Tafsir Al-Isra 17: Siapa Lagi yang Perlu Diazab?

Tafsir Al-Isra 17: Siapa Lagi yang Perlu Diazab? Ilustrasi

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .  

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Wakam ahlaknaa mina alquruuni min ba’di nuuhin wakafaa birabbika bidzunuubi ‘ibaadihi khabiiran bashiiraan (17).

Setelah Allah SWT mengabarkan betapa Dia jika mau menghabisi sebuah kaum, maka Tuhan menggerakkan para pembesar, kaum elite, komunitas papan atas, termasuk para artis yang suka berfoya-foya dan menghamburkan uang demi kesenangan. Itulah yang pada ayat sebelumnya (16) disebut sebagai kaum mutarafin. Manusia hedonistik, arah hidupnya memburu kesenangan duniawi sepuas-puasnya. Dan tidak akan bisa puas.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Tercatat bebarapa orang kaya dunia, termasuk para artis kelas dunia mengakhiri hidupnya secara tragis, karena tidak menemukan kebahagiaan. Seperti beberapa artis Hollywood. Belasan persen mati bunuh diri karena berbagai sebab. Ada yang tidak menemukan kepuasan, ada yang tidak sanggup lagi menjalani hidup biasa setelah tenar dan bergelimang harta. 

Keluhan Steve Job, pemilik iPhone yang kekayaannya sekitar 67 triliun rupiah saat menjelang wafat baik untuk diresapi. Dia mengatakan betapa tidak berharganya materi yang dimiliki karena sama sekali tidak bisa menggantikan sakit yang ia derita. Satu-satunya yang menggembirakan dirinya, yang bisa menghibur dirinya di ranjang rumat sakit adalah kasih sayang, ketulusan sikap, dan amal sosial.

Apa yang diucap pemilik iPhone itu sesungguhya masuk pada bagian dari substansi keimanan yang digagas agama. Karena dia bukan muslim, maka dia tidak bisa membahasakan anganannya itu dengan bahasa agama. Jika dibahasa-agamakan, jadinya tesis seperti ini: "Semua materi dan keduniawian tak lagi berguna, kecuali keimanan dan amal shalih". Lalu secara spontan melontarkan sayembara: "Siapa yang mau menggantikan sakitnya ini akan diberi kekayaannya sekian-sekian...".

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Tentu saja tidak ada yang merespon karena itu mustahil.

Pada ayat ini, Tuhan memberi maklumat kepada dunia, bahwa sudah banyak bangsa yang dihajar setelah kaum nabi Nuh A.S. Kita tahu bahwa kaum Nabi Nuh A.S. dihabisi, ditenggelamkan dalam mahatsunami. Lalu, tidak puas dengan memberi maklumat, Tuhan juga menyatakan, bahwa Diri-Nya terus memelototi sekecil apapun dosa hamba-Nya. "wakafaa birabbika bidzunuubi ‘ibaadihi khabiiran bashiiraanwa kafa birabbik bidzunubi ibadih khabira bashira". Maksudnya jelas, bahwa agar jangan ada bangsa yang berbuat durhaka lagi, karena Tuhan maha mengetahui dan tidak segan-segan mengambil tindakan.

Warning ini ditujukan kepada penduduk Makkah yang membandel dan terus berbuat durhaka. Karena tidak percaya bahwa Muhammad SAW adalah utusan Tuhan, tidak percaya ancaman al-qur'an itu beneran, maka tercatat beberapa sikap arogan mereka yang menghina dan menantang. Sekali pernah Nabi SAW mendoakan mereka agar tertimpa kemiskinan mencekam. 

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Tuhan mengabulkan dengan menahan hujan agar tidak turun di daerah itu. Benar, terjadilah kekeringan ekstrem yang sangat memelaratkan mereka. Ternak mereka pada mati kelaparan dan bayi-bayi kurus kekurangan air susu. Gizi buruk melanda hebat melebihi tragedi buruk di Papua dan angka kematian bayi meningkat tajam tak terhindarkan. 

Dukun paling sakti tak berkutik apa-apa, meski ritual paling ampuh sudah diterapkan. Akhirnya, tidak ada jalan lain kecuali sowan menghadap Muhammad Rasulullah SAW. Nabi mulia itu hanya menunduk diam dan berkata, andai tidak karena anak-anak kecil yang tidak berdosa, andai tidak karena binatang-binatang yang membutuhkan air, Allah SWT tidak sudi mengucurkan hujan. Ya, aku mohonkan kepada Tuhan. Hujan pun turun beruntun sangat memuaskan. Lalu, berimankah mereka? Tidak juga. Hanya yang diberi hidayat saja.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Sumber: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO