Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Al-Isra': 20-22
20. kullan numiddu haaulaa-i wahaaulaa-i min ‘athaa-i rabbika wamaa kaana ‘athaau rabbika mahtsuuraan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Kepada masing-masing (golongan), baik (golongan) ini (yang menginginkan dunia) maupun (golongan) itu (yang menginginkan akhirat), Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.
21. unzhur kayfa fadhdhalnaa ba’dhahum ‘alaa ba’dhin walal-aakhiratu akbaru darajaatin wa-akbaru tafdhiilaan
Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaan.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
22. laa taj’al ma’a allaahi ilaahan aakhara fataq’uda madzmuuman makhdzuulaan
Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti
engkau menjadi tercela dan terhina.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
TAFSIR
"kullan numiddu haaulaa-i". Ayat ini masih berhubungan dengan ayat sebelumnya, yakni kelompok manusia yang hidupnya hanya memproyeksikan duniawi (yurid al-'ajilah) dan kelompok yang juga memproyeksikan ukhrawi (arad al-akhirah). Jadi, arah ayat ini adalah, bahwa baik yang kafir maupun yang beriman pasti akan mendapat al-madad, pemberian Tuhan.
Begitulah Tuhan mengaplikasikan sifat rahmat-Nya kepada setiap makhluq, tanpa diskriminasi apapun. Perkara menjadi raja atau presiden bukan berarti Tuhan meridhai, melainkan sekadar merahmati. Fir'aun juga raja, Donald Trump juga presiden, itulah rahmat-Nya. Juga soal kaya raya, soal top papan atas dalam dunia entertainment, bukan berarti Allah meridhai, melainkan sekedar merahmati. Tak jauh beda dengan Tuhan merahmati singa yang merajai hutan atau komodo yang menguasi komunitas kadal.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tapi ada tesis wahyu yang memuji kepemimpinan sebagai "al-murdli'ah", ibarat wanita menyusui. Tamsilan itu karena kiprah kepemimpinannya manfaati tur nyumrambah kepada masyarakat luas, seperti ibu yang memberi manfaat, menghidupi anaknya dengan air susu ibu. Pantes Nabi bersabda: "Ni'mat al-murdli'ah..".
Tetapi banyak orang yang beranggapan, bahwa terpilih itu tanda kasih sayang Tuhan dan yang tidak terpilih adalah tanda tidak diizinkan Tuhan, sekaligus tidak menyayangi. Itu pandangan salah. Yang benar adalah bahwa yang terpilih sedang diuji dengan amanat. Keputusannya, jika dia mengembannya secara bagus, maka itu mengantarnya ke surga. Jika tidak, malah kepemimimpinannya itu justeru menjerumuskannya ke neraka nanti.
Untuk itu, amanat kepemimpinan tidak diukur dengan aktifnya sang pemimpin shalat jama'ah, tidak juga dengan rajinnya berpuasa sunnah, tidak juga dengan seringnya mengadakan khataman al-Qur'an, melainkan dengan sejauh mana kebijakannya bermaslahah bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Bisa jadi ada pemimpin yang masuk surga, bukan karena shalatnya baik, tapi karena kebijakannya benar-benar maslahah, mensejahterakan dan membahagiakan umat kebanyakan. Bisa jadi sebaliknya, ibadah ritualnya bagus, tapi amanahnya rendah dan merugikan rakyat. Neraka tempatnya. Allah a'lam.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News