JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Dzurriyah atau keturunan pendiri NU dan sejumlah ulama menggelar halaqah di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Rabu (24/10/2018). Ada tiga keputusan penting yang ditelurkan dalam halaqah tersebut.
Pertama, meminta NU tetap tegak di atas khittah 1926 seperti yang telah diputuskan pada Muktamar ke-26 tahun 1979. Hal itu juga dipertegas dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tahun 1984.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
"Jadi kami meminta agar NU tegak berdiri di atas khitah 1926. Itu yang pertama. Berdasarkan hasil diskusi yang kita lakukan," ujar Choirul Anam (Cak Anam) yang didapuk sebagai juru bicara dalam pertemuan tersebut.
Kedua, lanjutnya, NU tidak terlibat dalam politik praktis, politik kepartaian, maupun perebutan kekuasaan. Sedangkan ketiga, warga NU bebas menentukan pilihan dengan tetap mengedepankan sembilan pedoman politik warga NU, seperti yang ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Krapyak Yogyakarta pada 1989.
"Jadi tiga keputusan itulah yang kita hasilkan dalam Halaqah Ulama Nahdliyyin dalam rangka menjaga marwah NU. Usai dari Tebuireng akan ada pertemuan lanjutan di kediaman Kiai Hasib Hasab di Pesantren Tambakberas Jombang," ujarnya.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Cak Anam kemudian menjelaskan tentang perlunya penegasan kembali ke khitthah, lantaran karena akhir-akhir ini pelanggaran terhadap khittah 26 NU sudah dilakukan secara terang-terangan.
“Ini juga yang menjadi pertimbangan dibentuknya Komite Khitthah, dan akan terus berlanjut sampai NU benar-benar kembali ke khittah 1926 sebagaimana diputuskan para masyayikh terdahulu,” tegasnya.
Terkait Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin yang memilih menjadi Cawapres Jokowi, Cak Anam menegaskan bahwa itu adalah keputusan pribadi dan tetap harus dihormati.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
"Tetapi warga NU perlu tahu, bahwa itu bukan keputusan NU, karena tidak ada sejarahnya Rais Aam PBNU kemudian ‘putar haluan’ melepas baiat untuk menjadi Cawapres,” tegasnya.
Halaqah yang dimulai pukul 10.00 wib itu dipimpin langsung KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) sekaligus sebagai sohibul bait dan KH Hasib A Wahab Chasbullah (Gus Hasib) dari PP Tambakberas. Hadir juga KH Agus Solachul A’am Wahib Wahab (Gus A’am), Gus Rozaq, KH A Wachid Muin, KH Muhammad Najih Maimoen (Gus Najih) dari Sarang, KH Abdul Zaini (Besuk, Pasuruan), KH Abdul Hamid (Lasem).
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Tampak pula KH Abdullah Muchid Pendiri IPIM (Ikatan Persaudaraan Imam Masjid Seluruh Indonesia), Prof Dr KH Ahmad Zahro, MA al-Chafidh Ketua IPIM, Drs H Choirul Anam, cucu menantu dari KH Achmad Dahlan (Pendiri Taswirul Afkar Kebondalem, Surabaya), Prof Nasihin Hasan, Prof Aminuddin Kasdi, KH Muhammad Idrus Ramli (Jember), KH Luthfi Bashori Alwi (Malang), Gus Ahmad Muzammil (Yogyakarta), Gus Mukhlas Syarkun, dll. (ony/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News