JAKARTA(BangsaOnline)Tim Transisi mengaku masih mengkaji segala kemungkinan
yang terjadi saat pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi.
Yang pasti, kenaikan BBM tidak akan terjadi pada Desember-Januari mendatang.
Demikian disampaikan Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto, kepada wartawan di
Rumah Transisi, Menteng, Jakarta, Senin (1/9).
"Alternatifnya tidak Desember dan Januari. Sebab, inflasi saat itu dalam
kondisi tinggi. Itu puncak belanja dan bersamaan libur Natal dan Tahun
Baru," ungkap Andi.
Namun, Andi masih belum bisa memastikan kapan Jokowi-JK akan menaikkan BBM dan
memilih opsi apa. Tim saat ini masih sedang mengkaji dan mensimulasikan dampak
yang ditimbulkan kalau BBM naik mulai dari Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500, dan Rp
3.000.
"Kami juga lakukan simulasi waktu kapan dilakukan. Pertama, kalau SBY
naikkan harga, dilanjutkan Jokowi-JK. Kedua, SBY tidak naikkan dan Jokowi
naikkan," lanjut Andi.
Andi menyatakan, setiap kali harga BBM dinaikkan ada ruang fiskal baru senilai
Rp 37-51 triliun. Hal inilah yang akan dimanfaatkan Jokowi-JK untuk menjalankan
program-program pro rakyat.
"Kami memastikan, ruang fiskal itu jadi program yang topang kesejahteraan
rakyat," tegas Andi.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei
Indonesia (LSI) Kuskridho Ambardi menegaskan, PDI Perjuangan harus menyiapkan
argumen rasional dan dapat diterima publik jika pemerintahan capres usungannya
Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM.
Pasalnya, partai banteng kerap menentang kebijakan pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dalam menaikkan harga BBM.
"Menurut saya kalaupun PDIP berpindah posisi (menaikkan harga BBM) maka
PDIP harus meyakinkan hal itu semata-mata untuk kebaikan publik," ujar
Kuskridho Ambardi usai rilis hasil survei bertajuk 'Kesenjangan Pendapatan:
Harapan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi-JK' di hotel Pullman, Jalan MH
Thamrin, Jakarta (Senin, 1/9).
Dia menjelaskan, PDIP maupun Jokowi dapat mencontoh kepemimpinan mantan
Presiden Argentina Carlos Menem dalam hal inkonsistensi kebijakan pemerintahan.
Terutama menyangkut kebijakan menaikkan harga BBM.
"Carlos Menem pernah dalam kampanyenya mengatakan tidak akan menjual BUMN
dan tidak akan menambah utang luar negeri. Tapi, begitu terpilih, kebijakannya
justru terbalik, dia melakukan privatisasi BUMN. Ini secara politik memang
hancur, tapi dia berhasil membuat ekonomi Argentina maju," ungkap
Kuskridho.
Menurut dia, meski harus mengambil keputusan menjual BUMN dan mengingkari janji
politik, sikap yang diambil Carlos Menem justru mampu menekan angka
pengangguran. Dia pun terpilih kembali sebagai presiden pada periode
berikutnya.
"Jokowi juga bisa melakukan hal serupa dalam hal rencana menaikkan harga
BBM bersubsidi," demikian Kuskridho
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News