JAKARTA(BangsaOnline)Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tampaknya benar-benar mengahadapi kesulitan untuk meyakinkan publik. Ini gara-gara sikap politiknya yang tak konsisten. Bahkan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputeri harus memberi pernyataan politik yang berbeda dari pernyataan sebelumnya.
Dalam kenaikan harga BBM, misalnya, PDIP selama ini selalu menolak selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo sempat menyatakan bahwa PDIP menginstruksikan agar semua kader dan pengurus PDIP di daerah membuat spanduk menolak kenaikan harga BBM.
Baca Juga: Pascaputusan MK, PDIP Gresik Minta Bawaslu Tindak Pejabat dan TNI-Polri Tak Netral di Pilkada 2024
Kini PDIP malah mendesak pemerintahan SBY agar menaikkan harga BBM untuk kepentingan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Yang juga menarik,kini Mega
menyatakan bahwa PDIP tak pernah beroposisi terhadap kebijakan pemerintah.
Mega menegaskan, selama 10 tahun terakhir ini partainya memang berada di luar
pemerintahan. Namun, bukan berarti bisa dinamakan partai oposisi.
Meski bukan oposisi, kata Mega, PDIP tetap memantau kinerja pemerintahan hingga
tingkat bawah.
"Kami itu bukan oposisi. Makanya, mesti tahu konstitusi. Kami berada di
luar kabinet. Di tingkat provinsi dan kabupaten kami ada (memerintah). Kami
tidak pernah oposisi," tegas putri Bung Karno itu kepada wartawan di
Markas Pemenangan Jokowi-JK, Jalan Sisingamangaraja 5, Jakarta, Jumat (29/8).
Terkait kenaikan harga BBM, diakui Mega bahwa partainya selalu menolak selama
kebijakan itu hendak diambil pemerintahan SBY. Alasannya, kenaikan harga BBM
pada masa pemerintahan SBY sebetulnya bisa ditahan dengan mempertimbangkan opsi
lain.
"Yang pada waktu itu kenyataan bisa ditahan dalam subsidi. Ya kami akan
katakan, ini loh reason-nya," kata Mega.
Pernyataan Mega ini berbeda dengan pernyataan politik
sebelumnya. Pada 2007, misalnya, Mega secara lantang menyatakan bahwa PDIP tetap
menjadi oposisi pemerintah. Sebab, menurut Mega, Soekarnoputri, pilihan oposisi
adalah amanah Kongres III PDIP di Sanur, Bali, pada 2010 silam. "Bukan
saya yang membuat, keputusan kongres partai," di Jakarta, Kamis (17/3/2007).
Pendirian Megawati tak berubah meski Ketua MPR Taufik Kiemas, suaminya dan
Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani, putri Megawati pernah bertemu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono membicarakan soal koalisi. Pada kesempatan itu Megawati juga
enggan berkomentar tentang hubungannya dengan Presiden Yudhoyono yang menjadi
alasan tetap beroposisi.
Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap
Mantan presiden ini juga menyindir SBY. Ia memberikan pertanyaan dan peringatan kepada mantan menterinya itu. "Pertanyaan saya, apakah pemerintah bisa melaksanakan apa yang diinginkan suatu partai opisisi? Oposisi bukan hanya secara celoteh, omong kosong, tetapi memberikan rekomendasi dalam rakernas," ucap Mega dalam sambutannya selaku ketua umum PDIP. Hal ini disampaikan dia saat penutupan Rakernas I PDIP di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Selasa (9/1/2007). Sebagai suatu partai oposisi, lanjut dia, PDIP konsekuen memberi tahu pemerintahan SBY-JK mengenai adanya hal-hal yang tidak dapat dilakukan. "Hasil evaluasinya, kita melihat suatu bentuk kegagagalan pemerintah yang ada sekarang ini," ujar Mega. PDIP sebagai bagian dari rakyat, lanjut dia, menghendaki pemerintahan yang dipilih melalui pemilihan langsung dapat menyelenggarakan semua janji-janji. "Dua tahun Ibu Mega diam saja, karena sebagai warga negara yang baik, saya ingin memberikan kesempatan bahwa pilihan rakyat harus kita hormati," ujar Mega. Namun ternyata, sambung dia, rakyat Indonesia harus tahu bahwa memilih seorang presiden bukanlah hal yang mudah. "Hal-hal yang direkomendasikan PDIP mudah-mudahan didengar oleh pemerintah yang ada sekarang ini," tandas Mega.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News