MALANG, BANGSAONLINE.com - Mantan Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto melaunching dan meresmikan Kantor Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Malang Raya di Jalan Candi Agung III Malang, Kamis sore (12/04).
Acara yang dihadiri Bibit sebagai Ketua Umum GMPK tersebut berlangsung meriah dan sukses. Pasca peresmian, dilanjutkan dengan diskusi terbatas bertajuk "Quo Vadis Pilkada Kota Malang: Menjaring Pemimpin Berintegritas"_.
Baca Juga: Pemkot Kediri Ikuti Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi
Selain Bibit Samad yang bertindak sebagai keynote speaker, hadir dua pembicara lain, yakni Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., (Ketua Dewan Penasehat GMPK Malang Raya, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi) dan Gunadi Handoko, S.H., M.M., M.Hum., CLA. (Ketua Dewan Pengawas GMPK Malang Raya, Ketua DPC PERADI Malang).
Menurut Bibit, persoalan korupsi yang menimpa Kota Malang harus menjadi momentum agar Malang tak bernasib malang. "Jadikan bahan evaluasi, khususnya oleh legislatif dan eksekutif agar ke depan lebih baik pengelolaan keuangan daerahnya," kata Ketua Satgas Dana Desa Kemendes ini.
"Idealnya calon Wali Kota dan belasan anggota DPRD berstatus tersangka itu legowo mengundurkan diri. Fokus pada masalah hukumnya. Dengan demikian partai politik mudah melakukan pergantian antar waktu (PAW). Sehingga tidak terjadi kekosongan pimpinan di tubuh legislatif. Juga, agar masyarakat bisa memilih pemimpin berintegritas" tambah Bibit.
Baca Juga: Dialog NU Belanda: Politik Balik Modal Dorong Pelumpuhan KPK, Polisi Mirip Dwi Fungsi TNI
Senada dengan Bibit, Achmad Sodiki berpendapat bahwa apa yang terjadi pada legislatif dan eksekutif di Malang Kota sangat merugikan masyarakat.
"Coba bayangkan, dua calon Wali Kota berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fatalnya, Undang-Undang kita mengatur tidak dibolehkannya seorang tersangka mengundurkan diri. Suka tidak suka, masyarakat dipaksa memilih calon walaupun berstatus tersangka dan ditahan KPK," ungkap Sodiki.
Masih menurut mantan Hakim MK ini, bahwa hukum di Indonesia tergolong cacat di mana pembuat Undang-Undang tidak mampu mempredikasi kejadian seperti yang dialami Kota Malang di mana sejatinya mereka mengundurkan diri.
Baca Juga: Politikus Rayap, Siapa Mereka?
"Masak seorang tersangka tidak boleh mengundurkan diri. Jika mundur dikenakan sanksi pidana dan perdata. Apa tidak gila ketentuan semacam ini? Harus ada terobosan baru. Agar roda pemerintahan berjalan dan masyarakat tak jadi korban," harap Sodiki yang aktif mengajar di Fakultas Hukum Unisma dan Brawijaya ini.
Sedangkan Gunadi Handoko menyebutkan partai politik sejatinya ikut bertanggung jawab jika kadernya tersangkut kasus korupsi. Betapa pun ia produk partai politik.
"Namun, alih-alih ikut bertanggung jawab, partai politik terkadang kemudian menjelma demikian pragmatis sejak seseorang berproses sebagai bakal calon kepala daerah," sebut Gunadi.
Baca Juga: Cincin Lord of the Ring dan KPK
"Sebelum menjadi calon saja sudah dibikin pusing dengan adanya mahar politik yang tinggi, jangan harap saat terpilih tidak korupsi. Nah, jika sudah jelas disangka korupsi, tidak mengundurkan diri, masyarakat tetap harus memilih calon pemimpin yang secara hukum ada masalah,tentu ini tidak benar," tegas Gunadi yang pernah berproses sebagai bakal calon Walikota Malang ini.
Diskusi yang dipimpin oleh Ketua GMPK Malang Raya, Abdul Aziz ini cukup menyita perhatian peserta. Pasalnya, tidak hanya aktivis anti korupsi yang aktif bertanya. Melainkan para wartawan, juga ikut angkat bicara. Tentu, hal ini merupakan angin segar bagi penguatan demokrasi, salah satunya peran serta media. Jika dulu lebih pada ikut aktif memberitakan, kini turun urun gagasan, bahkan lantang bersuara. (thu/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News