MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA mengaku heran terhadap beberapa kiai dan habaib yang selalu pakai argumentasi agama Islam dalam politik pemilihan presiden tapi tidak konsisten (tidak istiqomah) dengan do’a yang dipanjatkan tiap hari.
“Kita kalau berdoa, Ya Allah jatuhkanlah atau berilah kami pemimpin yang takwa. Indikator takwa itu salat. Tapi aneh. Mereka tak mendukung Pak Jokowi. Pak Jokowi itu salat. Saya pernah menyaksikan sendiri Pak Jokwi salat di mathaf (tempat tawaf di Makkah-red). Jadi, kita harus memilih calon presiden yang salat, jangan milih pemimpin yang tidak salat,” tandas Kiai Asep Saifuddin Chalim di depan ratusan kiai se-Kabupaten dan Kota Mojokero Jawa Timur di aula pribadi kediamannya di Pacet Mojokerto, Selasa (29/1/2019).
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto yang kini memiliki 11 ribu santri itu optimistis pasangan capres nomor 01 menang 80 persen di Mojokerto. “Jangan ada Wahabi di Mojokerto. Bahaya sekali. Karena itu Pak Jokowi harus menang 80 persen,” tegas mantan Ketua PCNU Kota Surabaya itu. Ratusan kiai NU yang hadir langsung memanjatkan doa amin dan tepuk tangan.
Hampir setiap berkampanye di berbagai tempat bahkan di luar negeri Kiai Asep selalu menargetkan 80 persen untuk kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Bahkan saat kampanye di depan warga Indonesia di Jeddah, Kiai Asep menargetkan menang 90 persen untuk Jokowi-Ma'ruf. Kiai Asep sudah keliling ke berbagai negara seperti Hongkong, Taiwan, Malyasia, Maroko, Mesir, dan negara-negara lain menemui warga Indonesia di negara-negara tersebut agar mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Saat keliling ke berbagai negara sering bersama Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa yang pada tanggal 19 Februari nanti dilantik sebagai gubernur Jawa Timur.
Kiai Asep yang juga ketua Umum Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu menilai para kiai dan habaib yang memilih Jokowi-Ma’ruf Amin sudah pada posisi yang benar. “Kita harus menjaga ahlussunnah waljamaah. Kita harus memilih pemimpin yang komitmennya jelas terhadap NU. Pak Jokowi sudah jelas komitmennya. Di antaranya Pak Jokowi menetapkan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober,” tegas Kiai Asep. Padahal, kata Kiai Asep, ada politikus dari partai Islam non-NU saat itu menentang kebijakan Pak Jokowi menetapkan Hari Santri Nasional.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Kiai Asep mengingatkan bahayanya Wahabi tumbuh di tanah air. Sebab, tegas dia, Wahabi selain tidak toleran terhadap perbedaan, terutama paham agama, juga akan menggusur pejabat-pejabat yang tak sealiran. Bahkan ideologi Pancasila, NKRI, dan paham Ahlussunnah Waljamaah akan dihabisi. “Karena itu jangan ada Wahabi di Mojokerto,” tegasnya.
Kiai Asep menyerukan agar mengirim surat fatihah kepada pihak-pihak yang menganut paham Ahlussunnah Waljamaah tapi tidak menyadari tentang bahaya Wahabi. Di antaranya kepada mantan ketua partai di Jawa Timur yang kini disebut-sebut gencar memperalat khittah NU.
Dalam acara itu Kiai Asep juga memperkenalkan Muchit selaku calon anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) nomor 3 dari dapil Mojokerto dan Jombang.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
Sementara Ketua Umum Jaringan Santri Nasional (JKSN) KH Muhammad Roziqi lebih banyak bercerita tentang kronologi terbentuknya JKSN. Menurutnya, JKSN merupakan kelanjutan dari perjuangan para kiai dan santri yang awalnya tergabung dalam tim pemenangan Khofifah Indar Parawansa dalam pemilihan gubernur Jawa Timur. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News