Tafsir Al-Isra' 24: Celaka, Punya Orang Tua Tak Bisa Masuk Surga

Tafsir Al-Isra Ilustrasi.

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

Al-Isra': 24

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

وَاخْفِضْلَهُمَاجَنَاحَالذُّلِّمِنَالرَّحْمَةِوَقُلْرَّبِّارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيٰنِيْصَغِيْرًاۗ

Waikhfidh lahumaa janaaha aldzdzulli mina alrrahmati waqul rabbi irhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraan

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

TAFSIR AKTUAL:

"imma yablughann 'indak al-kibar ahaduhuma aw kilahuma". Dikaitkan antara berbakti kepada orang tua dengan usia lanjut. Ada apa? Ya, sebab pada umumnya, orang tua itu makin berusia, makin bermasalah. Mudah tersinggung, sering lupa, tapi ngotot dan maunya bener terus. Segala yang dikehendaki adalah mutlak tanpa mau ditawar.

Sedikit saja sabdanya kurang dipatuhi, sang anak sudah divonis sebagai anak membantah, melawan, dan sebagainya. Tapi tidak semua begitu. Nah, pada taraf usia lanjut yang sangat bawel dan pelupa itulah, Allah SWT meletakkan surga melekat pada dirinya. Surga diletakkan di bawah telapak kaki ibu. Baru saja makan, ngomong, katanya sejak tadi belum dikasih makan.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Ibu Penulis tinggal di Lamongan dan saya tinggal di Jombang. Ibu sakit dan kami segera nyambangi ke Lamongan untuk beberapa waktu. Lalu kesehatan ibu membaik dan kami pamit pulang. Beberapa hari dikabari, bahwa ibu sakit lagi dan kami segera datang. Kedatangan kami tidak disambut ceria seperti biasanya, melainkan dengan murung dan diam.

Tentu kami sangat gelisah, "salahku opo". Tapi hanya membatin dan tidak berani menanyakan. Akhirnya adik yang mendekati ibu untuk klarifikasi. Katanya, ibu sangat kecewa karena ketika sakit kemarin kami tidak datang nyambangi. Tapi masalah ini cepat cair setelah adik menjelaskan. Tentu kami sangat lega dan bisa bercengkerama kembali dengan ibu, meski di ranjang rumah sakit. Ibu, ibu, dan ibu. Moga Allah mengampuni.

Abu Hurairah R.A. meriwayatkan: "Bahwa, suatu hari tiba-tiba Rasulullah SAW bersabda: "Celaka, celaka, dan sungguh celaka..". Sahabat bertanya: "Siapa yang engkau maksud ya Rasulallah?". Rasul menjawab: "...orang yang masih punya orang tua, keduanya atau salah satunya, tapi dia tidak bisa masuk surga karena mereka".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Ahli Hadis menterjemah Hadis ini dengan, seorang anak yang tidak berbakti kepada orang tua saat masih hidup. Artinya, pahala berbakti itu sangat besar hingga bisa mengantarkan si anak masuk surga. Jika itu disia-siakan, maka dia harus berurusan dengan amalnya sendiri yang terbatas. Berbahagialah anda yang ketunggon orang tua. Punya orang tua, sehingga punya kesempatan besar untuk masuk surga lantaran mereka.

Seorang sahabat punya ibu tua dan dia merawatnya begitu rajin dan sangat bagus. Apa saja yang diinginkan sang ibu pasti dituruti sebisa mungkin. Dari memandikan, memakaikan pakaian, sampai menyuapi kayak bayi. Sering kali sang ibu minta dipandu jalan-jalan dan sang anak dengan tulus menggendongnya.

Sahabat itu merasa sudah paling hebat soal berbakti kepada orang tua, lalu sowan kehadirat Nabi Muhammad SAW. Dengan bangganya sahabat itu bercerita mengenai apa yang sudah dia lakukan buat sang ibu. Rasul mulia itu menanggapi dingin dan balik bertanya: "Ya, bagus, bagus. Tapi bagaimana perasaanmu saat kamu merawat ibumu, apakah hati kamu senang dan berharap ke depan keadaan ibumu makin bagus..?".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Lalu sahabat itu terdiam merunduk. Nah, di sinilah bedanya. Sehebat apapun, semulia apapun anak merawat orang tuanya, dalam hati anak pasti mengerti, bahwa perawatan tersebut ada batas akhir, yakni kematian, walau tidak diucapkan. Kecuali anak brengsek, lalu mengguman, "kok gak mati-mati sih.". Na'udzu billah min dzalik.

Tapi kalau ibu merawat anaknya yang sakit, ibu sangat ikhlas dan berdoa untuk kebaikan anaknya ke depan. Bahkan berikrar ingin menggantikan, lebih baik dirinya yang sakit dari pada anaknya. Moga Allah membahagiakan kedua orang tua kita, utamanya di akhirat nanti. Allahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO