KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Maraknya gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang terkesan tidak pernah habis meski dilakukan razia hampir tiap hari, mendapat perhatian tersendiri dari anggota DPRD Kota Kediri. Salah satu anggota DPRD Kota Kediri Anton Dipayasa meminta agar aparat tegas dalam memberikan sanksi terhadap Gepeng.
Anggota Komisi A itu mengakui penertiban Gepeng di Kota memang tidak mudah. Meskipun sering dilakukan penertiban terkadang masih kembali lagi. "Walaupun begitu aparat terkait harus tegas khususnya dalam penerapan sanksi terhadap gepeng. Sekali-kali Gepeng perlu di-shock terapi, agar jera," ujarnya.
Baca Juga: Nasib Tuna Wisma Kediri, Kian Susah, Menggelandang di Tengah Pandemi
Dalam pasal 505 KUHP telah jelas barang siapa menggelandang maupun mengemis akan dijerat dengan ancaman hukuman sekitar 6 minggu penjara. “Kalau hukuman tersebut diterapkan, Gepeng pasti akan jera,” ujarnya.
Pihaknya juga berharap sebelum instasi terkait bertindak tegas, Gepeng bisa sadar dengan sendirinya. Caranya, dinas terkait melakukan pendekatan secara kemanusian terlebih dahulu. “Langkah awal yang perlu diperingatkan terlebih dahulu, kalau sulit ya bisa ditindak tegas,” imbuhnya.
Sementara itu Kabid Trantib Satpol PP Kota Kediri Nur Khamid mengakui hingga saat ini Gepeng memang masih ada di Kota Kediri, meski jumlahnya sudah mulai berkurang. “Selama ini Gepeng memang masih kita beri tolelir hanya kita beri peringatan, meskipun begitu jumlahnya sudah berkurang,” katanya.
Baca Juga: Putus Mata Rantai Penyebaran Covid-19, Petugas Gabungan di Kediri Razia Anjal dan Gepeng
Menurutnya Gepeng di Kota Kediri tidak murni semuanya warga Kota Kediri, akan tetapi juga banyak yang dari luar kota. Bahkan diduga ada drop-dropan dari luar kota. “Gepeng di Kota Kediri orangnya bermacam-macam. Mulai dari yang anak-anak sampai yang tua ada,” jelasnya.
Untuk yang anak-anak rata-rata adalah anak yang sudah putus sekolah. Mereka mengemis ternyata tidak hanaya untuk kebutuhan hidup, akan tetapi kebanyakan malah digunakan untuk bermain internet. (rif/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News