SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Meskipun mendatangkan keuntungan lewat pajak cukai, tapi dampak bahaya rokok bagi kesehatan masih jauh lebih besar. Karena itu, keberadaan rokok perlu dibatasi. Pernyataan itu disampaikan Ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Jawa Timur, Arie Soeripan.
Menurut Arie, saat ini sudah saatnya keberadaan rokok dibatasi di Jawa Timur. Terutama di ruang publik, seperti rumah sakit, sekolah maupun taman bermain. Karena itu, pihaknya mengusulkan perlu adanya regulasi berupa peraturan daerah atau perda untuk membatasi peredaran rokok di Jawa Timur.
Baca Juga: Sosialisasi Perbup Larangan Merokok di Ngawi Belum Efektif
“Sudah saatnya Jawa Timur punya perda pembatasan rokok. Inisiatifnya bisa dari eksekutif ataupun legislatif. WITT akan mendorong regulasi tersebut,” tegas aktivis sosial ini, usai sosialisasi bahaya rokok di SD Ma’arif NU, Iskandar Said, Kendangsari, Jumat (22/9).
Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Jatim ini mengatakan Kota Surabaya sudah memiliki perda serupa. Namun, yang diatur hanya sebatas kawasan larangan merokok. Itu pun implementasinya tidak jalan. Terbukti masih banyak orang bebas merokok di kawasan larangan merokok. Selain itu, fasilitas smooking area pun masih minim di kota Surabaya. Baik di tempat umum maupun kantor pemerintahan.
Karena itu, Arie berharap perda yang ia usulkan ke DPRD Jatim bisa menyempurnakan celah-celah atau kekurangan yang terdapat dalam perda Kawasan Larangan Merokok yang sudah dimiliki Kota Surabaya. Terpenting adalah sosialisasi dan kesiapan personil untuk penegak perda, seperti Satpol PP.
Baca Juga: Raperda KTR Sulit Diterapkan, Pansus Indikasikan bakal Dikembalikan ke Pemkot
“Yang paling penting dalam sebuah perda adalah sosialisasi dan penegakkan perda itu sendiri. Jangan sampai perda hanya menjadi macan kertas,” kritik Arie.
Perempuan asal Tuban ini mengusulkan, dalam perda pembatasan rokok itu, harus diatur jarak minimal larangan menjual rokok dari sekolah. Jangan seperti saat ini, rokok bebas di jual di lingkungan sekolah. Bahkan terkadang di jual di depan gerbang sekolah.
Selain itu, pihaknya berharap penjualan rokok juga dibatasi pada orang yang sudah memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Karena orang yang sudah ber-KTP sudah terbilang dewasa dan sanggup mempertanggungjawabkan keputusannya. Paling tidak, mereka sudah mengerti dampak buruknya rokok bagi kesehatan.
“Saya berharap rokok hanya dijual kepada mereka yang sudah dewasa, paling tidak mereka yang sudah ber-KTP. Bagi toko yang terbukti menjual pada anak di bawah umur harus diberikan sanksi tegas,” ujarnya.
Dirinya juga berpendapat agar pajak cukai rokok dinaikkan untuk menanggulangi dampak buruk rokok bagi kesehatan manusia. Apalagi yang mengalami dampak buruk dari rokok tak hanya perokok itu sendiri, tapi juga mereka yang ada di sekitar. Karena itu, perlu ada kompensasi dari kenaikkan cukai rokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
“Harga rokok di Indonesia terbilang murah, tak setimpal dengan dampak buruk pada kesehatan masyarakat sekitar. Karena itu, saya setuju cukai rokok dinaikkan,” pungkas Arie. (mdr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News