TAFSIR
Ayat sebelumya berbicara tentang Tuhan yang maha bebas berbuat, mau menghabisi atau mencipta, sama sekali tidak ada kendala bagi-Nya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Para rasul diutus untuk memberi pengarahan agar umat manusia menempuh hidup dalam jalan yang benar, berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran, setidaknya tidak menyekutukan Tuhan dengan apapun. Rasul-rasul itu sebatas menyampaikan, sedangkan keputusan akhir mutlak ada di tangan Tuhan.
Pada bagian akhir surah ini Tuhan menurunkan kata pamungkas dengan pernyataan, bahwa Dirinya adalah Dzat yang sangat siap meladeni ulah manusia dalam bentuk apapun, karena Diri-Nya jauh lebih digdaya dibanding siapapun.
Silahkan para manusia dari kurun waktu paling awal hingga paling akhir bersekongkol melawan Tuhan, maka pastilah Tuhan tak sulit sama sekali membinasakan mereka. Contoh sangat banyak dan tehnik penghancuran sudah sering didemonstrasikan dengan berbagai atraksi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Ada kedigdayaan Tuhan yang diragakan dalam bentuk sangat raksasa dan total, seperti banjir dunia zaman nabi Nuh A.S. Tak pernah ada yang mengerti untuk apa nabi Nuh A.S. membuat kapal besar di tengah daratan yang jauh dari sungai dan laut.
Bertahun-tahun dicemooh kaumnya sendiri, tapi sabar dan akhirnya membuahkan hasil. Begitulah, kadang dalam kehidupan kita dituntut membuat persiapan besar dan lama sekali, tanpa bisa diterka apa manfaat yang pasti pada esok hari.
Persiapkanlah perahu ibadah, perahu amal baik meski lama dan mendapat tantangan berat agar nanti kita tidak tenggelam di hari Tsunani nanti.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Ketika Abdul Muttalib, sesepuh Makkah itu diberitahu akan datangnya pasukan gajah pimpinan raja Abraha yang hendak menghancur leburkan ka’bah, sang kakek nabi itu sama sekali tidak gelisah, justru senyum dan mempersilahkan: “ Silakan mereka melakukan apa mereka mau. Mereka tidak berhadapan dengan kita, melainkan berhadapan langsung dengan penguasa rumah tua itu sendiri. Ya Tuhan, terserah kepadaMu, engkau mau menyikapi apa”.
Semua penduduk Makkah hanya pasrah melihat rombongan pasukan gajah yang gagah perkasa, tak ada yang bisa mereka lakukan kecuali hanya bengong dan menunggu apa yang bakal terjadi. Sungguh menakjubkan kawanan burung langit (thair ababil) turun membombardir pasukan gajah itu cukup dengan kerikil jahanam, maka dalam sekejap musuh Tuhan itu hancur luluh bak rerumputan lembuh dikunyah-kunyah.
Bebarengan dengan datangnya pasukan gajah itu mendekati Ka’bah, burung-burung itu datang menghajar. Bebarengan dengan kehancuran mereka, burung-burung itu seketika menghilang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Adalah raja Namrudz yang gagah, kejam dan bengis. Siapapun ditantang dan nabipun direndahkan. Tuhan tidak mengutus nabi berperang melawan mereka. Tidak pula boleh dilawan dengan segala bentuk kekerasan. Dakwah tetap berjalan dengan lembut dan taktis.
Tapi sang raja malah durhaka dan makin pongah. Diriwayatkan, katanya, tiba-tiba raja ini sakit kepala bukan main usai bangun tidur.
Berteriak kesakitan, membanting-banting badannya sendiri, membentur-benturkan kepalanya hingga mati mengenaskan. Ternyata, serangga kecil masuk hidungnya saat dia tidur dan terus menerus bergerak mengganggu sarafnya tanpa bisa dikeluarkan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Sang sufi memberi wejangan,: ”dosa kecil jangan dianggap remeh. Segera dihalau sebelum membesar dan merusak amal kebajikan”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News