LUMAJANG, BANGSAONLINE.com - Pemkab Lumajang akan memberikan bantuan hukum kepada mantan Kabag Ekonomi Ninis Rindhawati MT. Sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi pasir besi pesisir Lumajang, dia dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh majelis hakim, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Dalam persidangan yang berlangsung Jum'at (07/04) lalu, Ninis yang merupakan mantan Plt. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sekaligus ketua Tim Pokja izin eksploitasi PT Indo Minning Modern Sejahtera (IMMS) itu juga dikenakan denda Rp 100 juta.
Baca Juga: Satu Korban Tanah Longsor Tambang Pasir Lumajang Ditemukan, BPBD Hentikan Pencarian Sementara
Ninis merupakan salah satu terdakwa dari tiga terdakwa lain yang sudah divonis, dalam kasus korupsi tambang pasir besi di pesisir Lumajang hingga merusak lingkungan tanpa reklamasi, dan merugikan negara hingga Rp 79 miliar.
Kabag Hukum Pemkab Lumajang, Akhmad Taufik Hidayat SH MHum membenarkan ikwal tersebut. Taufik mengatakan, vonis itu sama halnya dengan Faqih, terdakwa lainnya yang terlibat dalam kasus yang sama.
Hakim memberikan waktu pada pihak Ninis satu minggu untuk mengajukan banding jika keberatan dengan putusan tersebut.“Diberi kesempatan tujuh hari kerja untuk berpikir apakah menerima putusan atau banding,” katanya, Selasa (11/4).
Baca Juga: Tak Mau Terjadi Salim Kancil Jilid 2, Polres Lumajang Obrak Penambal Ilegal di Pantai Watu Pecak
Pihak Pemkab sendiri, tetap ikut membantu keluarga Ninis dan pengacara sebatas melakukan koordinasi maupun menghadirkan saksi saat persidangan. "Kita akan berdiskusi panjang tentang sikap yang akan kita putuskan,” katanya. Sembari itu, pihak pengacara belum menerima salinan putusan dari pengadilan.
Keputusan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Pasalnya, ditakutkan dengan adanya banding nantinya hukuman bisa bertambah. “Untuk itu harus dikaji lebih jauh,”terangnya.
Namun, Taufik menargetkan hari ini sudah ada keputusan, langkah apa yang akan diambil. Jika pun nantinya vonis bisa dikurangi.
Baca Juga: Gejolak Jalur Pasir Desa Jugosari, Kapolres dan Bupati Lumajang Turun Langsung Netralisir Warga
Paling ringan, kata dia, adalah hukuman satu tahun penjara sesuai enghan Undang-undag Tipikor. “Dibawah itu tidak ada, kecuali vonis bebas,” jelasnya.
Dari hasil penyidikan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Ninis diketahui melakukan kesalahan karena mengeluarkan izin penambangan kepada PT IMMS.
Saat Ninis menjadi Plt (DLH) Lumajang pada 2010, PT IMMS mengajukan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) di Blok Dampar, Kecamatan Pasirian.
Baca Juga: Gelar Razia Besar, Polres Lumajang Amankan Belasan Truk Pasir Ilegal
Sebagai ketua pojka penilai Amdal, Ninis seharusnya tidak meloloskan Amdal PT IMMS. Sebab, perusahaan itu tidak memiliki dokumen-dokumen pendukung dan izin yang diperlukan. Yakni, izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Kenyataannya, PT IMMS tetap menambang pasir di kawasan hutan seluas 1.195, 856 hektare mulai 2010 hingga 2014.
Sedangkan lahan yang digunakan merupakan kawasan hutan milik Perhutani. Akibatnya, negara rugi Rp 79 miliar.
Taufik optimistis dengan saksi ahli yang dihadirkan bisa meringankan putusan yang sudah dijatuhkan jika mengajukan banding. Ada empat saksi ahli yang dihadirkan pada persidangan itu, diantaranya, dua orang dari pakar hukum lingkungan, satu orang dari pakar hukum administrasi, dan satu orang dari pakar hukum pidana.
Baca Juga: Penambang Tradisional di Jugosari Usir Alat Berat Milik PT. LJS
Keterangan dari saksi ahli menyebutkan, hukuman bisa diringankan lantaran pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa di bidang lingkungan.
Sehingga seharusnya harus diproses dengan Undang-undang tentang lingkungan, bukan Undang-undag Tipikor. “Karena pelangarannya di Amdal. Tapi ini ditarik ke korupsi,” pungkasnya. (ron/rus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News