Tafsir Al-Isra 26-27: Pecandu Gadget Teman Syetan

Tafsir Al-Isra 26-27: Pecandu Gadget Teman Syetan Ilustrasi. foto: shutterstock

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag  

26. Waaati dzaa alqurbaa haqqahu waalmiskiina waibna alssabiili walaa tubadzdzir tabdziiraan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

27. Inna almubadzdziriina kaanuu ikhwaana alsysyayaathiini wakaana alsysyaythaanu lirabbihi kafuuraan

Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

TAFSIR AKTUAL:

“Inna almubadzdziriina kaanuu ikhwaana alsysyayaathiini”. Pemubadzir adalah teman syetan. Begitu Allah SWT memandang pemubazir harta, barang, dan sesuatu yang lain. Kata al-mubadz-dzirin terlahir dari masdar “tabdzir” seperti tersebut pada ayat. Artinya, penyia-nyiaan, penelantaran, terbuang percuma, dan tidak dimanfaatkan. Tabzir pada obyek apa?

Memang tidak disebutkan orientasi tabzirnya, tapi semua orang arab pasti sudah mengerti bahwa itu ideom untuk harta atau benda. Apa hanya khusus pemubaziran harta saja yang dilarang?.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Pertama, dari bentuk mu’arraf bi “AL” yang menunjuk spesifik dan khusus, maka konotasinya kepada harta. Meski demikian, tidak ada larangan pengembangan makna atas dasar umum al-lafdh yang menunjuk makna umum, apa saja.

Berlebihan berbelanja sehingga jauh melampaui yang dibutuhkan adalah dilarang. Sekian tumpukan pakaian baru yang tidak sempat dipakai hingga kusam, tidak cukup badan, jadul, dan dibiarkan, itulah tabzir. Segera disedekahkan, syetan yang melekat pada diri anda akan segera kabur.

Ngobrol ngalor ngidul, ngomong saur manuk, debat kusir dan pembicaraan lain yang berlama-lama tanpa faedah adalah memubazirkan energi bertutur kata. Termasuk WA-an yang tidak ada manfaatnya dan membuang-buang waktu. Itu pemubadziran yang melanda hampir semua pengguna gadget.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Main game semalaman suntuk hingga ketagihan sungguh bukan amaliah orang beriman sungguhan. Itu pasti sudah ber”ikhwan” dengan syetan. Mukmin yang baik mesti memanfaatkan waktunya untuk hal-hal positif. Jangan sampai waktu membuka HP lebh banyak dibanding membuka mushaf al-qur’an. Mohon disadari, bahwa semua yang pernah kita lakukan, termasuk membuang-buang waktu akan diminta pertanggung-jawaban kelak.

Kini tentang makna “ikhwan”. Telah disebutkan, bahwa orang yang berbuat mubazir itu dicap sebagai “ikhwan” syetan. Ikhwan adalah bentuk jamak dari kata “akh”, bersifat musytarak, ambiguitas. Bisa berarti saudara atau teman. Disiplin filologis membedakan: jika dijamakkan menjadi “ikhwah”, maka maknanya saudara, tunggal nasab, keluarga atau famili. Jika dijamakkan menjadi “ikhwan”, maka berarti: teman, kawan atau konco.

Tapi ini tidak mutlak, karena al-qur’an juga menggunaan kata “ikhwah” untuk membahasakan persaudaraan semua orang beriman, “innama al-mu’minun ikhwah” (al-Hujurat:10). Arah ideom ini tentu demi mendidik umat beriman agar saling menyatu bagai saju jasad, sama-sama lahir dari satu rahim, saling berkasih sayang seperti saudara kandung.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Sebutan teman syetan yang dinyatakan sendiri oleh Allah SWT atas diri pemubazir sungguh cap yang buruk sekali. Tapi banyak orang yang tidak merasa, tidak pula tersinggung juga tidak merasa rendah dengan vonis Tuhan tersebut. Itulah salah satu kehebatan al-Qur’an, meski tohokannya dalam, tapi sasaran bisa biasa-biasa saja. Kecuali hamba Allah SWT yang beriman dan punya sensitivitas tinggi.

Jika kita punya teman yang berperilaku buruk, seperti suka mencuri, koruptor, pelacur, dan sebangsanya, lalu ada orang lain yang mengait-ngaitkan dia dengan kita sebagai temanya, maka diri ini merasa tidak nyaman, seolah disamakan dengan dia, meski maksudnya tidak menuduh begitu. Sebaliknya bila ada orang shalih berprestasi, justru kita kadang mengabarkan, meski tidak diminta, bahwa dia itu teman kita.

Arti kedua dari “ikhwan” adalah bahwa si pemubazir tersebut akan benar-benar menemani syetan kelak di neraka nanti. Degan demikian, maka terbacalah, bahwa tindakan mubazir itu hukumnya haram, dilarang agama. Sebab hanya yang haram saja yang berefek dosa, lalu nanti disiksa di neraka.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

“wa kan al-syaithan lirabbih kafura”. Penutup ayat ini lebih tajam lagi dengan mengatakan, bahwa syetan itu sangat ingkar kepda Tuhannya. Itu artinya: orang mubazir tersebut, dengan tindakan pemubazirannya berarti mengkufuri nikmat Allah. Makna lainnya, bahwa pemubazir itu digolongkan dengan orang kafir dalam hal berprilaku, meskipun dia tidak kafir. Allah a’lam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO