Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
Al-Isra': 24
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
وَاخْفِضْلَهُمَاجَنَاحَالذُّلِّمِنَالرَّحْمَةِوَقُلْرَّبِّارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيٰنِيْصَغِيْرًاۗ
Waikhfidh lahumaa janaaha aldzdzulli mina alrrahmati waqul rabbi irhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraan
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL:
“Wa bi al-walidain ihsana...”. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat apa-apa. Kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan, dan kejahatan separah apapun tidak menghilangkan hak orang tua untuk dihormati. Artinya, anak tetap wajib menghormati dan memuliakan kedua orang tuanya, apapun keadaannya. Berikut ini dipapar sebagian riwayat menyangkut kesaktian mereka:
Pertama, Sa’d ibn aby Waqash. Sejak kecil dia sangat dimanjakan ibunya hingga wajar berjuluk ‘anak mama’. Selain berparas ganteng, Sa’d tumbuh sebagai pemuda manja, tapi tidak cengeng, melainkan cerdas dan punya prinsip. Diam-diam dia masuk Islam tanpa sepengetahuan ibunya yang masih kafir banget.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Begitu ibunya tahu, dia memaksa Sa’d harus kembali ke agama nenek moyang, tapi Sa’d menolak. Bersitegang seru sekali hingga si ibu menjemur diri dan berguling-guling di bebatuan padang pasir yang sangat panas. Tujuannya untuk menarik perhatian Sa’d agar iba dan mau kembali kafir. Tapi Sa’d tidak goyah dengan trik klise tersebut.
Karena gagal, lalu melakukan skenario baru yang lebih serius. Sang ibu benar-benar mogok makan hingga lemas dan pingsan. Begitu sadar, Sa’d menghampiri dan berkata: “Wahai ibu, andai ibu punya seratus nyawa dan setiap hari lepas satu per satu, saya tidak bakalan melepas keimanan yang kini telah saya genggam”. Sa’d kemudian berlalu meninggalkan rumah menuju Rasulullah SAW dan Rasul memuji prinsip Sa’d yang kokoh, tapi dinasehati agar tetap berbuat baik kepada orang tua.
Kedua, Rasulullah SAW berpidato soal betapa luhur derajat orang tua, lalu bersabda: barang siapa berbakti kepada kedua orang tuanya selama 24 jam penuh dengan rasa tulus melayani dan berbakti, maka akan mendapat dua pintu terbuka di surga nanti. Bila cuma satu orang tua, ya hanya dapat satu. Begitu pula jika si anak itu durhaka, maka akan disediakan dua pintu neraka. Jika hanya satu, ya satu. Begitu riwayat Ibn Abbas.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Dalam Hadis tersebut ada dialog lanjutan, seorang sahabat menginterupsi: Ya Rasulallah, bagaimana jika orang tua itu sangat jahat dan selalu saja menjahati kita?. Rasul langsung menjawab: “wa in dzalamaah, wa in dzalamaah, wa in dzalamaah”. Meskipun mendzalimi.. meskipun mendzalimi.. meskipun mendzalimi.
Ketiga, ada seorang sahabat mengadu kepada Rasulullah SAW perihal orang tuanya yang suka mencuri uangnya. Ruapanya sikap Rasul agak menyayangkan, lalu menyuruh: “datangkan ayahmu kemari, sekarang”.
Rupanya sang ayah itu sudah tua dan sebelum Rasul menanyakan persoalannya, malaikat Jibril A.S. membisiki: “tanyakan baik-baik orang tua itu, barang kali ada yang persoalan lain yang belum tuan dengar”. Benar, Rasul langsung memerintahkan “segera bapak katakan, kenapa sampai anakmu mengadukan kamu seperti ini. Apa kamu suka mengambili uangnya?”.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Pak tua itu justru bales berkata: “Ya Rasulallah, mohon tanyakan sendiri langsung kepada dia, apakah saya mengambil uang untuk paman, bibi, dan sebangsanya atau untuk diri saya sendiri”. Mendengar kata-kata pak tua itu, Rasulullah SAW agak muram dan berkata tegas: “Kamu jangan bertele-tele, langsung jawab saja ke persoalan. Ungkapkan kata hatimu yang tidak pernah aku dengar”.
Pak tua berkata: “Ya Rasulallah, demi Allah, semakin hari, saya semakin yakin kepadamu sebagai Utusan Allah, saya sendiri tidak mengerti dengan bahasa apa saya harus berkata”. Rasul: “Sudahlah, katakan saja dan saya dengarkan”. Lalu pak tua itu mengungkapkan isi hatinya dalam syair bagus sekali, spontan, yang terdiri dari delapan bait. Isinya kira-kira begini:
“Kami tidak tidur semalaman saat dia kecil dan sakit. Kami berlapar-lapar demi dia bisa kenyang. Kami kepanasan, keringat bercucuran demi dia agar bisa tertawa dan seterusnya. Ketika aku sudah tua seperti yang tuan lihat dan tidak bisa lagi kerja, dia yang punya uang, tetapi sangat pelit dan tidak menghiraukan kami. Tetanggaku saja yang pernah aku berbuat baik kepadanya, dia membalas kebaikan kepada kami dan seterusnya”.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tertegun mendengar penjelasan pak tua, Rasulullah SAW merampas beberapa barang anak tersebut, lalu bersabda: “Kamu dan hartamu, semuanya adalah milik ayahmu”.
Dari ayat kaji ini dan beberapa al-Hadis tentang keluhuran derajat orang tua yang diposisikan setelah Tuhan, fuqaha tidak menjatuhkan hukuman qisas atas orang tua yang membunuh anaknya. Hanya saja al-imam Malik ibn Anas memberi catatan, kecuali bila orang tua tersebut secara sadar, sadis dan tega. Contohnya : si anak diikat, dibaringkan, lalu disembelih kayak menyembelih kambing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News