais Aam PBNU KH Wahab Hasbullah sering bertentangan pendapat dengan Wakil Rais Aam KH Bisri Syansuri. Yang perlu dipertanyakan ialah sikap badan otonom NU yang disampaikan secara terbuka padahal bertentangan dengan sikap resmi organisasi NU. Sikap PP Ansor tentang bolehnya memilih pemimpin non-muslim bertentangan dengan Putusan Muktamar NU 1999 yang disiarkan secara terbuka adalah contoh dari kurangnya etika organisasi. Kalau tidak ada teguran keras secara resmi, hal ini akan terulang di masa depan dan tidak sehat bagi organisasi NU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News