Oleh: Dr. KH A Musta'in
Syafi'ie M.Ag
33: Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya
Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris
itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.
TAFSIR AKTUAL:
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Al-imam al-Dlahhak berkomentar, ayat kaji ini adalah ayat tentang pembunuhan yang pertama kali turun, yakni di Makkah. Jika ayat ini tergolong Makkiyah, maka betapa tinggi kepedulian al-Qur’an terhadap hak asasi manusia yang oleh hukum jahiliah dilecehkan dan sangat tidak adil. Para elite dan kaum borjuis suka membeli hukum, menindas, dan merampas.
Itu artinya, al-Qur’an punya keberanian tinggi dan kebijakan jitu dalam mengoreksi kebrutalan elite jahiliah yang mengabaikan hak asasi rakyat kecil, sehingga mereka cenderung sebagai korban. Ayat ini membela wong cilik sungguhan dan konsis, tidak musiman sesuai kepentingan politik kayak partai penguasa sekarang. Dulu oposisi keras dengan mengatas-namakan partainya wong cilik, tapi setelah berkuasa kini, subsidi dicabuti, pajak dinaikan tinggi-tinggi, BBM naik diam-diam dan berkali-kali, tarif dasar listrik sangat memberatkan rakyat, harga pangan melangit. Semua penguasa partai itu diam membisu dan mebuta-butakan mata sendiri. Sama sekali tidak terdengar lagi teriakan sebagai partainya wong cilik. Dalam agama, itu perbuatan dusta, khianat, dan berdosa besar.
Ayat ini melindungi dan memberi hak mutlak, jika hak wong cilik dinodai secara zalim. Sungguh ayat yang memberi hak sama tanpa diskriminasi. Hal mana sangat dibenci oleh elite jahiliah waktu itu dan belum ada yang berani mengoreksi. Pernyataan ayat ini sungguh megguncang jiwa mereka, membuat nyali mereka ciut, sekaligus dada mereka sesak. Penegasanya seperti ini:
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
“Barang siapa yang dibunuh secara zalim, tanpa ada alasan pembenar, maka bagi wali korban atau keluarganya punya hak penuh untuk menentukan pilihan, antara: memaafkan pembunuh secara total tanpa menuntut uang kompensasi, atau memaaf dengan kompensasi, atau menuntut hukuman qisas.”
Meskipun demikian, bagi keluarga yang menuntut hukuman qisas ada etika yang wajib dipatuhi, yakni “fa la yushrif fi al-qatl”, jangan berlebihan. Contohnya, pembunuh dibunuh dengan dimutilasi, disiksa lebih dahulu, mestinya hanya satu yang dihukum mati, tapi menuntut dua dll.
Tapi pihak korban acap kali tidak terpenuhi haknya, lalu terabaikan begitu saja dan hilang ditelan waktu. Hal demikian biasanya karena kuatnya pengaruh pembunuh sekaligus bobroknya penegak hukum.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Keadaan seperti ini sudah diantisipasi oleh Tuhan, makanya Tuhan memberi janji : “... innah kan manshura”. Pihak korban yang dizalimi akan ditolong Tuhan. Bersabarlah dan serahkan urusan kepada-Nya. Allah SWT akan bertindak dan memberikan konpensasi terbaik menurut cara-Nya sendiri, meski yang bersangkutan sering kali tidak mengerti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News